Nahdlatul Film Jilid 2 Harus Bangkit, Rebut Jagad Perfilman yang Diambil Alih Kelompok Radikal
Cari Berita

Advertisement

Nahdlatul Film Jilid 2 Harus Bangkit, Rebut Jagad Perfilman yang Diambil Alih Kelompok Radikal

Duta Islam #03
Sabtu, 21 September 2019
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Tokoh Sineas Nahdliyin jaman dulu. Foto: Istimewa.
Oleh M Zafan

DutaIslam.Com - Santri itu multi talenta. Selain fokus bertafaqquh fiddin (belajar ilmu-ilmu agama), santri juga tidak jarang yang memperdalam seni dan budaya sebagai bagian dari komitmen menyebarkan Islam melalui instrumen seni dan budaya.

Sejak dahulu kala, kalangan santri sudah tidak asing dengan berbagai instrumen musik, seni suara, maupun film sebagal kanal dakwah Islam rahmatan lil alamin. Sebut saja Para Sineas andal di kalangan santri seperti Asrul Sani, Usmar Ismail, dan Djamaluddin Malik.

H Usmar Ismail, sang sutradara sekaligus produser. Dia adalah mahaguru perfilman Indonesia yang juga dikenal sebagai tokoh Nahdlatul Ulama (NU). H Usmar Ismail dijuluki Bapak Perfilman Indonesia, sedangkan H Djamaludin Malik dikenal sebagai Tokoh Film Nasional. Usmar Ismail, Asrul Sani, dan Djamaluddin Malik merupakan tiga serangkai seniman yang kebetulan semuanya berasal dari Sumatera Barat dan menonjol di zamannya. Usmar dan Asrul aktif dan di Lesbumi NU, sedangkan Djamaluddin aktif sebagai salah satu Ketua PBNU sejak NU menjadi partai politik kala itu.

Pada 28 Maret 1962, Usmar Ismail, Asrul Sani dan Djamaludin Malik mendirikan Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) yang beranggotakan artis, pelukis, aktor film, aktor panggung, sastrawan dan ulama yang memiliki latar belakang seni.

Saat itu NU merajai jagad perfilman tanah air. Tokoh-tokoh perfilman NU disegani baik oleh kawan maupun lawan. Tokoh-tokoh sineas nahdliyin seperti H Djamaludin Malik, H Asrul Sani dan H Djamaludin Malik membuat gebrakan perfilman nasional sehingga ratusan bahkan ribuan judul film tak lepas dari kreatifitas tangan-tangan beliau.

Namun puluhan tahun belakangan ini, perfilman dikuasai oleh kelompok-kelompok yang notabene anti NU. Sehingga tak jarang pesan yang disisipkan film-filmnya selalu mendiskreditkan NU. Mereka menggunakan film sebagai alat mendoktrinkan alirannya. Akibatnya sudah berapa banyak umat Islam bahwan warga NU yang tercekoki paham radikalnya. Melalui film mereka menyusun kekuatan kelompoknya yang ujung-ujungnya untuk menghancurkan NU.

Mereka, kelompok radikal yang anti NU, seakan menemukan momentum, menemukan alat yang jitu untuk mendoktrin ajarannya, mengumpulkan milyaran keuntungan yang grand designnya untuk mengobrak-abrik kekuatan warga Nahdliyin dan keutuhan republik ini. Tidak hanya produsen film layar lebar saja yang disetirnya tapi juga lewat pemuda, mahasiswa bahkan siswa SMK ditargetkan agar memproduksi film pendek dan film dokumenter. Contoh saja untuk kampanye cadar, celana cingkrang, jenggot bahkan khilafah dikemas lewat film-film pendek dan film dokumenter. Lihat saja film produksi anak SMK ini, mahasiswa itu, yang isinya mengemban doktrin ajaran radikalisme. Namun anehnya banyak kalangan muda bahkan anak-anak NU berduyun-duyun menontonnya.

The Santri dengan segala pro dan kontranya telah memberikan hikmah sekaligus membuka cakrawala peta perfilman yang ternyata dunia sineas dibuat rebutan antara kelompik radikal dan moderat.

Wahai warga NU, pemuda NU, santri NU, pelajar NU, mahasiswa NU, cendekiawan NU dan aktivis NU, rebut kembali jagad perfilman yang telah diambil alih mereka kelompok radikal garis keras. Ingat dunia perfilman adalah milik kita. Para tokoh-tokoh NU telah susah payah memperbaiki konstruksi bangunan perfilman. H Usmar Ismail, H Asrul Sani, H Djamaludin Malik bahkan Gus Dur yang pernah menjadi Ketua DKJ (Dewan Kesenian Jakarta) dan artis-artis NU, telah membuat blue print perfilman nasional. Jangan sampai jerih payah usaha mereka dipetik hasilnya, dipanen oleh mereka yang nota bene anti NU.

Bangkitlah lewat perfilman, Nahdlatul Film jilid 2 harus segera bangkit. Karena media seni dan budaya sangat efektif untuk dijadikan media dakwah. Para Walisongo berdakwah lewat seni budaya (tembang, gamelan, gending, syiir, dll) ternyata terbukti efektif dalam penyebaran agenda dakwah. Lewat film kita tebar Islam rahmatan lil alamin, kita semai Islam moderat sehingga menjelang 1 abad, NU benar-benar mendunia sebagaimana simbolnya, tali jagad. [dutaislam.com/pin]

M. Zafan, warga Nahdliyin kebanyakan. Tayang pertama kali di ltnnujabar.or.id dengan judul asli 'The Santri, NU dan Nahdlatul Film (NF)'


Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB