![]() |
Ilustrasi khat Rasulullah. Foto: istimewa |
Dutaislam.com – Rosulullah SAW selalu beristiqomah dalam hal kebaikan. Konotasi istiqomah rosul mencapai batas ujung. Dalam mendidik sahabatnya pun, beliau selalu istiqomah, sahabat pun dituntut istiqomah dalam ilmu dan amal.
Perilaku Istiqamah
Keistiqamahan rosul dalam mendidik sahabatnya terefleksi dalam beberapa riwayat. Dikisahkan, dalam kitab Riyadhussolihin karya Imam Abi Zakariya Yahya An Nawawi (Damaskus), sahabat Abi Amrah Sufyan bin Abdillah hendak meminta wasiat kepada rosul. Sahabat tersebut mengutarakan niatnya untuk diberikan satu ajaran Islam yang dengannnya dia menjadi beriman dan tidak lagi bertanya kepada orang lain.
قلت له يا رسول الله قل لى فى الاسلام قولا لا اسأل عنه احدا غيرك
“Aku berkata: Ya Rosulallah, katakan padaku tentang Islam, yang dengannya aku tidak lagi bertanya kepada selain mu”
Rasulullah menjawab:
قل امنت بالله ثم استقم
“Ucapkanlah, aku beriman kepada Allah, kemudian istiqomahlah”
Secara implisit, rosulullah memberikan pesan bahwa akidah (teologi) Islam bersifat istimrar (lestari) dan statis (konservatif). Artinya, seorang muslim/mah wajib menjaga akidah (teologi) dalam diri seorang muslim hingga batas waktu hidup habis. Penjagaan akidah tersebut berguna bagi nasib kehidupan pasca dunia (akhirat).
Konteks akidah yang dimaksud nabi dalam haditsnya tidak mengeneralisir universal. Maksud nabi adalah akidah yang berhaluan ala ahlissunnah waljama’ah (aswaja) bukan akidah syi’ah, wahabi, khawarij, jabariah, qodariah, apalagi mu’tazilah. Akidah aswaja adalah apa yang telah termaktub dalam kitab-kitab konvensional, yakni:
ما انا عليه واصحابي
“Apa (ajaran) yang aku dan sahabatku berpegang teguh padanya”
Segala apapun yang telah diajarkan oleh nabi dan para sahabatnya. Atau, dalam terminologi Hadlratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, Ahlussunnah wal Jamaah adalah orang yang menganut ajaran nabi, shahabat, dan salafusshalih yang dalam segi akidah menganut Imam Abul Hasan Al Asy’ari dan Abu Manshur Al Maturidi, dalam segi fiqih menganut empat madzhab, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali, dan dalam segi tasawwuf ikut Hujjatul Islam Imam Ghozali Athusi dan Imam Junaid Al Baghdadi. Satu-satunya akidah yang selamat adalah Ahlussunnah wal jama’ah. Maka, ashabiyyah (fanastisme) terhadapnya sangat dianjurkan.
Inkonsistensi Akidah
Keteguhan serta keistiqomahan nabi mendidik sahabatnya, tidak serta-merta instan. Beliau kerap kali diuji dengan beberapa ujian. Bahkan, ketika nabi wafat (631 M/11 H) dan estafet kekhilafahan berada di tangan Sayyidina Abu Bakar, umat Islam diuji dengan banyaknya umat muslim yang murtad.Sehingga, umat Islam dibawah komando Abu Bakar dipaksa memerangi (perang Yamamah) kaum murtaddin yang enggan memenuhi jizyah dan hak-hak Islami, yang berimbas pada meninggalnya para qurra’ dan hamilinal qur’an. Dalam satu riwayat, disebutkan jumlah umat Islam kala itu sekitar 1.200, sedangkan qurra’ yang meninggal berjumlah 70 orang (versi lain menyebutkan 500 orang).
Peristiwa tersebut adalah buntut lahirnya pembukuan (kodifikasi) mushaf Alqur’an (periode awal) yang dipelopori oleh Umar bin Khattab dan Abu Bakar Asshiddiq, sebelum kodifikasi resmi Mushaf Usmani masa Khalifah Utsman bin Affan.
Tragedi murtadnya kaum muslimin pasca meninggalnya nabi, adalah bukti ketidakkonsistenan para sahabat nabi dalam memegang bara Iman yang tekah diwasiatkan nabi. Ini menjadi pelajaran besar bahwa tidak ada yang menjamin keimanan kita sampai akhir hayat. Sahabat nabi saja yang notabenenya hidup sezaman dengan nabi, ada yang tak konsisten dalam menjaga keimananan, apalagi kita?
Kecerdasan spiritual tidak selamanya terkukuh dalam sanubari. Maka, untuk meneguhkan Iman, kita perlu menanamkan istiqomah berdo’a, untuk selalu diberi keimanan hingga akhir hayat.
Nabi pernah bersabda :
يموت الناس على ما عاشوا ويبعثون على ما ماتوا
“Akhir hayat manusia tergantung alur hariannya, dan mereka akan dibangkitkan sesuai keadaan dia ketika mati”
Manusia akan meninggal sesuai kesehariannya. Ketika ia selalu berbuat baik, maka akan meninggal khusnul khatimah. Sebaliknya, ketika masa hidupnya habis dengan kemaksiatan, maka nyawanya akan dicabut dalam keadaan su’ul khatimah. Walhasil, kala kita selalu membudayakan berdo’a meminta istiqomahnya iman dalam qolbu, maka kita akan wafat dalam keadaan itu pula. [dutaislam.com/ar]
Artikel Dutaislam.com
Demikian penjelasan kontentekstual ihwal istiqomah berakidah berdasarkan Assunnah. Penjelasan berikutnya, akan diulas dalam sesi artikel lain.
