Rois Syuriah PWNU Jateng Kiai Ubaidillah Shodaqoh. Foto: NU Online. |
Namun pembangunan tembok tersebut harus membongkar salah satu makam warga yang bernama Mujiono. Makam itu sudah ada sejak sepuluh tahun lalu.
Warga pun menyiapkan segala sesuatunya untuk membongkar makam. Termasuk kain kafan yang akan digunakan untuk membungkus jenazah Mujiono. Makam kemudian digali.
Namun, setelah selesai digali warga mendapati jenazah Mujiono masih utuh terbungkus kain kafan. Kainnya pun masih terlihat putih.
Rois Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah Kiai Ubaidillah Shodaqoh sempat menyanyakan itu kepada saudara Mujono. Kiai Shodaqah menjadapat penjelasan bahwa Mujiono seorang pengurus Ranting NU. Mujiono sering membantu ketika ada acara NU dengan menyiapkan tenda dan menata kursi.
Pesan Positif Khidmah di NU
Kisah jenazah Mujino, seorang pengurus Ranting NU di daerah Donorejo, Sragen, Jawa Tengah ini disampaikan Kiai Shadaqah saat memberi sambutan Konferensi Cabang NU Kabupaten Magelang di Pesantren Raudlatut Thullab Wonosari, Tempuran, Ahad (03/03/2019).
Menurut Gus Ubed, sapaan akrabnya, sosok Mujiono dapat menjadi inspirasi dan motivasi bagi segenap pengurus NU untuk berkhidmah di NU. Tetapi harus dengan niat yang benar.
Seorang Mujiono yang semasa hidupnya hanya pengurus A'wan, tidak pernah di panggil "Romo Kiai" apalagi "diciumi tangannya" tetapi mendapat tanda-tanda kebaikan jika dilihat dari kondisi jenazahnya.
"Mari tata niat berkhidmat di NU untuk agama Islam," ucap Gus Ubed.
Gus Ubed menegaskan, prestasi dan kenaikan karir di NU tidak diukur dari kenaikan posisi karir di setiap levelnya. Bukan karir kepengurusan dari tingkat ranting NU naik sampai dengan PBNU.
"Kenaikan karir di jam'iyyah diukur dari bertambahnya waktu bersama jama'ah. Yang tadinya (berkunjung) ke ranting satu jam, sekarang jadi dua jam, tiga jam dan seterusnya," katanya dilasir dari NU Online [dutaislam.com/Faizin/pin]