6 Dasar Manusia Dikatakan Buta Mata Hati - Menurut Tafsir Al-Qur'an
Cari Berita

Advertisement

6 Dasar Manusia Dikatakan Buta Mata Hati - Menurut Tafsir Al-Qur'an

Duta Islam #07
Kamis, 25 Februari 2021
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
bahaya penyakit hati
Buta mata hati. Foto: istimewa


Dutaislam.Com - Manusia menjadi ciptaan tuhan yang paling sempurna di muka bumi (fil ard) dengan memiliki akal fikiran, sepantasnya manusia harus bisa berfikir untuk melakukan sesuatu dengan baik. Jangan sampai manusia memiliki hati yang penuh kebencian, manusia yang tidak mau mendengarkan masukan ataupun nasihat orang lain. Ada 6 dasar seseorang yang buta hatinya, terkandung didalam Al-Qur'an, sebagaimana berikut:


1. Dengan bentuk tunggal, a'ma terulang empat belas kali, digunakan di dalam kaitan dengan: tuntunan di dalam menghadapi masyarakat bahwa orang yang buta tidak sama dengan orang yang melihat (QS. al-An'am: 50). Tidak adanya orang yang menanggung dosa orang lain karena Allah telah mengirimkan rasul yang membawa kebenaran dan manusia bebas untuk mengikutinya. Karena itulah, manusia terbagi dua yaitu yang dapat melihat kebenaran dan yang buta terhadapnya (QS. Fathir: 19).

Perumpamaan orang kafir dan orang beriman, yaitu orang kafir bagaikan orang buta dan tuli terhadap kebenaran dan orang Mukmin melihat dan mendengar kebenaran (QS. Hud: 24), (QS. Ar-Ra'd: 19), dan (QS. Al-Mu'min: 58). Itu menunjukkan bahwa istilah ini digunakan untuk orang yang buta hatinya karena tidak dapat menerima kebenaran,  mereka yang tidak dapat memerhatikan tanda-tanda keesaan dan kekuasaan Allah swt. sehingga dinamakan orang buta hatinya (QS. Ar-Ra'd: 16).

Fakta bahwa orang yang buta atas peringatan dan petunjuk Allah di dunia pasti di akhirat kelak juga buta (QS. Al-Isra': 72) dan (QS. Thaha: 124), salah satu pertanyaan orang kafir di akhirat, mengapa mata mereka buta (QS. Thaha: 125),  pedoman pergaulan terhadap orang buta, pincang dan sakit (QS. An-Nur: 61), yaitu dengan mengajak mereka makan bersama di dalam lingkungan keluarga, kerabat, dan kawan-kawan. 

Kebolehan orang yang buta (mata) untuk tidak ikut berperang (QS. Al-Fath: 17); i) teguran Allah kepada Nabi saw. yang tidak menghiraukan kedatangan Abdullah bin Umi Maktum, seorang yang buta yang ingin bertanya kepadanya tentang Islam (QS. Abasa: 2).

2. Dengan bentuk jamak, 'umyun berulang delapan kali digunakan berkaitan dengan orang munafik, yakni mereka mempunyai mata tetapi ia tidak dapat menerima kebenaran sehingga dinamakan orang buta (QS. Al-Baqarah: 18). Orang kafir yang diumpamakan seperti gembala, hanya mendengar panggilan dan seruan tuannya tetapi tidak mengerti dan buta terhadap seruan itu (QS. Al-Baqarah: 171).

Hamba Allah yang mendapat kemuliaan, yakni bahwa jika ia diseru oleh Tuhannya ia tidak seperti orang yang buta dan tuli (QS. Al-Furqan: 73). Keterbatasan Nabi saw. memalingkan umatnya dari kesesatan dan kebutaan terhadap petunjuk yang dibawanya (QS. Yunus: 43), (QS. An-Naml: 81), (QS. Ar-Rum: 53), dan (QS. Az-Zukhruf: 40).

3. Dengan bentuk mashdar, al-'ama terulang dua kali, digunakan di dalam konteks latar belakang kehancuran kaum Tsamud, yaitu mereka lebih memilih kebutaan daripada hidayah yang diberikan Allah kepada mereka (QS. Fushshilat: 17) dan di dalam konteks orang kafir yang buta hatinya yakni bahwa Al-Qur'an tidak memberi petunjuk kepada mereka (QS. Fushshilat: 44).

4. Dengan bentuk kata kerja lampau:  bentuk tunggal intransitif, 'amiyat digunakan di dalam konteks orang yang tidak melihat kebenaran sehingga ia akan mendapatkan balasan dari perbuatannya itu (QS. Al-An'am: 104) dan permintaan pertanggungjawaban orang-orang musyrik di akhirat (QS. Al-Qashash: 66). Bentuk tunggal transitif, a'ma digunakan di dalam kaitan dengan laknat Allah terhadap orang munafik dan murtad yang dibutakan hatinya (QS. Muhammad: 23). 

Bentuk tunggal pasif wanita 'ummiyat berulang satu kali, digunakan berkaitan dengan kaum Nuh as. yakni mereka buta terhadap rahmat yang dibawa oleh Nabi Nuh as. berupa petunjuk, tetapi mereka mendustakan dan menghinanya (QS. Hud: 28). Bentuk jamak, 'amu berulang tiga kali, digunakan di dalam konteks dakwah Nabi saw., yakni bahwa mereka yang tidak menerima dakwahnya adalah buta (QS. Al-Ma'idah: 71) dan kesombongan orang kafir, padahal mereka tidak mengetahui atau buta tentang hari akhirat karena hanya Allah swt. yang mengetahui perkara gaib (QS. An-Naml: 66).

5. Dengan bentuk kata kerja bentuk sekarang (mudhari'), ta'ma terulang dua kali, digunakan di dalam kaitan dengan orang musyrik yang mendustakan seruan Nabi saw. sehingga Allah menegaskan bahwa yang buta dari mereka bukan matanya melainkan hatinya, seperti yang dilakukan oleh kaum Nuh, Ad, Tsamud, Ibrahim, Luth, penduduk Madyan, dan Musa as. (QS. Al-Hajj: 46).

6. Dengan bentuk sifat, 'amin digunakan di dalam konteks kaum Nuh as. yang mendustakan nabinya yakni mereka buta (mata hatinya) atas kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Nuh as. (QS. Al-A'raf: 64).

Demikian dasar-dasar seseorang yang buta hatinya semoga kita tidak berada didalam golongan orang yang seperti ini, amin. [dutaislam.com/ka]

Sumber:
Ensiklopedia Al-Qur'an, Kajian Kosakata, Jilid: I, hlm: 43-44, ditulis Arifuddin Ahmad/Ahmad Rofiq 

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB