![]() |
Gus Dur. Foto: Istimewa. |
Cerita itu ditulis oleh mantan Menteri Riset dan Teknologi Muhammad A.S. Hikam lewat bukunya yang berjudul Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita (2013).
Hikam menuliskan hal itu terjadi ketika Wiranto yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan melapor kepada pendiri Partai Kebangkitan Bangsa tersebut terkait pengibaran bendera Bintang Kejora.
Mendengar laporan itu, putra dari KH Wahid Hasyim pun bertanya, "Apa masih ada bendera Merah Putihnya?"
Wiranto menjawab bahwa ada satu bendera Merah Putih yang berkibar di sebuah tiang tinggi.
"Ya sudah, anggap saja Bintang Kejora itu umbul-umbul," kata cicit salah satu pendiri Nahdlatul Ulama tersebut merespon pernyataan Wiranto.
Mendengar respon itu, Wiranto mengingatkan bahwa pengibaran bendera Bintang Kejora berbahaya. Namun Gus Dur justru kembali menegur Wiranto dan mengatakan bahwa pikiran itu yang harus diubah.
"Pikiran Bapak yang harus berubah, apa susahnya menganggap Bintang Kejora sebagai umbul-umbul. Sepak bola saja banyak benderanya!" kata Gus Dur.
A.S. Hikam menyatakan bahwa Gus Dur memang memberikan konsensus budaya berupa pengibaran bendera Bintang Kejora kepada masyarakat Papua. Dia mengatakan, bagi salah satu tokoh reformasi itu Bintang Kejora dipahami sebagai lambang kultural, bukan lambang kemerdekaan atau pemisahan Papua dari Indonesia.
"Tetapi sebagai local flag. Gus Dur suka menggunakan istilah yang sangat sederhana, misalnya itu seperti umbul-umbul," kata Hikam, Ahad (01/08/2019).
Hikam menjelaskan, konsensus kebudayaan itu diberikan dengan syarat tidak ada permintaan untuk memerdekakan diri dari Indonesia. Adapun apa saja permintaan lainnya, semisal otonomi khusus, menurut Gus Dur bisa dibicarakan.
"Yang penting jangan sampai ada yang namanya Papua merdeka, udah itu aja. Selebihnya bisa didialogkan," kata dia.
Hikam tak menampik masih ada sebagian pihak, baik dari pihak pro-Organisasi Papua Merdeka maupun pemerintah yang menganggap pengibaran bendera Bintang Kejora sebagai simbol separatisme. Selama masih terus terjadi perbedaan tafsir antara yang kultural dan yang politis ini, menurut dia, sulit bagi Papua dan pemerintah untuk duduk berdialog bersama.
"Selama tidak ada kesatuan di situ yaitu bahwa integrasi Papua dan Indonesia adalah final, maka tidak akan ada penyelesaian dari beda tafsir tadi," ucapnya. [dutaislam.com/pin]
Keterangan: Disadur dari Tempo.co dengan judul asli 'Kisah Gus Dur Anggap Bendera Bintang Kejora Umbul-Umbul'.
