Membumikan Tawa, Menjaga Pancasila dan Islam Nusantara
Cari Berita

Advertisement

Membumikan Tawa, Menjaga Pancasila dan Islam Nusantara

Duta Islam #02
Minggu, 25 Februari 2018
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

DutaIslam.Com - Paguyuban Jamaah Kopdariyah Magelang kembali menyelenggarakan agenda pertemuan rutin sekaligus memperingati ulang tahunnya yang pertama pada Sabtu (24/02/2018) malam, bertempat di aula STAIA Syubbanul Wathon, komplek Pesantren Enterpreneur, Tempuran, Magelang.

Dengan mengangkat tema "Menjaga Pancasila Dengan Tawa, Cerdas, Ramah, Damai Bermedsos untuk Ruwat dan Rawat Kebhinnekaan", acara ini mengundang narasumber kehormatan, yakni Gus Yahya Cholil Staquf dan Romo Benny Susetyo PR.

"Ini merupakan suatu kehormatan bagi Masyarakat Magelang. Malam hari ini kita kerawuhan tokoh-tokoh Nasional, pejuang-pejuang Kemanusiaan," Kata Gus Yusuf Chudlori dalam Sambutannya.

Di akhir sambutan, Gus Yusuf berpesan agar Jamaah Kopdariyah terus menularkan virus-virus kedamaian dan kebersamaan demi terciptanya kedamaian, ketenteraman bagi kita semua.

Dalam ulang tahun Jamaah Kopdariyah yang pertama ini, hadir pula Kapolres Kabupaten Magelang, KH. Labib Asrori, MAFINDO, Banser, Pendeta Parlen dan juga masyarakat "Relawan Kebhinnekaan" se-Kabupaten Magelang.

Diawali dengan beberapa pementasan kesenian dan hiburan seperti group hadrah Pringombo, Sulap, Puisi Teatrikal dan juga terakhir ada lantunan musik angklung dari Gereja Karasulan Baru Pringombo yang kemudian dilanjutkan diskusi santai sesuai dengan tema Jamaah Kopdariyah, yakni Menjaga Pancasila dengan Tawa.

Menjaga Pancasila dan Islam Nusantara dengan Humor
Dalam acara ini, Romo Benny menceritakan bahwasanya dahulu ketika Gus Dur masih hidup, beliau selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan humor tanpa menyinggung pihak manapun, "Karena sebenarnya Humor itu membuat kita berpikir," kata Romo Benny.

Kata Romo Benny, mentertawakan merupakan cara kita untuk membangun asosiasi dan tertawa merupakan sebuah kreatifitas. Menurutnya, dalam beragama pun seseorang harus kreatif, sebab jika tidak kreatif, maka akan tertinggal.

Menurut Romo Benny, kreatifitas nantinya akan melahirkan nilai tambah. Ia menyimpulkan, maraknya hoax yang beredar akhir-akhir ini karena ketidakmampuan seseorang dalam memberi nilai tambah dalam kehidupan.

"Oleh karena itu, untuk menghadapi ancaman hantu hoax ini kita perlu menggerakkan kreatifitas dan nilai tambah yang kemudian menjadikan seseorang berinisiasi untuk membangun," kata Romo Benny.

Ia mengajak para hadirin untuk puasa gadget satu jam saja. Ia lalu mengajak agar membangun kembali budaya makan sebagaimana yang pernah dicontohkan Gus Dur.

"Dahulu Gus Dur ingin mendirikan Partai Meja Makan karena segala sesuatu bisa diselesaikan di meja makan. Disitulah pertemuan antara orangtua dan anak untuk menyelesaikan suatu masalah dari hati ke hati dengan kehangatan," jelasnya.

Di Gadget, kata Romo Benny, tidak akan pernah kita temui sebuah kehangatan karena di dalam gadget tidak ada sentuhan melainkan hanya sekedar kata-kata, dan kata tidak memiliki makna jika tanpa adanya sentuhan.

"Kata akan bermakna ketika ada sentuhan cinta. Kata tanpa cinta hanyalah seperti hantu yang mrmbuat kita menjadi buta. Kata demi kata yang dirangkai maka akan muncul sebuah keindahan. Keindahan akan muncul apabila bertemu dengan persaudaraan," pungkasnya.

Sementara itu, Gus Yahya Cholil Staquf menyebutkan bahwa banyaknya penindasan-penindasan yang terjadi di dunia ini adalah sebab sudah tidak adanya rasa kemanusiaan yang murni, tidak adanya kekuatan spiritualitas di dunia ini.

"Tidak seperti di Indonesia yang mayoritas Islamnya menjunjungtinggi kekuatan kemanusiaan dan spiritualitas dalam bingkai Islam Nusantara," kata Gus Yahya.

"Apa Islam Nusantara itu?," tanya Gus Yahya melanjutkan.

Gus Yahya menjelaskan, setidaknya ada dua hal yang bisa dipetik dari sejarah Islam Nusantara. "Pertama adalah Gurauan. Zaman dahulu para kiai bergurau itu merupakan hal biasa. Bahkan ada yang sampai gurauannya parah, namun mereka tidak pernah sekalipun jengkel. Berbeda dengan saat ini dimana orang bergurau, salahsatu dari mereka merasa sakit hati. Inilah bedanya orang zaman dahulu dengan orang zaman sekarang," terangnya.

"Kedua, perhatikan sejarah kemerdekaan. Bahwasanya agama tidak pernah menjadi warna dalam dinamika sosial di bumi Nusantara. Mulai adanya konflik mengatasnamakan agama adalah saat sesudah kemerdekaan. Sebab saat itu orang-orang diberi kesempatan untuk berpolitik dan sebagian besar dari mereka memanfaatkan agama sebagai alat untuk berpolitik," imbuh Presiden Terong Gosong yang memiliki gerakan GERANAS atau Gerakan Tertawa Nasional tersebut.

Oleh sebab itu, Gus Yahya menegaskan, jika kita ingin kembali ke Islam Nusantara sesungguhnya, maka satu satunya cara adalah dengan berhenti menggunakan agama untuk dijadikan alat dalam berpolitik. [dutaislam.com/vinanda/gg]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB