![]() |
Diskusi Agama dan Nasionalisme di Aula PSBJ FIB Senin, (13/11/2017) |
Guru Besar FDK UIN Bandung Asep Saeful Muhtadi menilai, pandangan semacam ini disebakan oleh pemahaman dan praktik agama yang setengah-setengah. Akibatnya, terjadi pendangkalan dalam pemahaman agama.
“Seorang agamawan yang taat pasti memiliki rasa nasionalisme yang kuat. Mereka yang mengaku beragama namun tidak memiliki spirit nasionalisme, sesungguhnya adalah orang yang tidak menjalankan agama dengan seutuhnya,” kata Asep dalam dalam diskusi terbuka bertajuk “Agama dan Nasionalisme” oleh PMII Rayon Sastra Komisariat Unpad dan BEM Gama Fakultas Ilmu Budaya Unpad di Aula PSBJ FIB Senin, (13/11/2017)
Asep mengatakan, agama pada hakikatnya pasti memiliki spirit nasionalisme. Nasionalisme merupakan perekat dalam keberagaman.
“Agama bisa diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Satu sisi ia dapat mempererat keberagaman, sisi lain ia dapat memicu terjadinya konflik,” tuturnya.
Sama hal nya hubungan agama dan budaya. Menurutnya, agama dan budaya memiliki kolaborasi. Seseorang yang berbudaya cendrung menjadi pemeluk agama yang taat.
”Dalam beribadah kita pun memerlukan elemen budaya, arsitektur-arsitektur tempat ibadah contohnya pasti ada sentuhan budayanya,” kata Asep.
Kepala Departemen Kajian Strategis FIB Unpad Fajar Daffa mengatakan, cukup menyedihkan kondisi organisasi-organisasi keagamaan saat ini, dimana, satu sama lain seolah saling sikut dan saling menjatuhkan karena masalah sepele. Padahal, kata Dia, pada dasarnya mereka mempunyai tujuan yang sama.
Untuk itu, lanjut Fajar, organisasi berbasis keagamaan perlu segera berkolaborasi untuk menciptakan gerakan bersama. ”Sudah saatnya organisasi-organisasi berbasis keagamaan khususnya di kampus-kampus berkolaborasi dalam menciptakan suatu karya atau gerakan,” ujarnya. [dutaislam.com/FF/RA/pin]
Keterangan:
Disadur dari Ansor Jabar Online dan diedit seperlunya oleh Redaksi Dutaislam.com
