Soal Penolakan Cap Go Meh di Semarang, eLsa: Ini Alarm Membahayakan
Cari Berita

Advertisement

Soal Penolakan Cap Go Meh di Semarang, eLsa: Ini Alarm Membahayakan

Minggu, 19 Februari 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

DutaIslam.Com - Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) menilai gelombang intoleransi kehidupan beragama terus bermunculan di Semarang, Jawa Tengah. Berbagai peristiwa yang merusak sendi toleransi dan penghormatan antar pemeluk agama terus terjadi.

Pekan ini, sekelompok organisasi umat Islam menolak perayaan Cap Go Meh yang sedianya digelar di Halaman Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT).

“Dalam waktu dua tahun terakhir (2016-2017), sudah terjadi empat kali penolakan terhadap kegiatan-kegiatan yang melibatkan komponen lintas iman. Ini alarm yang membahayakan,” kata Ketua Yayasan Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang, Tedi Kholiludin, Sabtu, 18 Februari 2017.

Selain penolakan perayaan Cap Go Meh di MAJT, tiga kasus intoleransi lain adalah penolakan kegiatan buka puasa bersama Ibu Sinta Nuriyah Wahid (istri almarhum Presiden RI Keempat Abdurrahman Wahid/Gus Dur) di Gereja Kristus Raja Ungaran, Semarang, Juni 2016.

Padahal, setiap tahun kegiatan ini sudah digelar di daerah-daerah lain. Baca beritanya: Awas, Setelah Usir Sinta Nuriyah, FPI Semarang Sasar Diskusi di Ungaran.

Karena ditolak Front Pembela Islam (FPI) Jawa Tengah, kegiatan buka puasa bersama Sinta Nuriyah Wahid dengan sejumlah tokoh umat Katolik di gereja Semarang itu akhirnya terpaksa dipindah di aula Balai Kelurahan Pudak Payung, Semarang.

Penganut Syiah juga menjadi korban intoleransi pada Oktober 2016 lalu. Mereka sedianya menggelar peringatan 10 Asyura di Gedung Pusat Kesenian Jawa Tengah Komplek PRPP Semarang.

Namun, sejumlah kelompok, termasuk dari Forum Umat Islam (FUIS) menolak sehingga acara terpaksa dipindah ke Masjid Yayasan Nuruts Tsaqolain, Petek, Kota Semarang.

Pada akhir Januari 2017 lalu, sekelompok orang Islam juga memprotes acara rutin Pork Festival (festival kuliner olahan daging babi) yang digelarmenjelang hari raya imlek. Karena ditolak, akhirnya panitia mengganti nama acara menjadi Festival Kuliner Imlek.

Tedi menilai, kerja-kerja mediasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang, Polrestabes Semarang dan Polda Jawa Tengah dalam menangani kasus-kasus itu patut diapresiasi. “Untuk mencegah konflik horisontal, aparat pemerintah, sejauh yang saya amati cukup tegak berdiri secara netral,” kata Tedi.

Adapun Ketua Pemuda Muhammadiyah Semarang Juma’i, yang menjadi salah satu penolak Cap Go Meh di masjid, menyatakan pada prinsipnya pihaknya tak menolak acara Cap Go Meh. Hanya saja ia keberatan jika acara itu digelar di area masjid. “Kami harus menjaga marwah masjid,” kata dia.

Source: Tempo.co

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB