DutaIslam.Com - Para santri dan pesantren akrab dengan adab yang sudah diajarakan oleh Rasulullah. Atas dasar cinta, bukan hanya logika, para santri diajarkan tawadlu kepada guru, dan utamanya kepada dzurriyah Rasulullah.
Mencium tangan guru atau ulama adalah tradisi para santri dalam menunjukkan hormat atas ilmu dan akhlaq, bukan karena harta dan kedudukan. Di bawah ini adalah status dari Gus Ghofur, putra KH Maimoen Zubair yang memberikan keterangan catatan atas abahnya yang sedang mencium tangan Habib Yusri al-Hasani, walau secara usia, lebih muda.
Zaid bin Tsabit—pencatat resmi wahyu Al-Quran, salah satu pimpinan Ulama di Madinah, dan ketua panitia penulisan Al-Quran—bermaksud menaiki hewan kendaraan. Ibnu Abbas ingin membantunya, lalu memegangi sanggurdinya. Zaid melarangnya, namun Ibnu Abbas menjawab:
“Demikianlah kita diperintahkan untuk bertakdzim kepada para ulama.”
“Tunjukkan tanganmu padaku .. ,” kata Zaid.
Ibnu Abbas memperlikatkan tangannya. Zaid pun menundukkan kepala dan mencium tangan Ibnu Abbas, lalu berkata:
“Demikianlah kita diperintahkan untuk menghormat kepada keluarga Rasulullah.”
Ibnu Abbas—sepupu Rasulullah dan ahli tafsir kesohor era sahabat—adalah murid aktif Zaid bin Tsabit. Jika ia bermaksud mengaji kepada gurunya tersebut, ia yang datang menghadap kepanya. Kata Ibnu Abbas:
“Ilmu didatangi, bukan didatangkan ..”
Di kalangan wahabi dan Islam garis keras, tradisi mencium tangan dzurriyyah Nabi dan ulama jelas tidak akan ditemukan. Soalnya mereka mengharamkan mencium tangan ulama, apalagi dzurriyah, ada yang malah tidak mengakui eksistensi keturunan Nabi hingga kini. [dutaislam.com/ ab]
Mencium tangan guru atau ulama adalah tradisi para santri dalam menunjukkan hormat atas ilmu dan akhlaq, bukan karena harta dan kedudukan. Di bawah ini adalah status dari Gus Ghofur, putra KH Maimoen Zubair yang memberikan keterangan catatan atas abahnya yang sedang mencium tangan Habib Yusri al-Hasani, walau secara usia, lebih muda.
----------------
Sejumlah literatur yang akrab di pesantren banyak mengajarkan kita mengenai tata-ungguh kepada para guru dan keluarga Rasul SAW. Salah satunya dipesankan melalui kisah berikut ini:Zaid bin Tsabit—pencatat resmi wahyu Al-Quran, salah satu pimpinan Ulama di Madinah, dan ketua panitia penulisan Al-Quran—bermaksud menaiki hewan kendaraan. Ibnu Abbas ingin membantunya, lalu memegangi sanggurdinya. Zaid melarangnya, namun Ibnu Abbas menjawab:
“Demikianlah kita diperintahkan untuk bertakdzim kepada para ulama.”
“Tunjukkan tanganmu padaku .. ,” kata Zaid.
Ibnu Abbas memperlikatkan tangannya. Zaid pun menundukkan kepala dan mencium tangan Ibnu Abbas, lalu berkata:
“Demikianlah kita diperintahkan untuk menghormat kepada keluarga Rasulullah.”
Ibnu Abbas—sepupu Rasulullah dan ahli tafsir kesohor era sahabat—adalah murid aktif Zaid bin Tsabit. Jika ia bermaksud mengaji kepada gurunya tersebut, ia yang datang menghadap kepanya. Kata Ibnu Abbas:
“Ilmu didatangi, bukan didatangkan ..”
![]() |
Adab: KH. Maimoen Zubair mencium tangan Dr. Habib Yusri Al-Hasani dari Mesir (Foto: dutaislam.com/gus ghofur) |
-------------------
