Tong Kosong: Kualitas "Pengajian" di Kampus UGM Yogyakarta
Cari Berita

Advertisement

Tong Kosong: Kualitas "Pengajian" di Kampus UGM Yogyakarta

Kamis, 11 Agustus 2016
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

Oleh Irham Syaroni

DutaIslam.Com - Agak terlambat saya tiba di lokasi. Maklum, kampus UGM cukup awam bagi saya. Harus muter-muter dulu untuk mencari di mana gedung Radiopoetro Fakultas Kedokteran berada. Untunglah tidak terlalu lama terlambat. Hanya 10 menit.

Saat memasuki ruangan yang telah ditentukan, sudah ada sekira 150-an orang di sana. Mereka adalah para pegawai atau karyawan Fak. Kedokteran.

Di dinding ruangan sudah terpampang tulisan “Forum Pengajian Pegawai Fakultas Kedokteran UGM, Bersama Ustadz bla bla bla....dan seterusnya.” Judulnya memang pengajian, namun saya lebih cenderung menyebutnya seminar atau kuliah. Pasalnya, berbeda dengan pengajian di kampung. 

Pengajian di kampus lebih mirip seminar atau kuliah. Ada presentasi singkat lalu tanya-jawab. Dan, dihadiri oleh orang-orang yang berpakaian rapi khas kantoran. Tidak sarungan dan berpeci seperti saat pengajian selapanan atau tahlilan. Benar-benar mirip seminar atau kuliah.

“Biasanya siapa yang memberi materi kajian?” tanya saya kepada panitia.

“Tidak pasti, Tadz. Sering juga Ustadz Tuasikal dan teman-temannya.”

Saya gunakan waktu satu jam lebih sedikit untuk presentasi dan tanya jawab. Dalam sesi tanya jawab, saya sangat berharap ada banyak pertanyaan yang menambah ilmu baru bagi saya, syukur-syukur memaksa saya begadang untuk mencari jawabannya. Namun, harapan itu belum terwujudkan. Mungkin pada lain waktu atau di forum berbeda saya bisa mendapatkannya.


Satu jam lebih sedikit, acara purna. Dipungkasi dengan pembagian doorprize bagi para penanya. Doorprize-nya berupa buku-buku agama. Dari sampulnya, aku ketahui itu bukan buku karya Gus Mus, Kiai Ali Mustafa Ya’qub, Cak Nun, atau Gus Ali Masyhuri Sidoarjo. Bukan pula buku karya santri Menara, santri Sarang, santri Lirboyo, santri Sidogiri, atau santri Langitan. Tapi, buku agama karya “mereka”.

Sebelum ditutup, panitia menyampaikan pengumuman sekaligus undangan terbuka untuk menghadiri pengajian yang diasuh oleh Ustadz Khalid Basalamah. Saat itulah saya mendesah dan bertanya dalam hati, “Kenapa tidak Cak Nun, Syafi’i Ma’arif, Hasyim Muzadi, Gus Qoyyum, atau semisalnya?”
Ah, sudahlah...! Yang jelas pengajian di kampus itu benar-benar berbeda dengan di desa. 

Tidak hanya format acaranya yang berbeda, tetapi juga pemberian amplopnya. Jika di kampung atau di desa, panitia senyam-senyum menyalami ustadnya dengan menyodorkan telapak tangan yang berbalut amplop. Atau, sekena tangannya asal menyelipkan amplop ke saku baju sang ustadz. Begitulah di desa. 

Di kampus tidak demikian; ada proses tanda tangan yang harus dilakoni oleh sang ustadz. Buat laporan, katanya. Dalam hati saya tersenyum kecil, “lha wong sekian tahun lamanya jadi buruh penerbitan, belum pernah sekalipun aku tanda tangan saat menerima gaji bulanan. Ini hanya satu jam kok pakai tanda tangan segala!" [dutaislam.com/ ab]

Irham Sya'roni, praktisi penerbitan buku di Yogyakarta

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB