Suatu hari, guru kita KH. Ma'ruf Irsyad (Allah Yarhamhu), disowani (didatangi) seseorang, untuk keperluan menanyakan perihal hukum. Kepada Kyai Ma'ruf, sang tamu menjelaskan pertanyaannya, begini dan begitu.
"Jenengan tunggu di sini, saya tanyakan dulu kepada kyai yang lebih alim dalam masalah ini," kata kyai Ma'ruf.
![]() |
KH. Ma'ruf Irsyad Kudus |
Kyai Ma'ruf kemudian mengambil sepeda unta miliknya, yang bisa beliau gunakan mengajar di Madrasah TBS Kudus dan Qudsiyah. Dikayuhnya sepeda butut tersebut ke arah Utara. Ternyata, beliau pergi ke ndalem (rumah) KH. Arifin Fanani, Kwanaran, kyai pakar ilmu fiqih di Kudus.
Kyai Ma'ruf mengetuk pintu. Dibukalah pintu itu oleh KH Arifin sendiri. Kebetulan tidak sedang tindakan (bepergian). Kepada Kyai Arifin, Kyai Ma'ruf menjelaskan maksud kedatangannya; menanyakan perihal hukum yang termaksud. Mendengar itu, Kyai Arifin terkejut. Kepada Kyai Ma'ruf yang usianya lebih sepuh puluhan tahun, Kyai Arifin bertanya:
"Panjenengan kok dibela-belain datang ke sini, menaiki sepeda sendirian. Alangkah baik umpama cukup lewat telepon saja, yi,"
"Ilmu itu didatangi, dan dia tidak (patut) mendatangi," kata Kyai Ma'ruf.
Source: Tub Ya Waladie
