Korelasi Hukum Klausalitas dengan Kaidah Asbabun Nuzul
Cari Berita

Advertisement

Korelasi Hukum Klausalitas dengan Kaidah Asbabun Nuzul

Duta Islam #04
Jumat, 25 Mei 2018
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Penjelasan hukum klausalitas dan asbabun nuzul
Dalam kesejarahan ilmu tafsir, kajian tentang asbabun nuzul menjadi salah satu piranti dalam memahami pesan-pesan yang terkandung dalam Al-Quran. Sebab, asbabun nuzul berkaitan serta bersentuhan langsung dengan peristiwa atau kejadian yang melatarbelakangi turunnya sebuah ayat. Sehingga, asbabun nuzul menempati peran penting dalam menetapkan sebuah hukum.

DutaIslam.Com - Redaksi ayat yang bersifat umum memuat maksud dan cakupan yang tidak terbatas pada kasus yang berkaitan dengan turunnya ayat. Sering kali kita bertanya apakah pemahaman suatu ayat berdasarkan dilalah lafadznya atau berdasarkan kekhususan asbabun nuzulnya? Perdebatan ulama mengenai dasar dan peran sebab akibat dalam konteks asbabun nuzul suatu ayat mencapai puncaknya dengan lahirnya dua teori yang saling berhadapan.

(1)العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب  (Yang menjadi acuan adalah keumuman kandungan lafadz, bukan kekhususan sebab)

(2)العبرة بخصوص السبب, لا بعموم اللفظ  (Yang menjadi acuan adalah kekhususan sebab, bukan keumuman lafadz).

Dalam menelaah suatu respon atau jawaban dari sebuah pertanyaan atau sebab mengandung dua kemungkinan.Pertama, bentuk jawaban yang sangat terikat dengan sebab yang ada. Misal, jawaban "Ya" atau "Tidak" sangat terkait dengan pertanyaannya.

Orang tidak akan bisa memahamai kata "Ya" dan "Tidak" dalam jawaban tersebut, kalau tidak dihubungkan langsung dengan maksud dari pertanyaannya. Maka, formulasi untuk memahami jawaban-jawaban yang terikat dengan sebab yang ada, harus sesuai dengan sebabnya.

Namun, andaikan sebab yang ada bersifat khusus, seperti prihal orang yang menanyakan kebolehan air laut untuk berwudhu. Misalnya, jawaban yang didapatkan dari pertanyaan tadi (Apakah boleh hukumnya berwudhu’ dengan air laut?) adalah "Ya", maka hukum yang terkandung dalam jawaban tersebut berlaku untuk pribadi penanya dan orang lain. Sebab, diksi pertanyaannya bersifat umum.

Kedua, sebuah jawaban atau suatu respon jawaban tidak terikat sebab yang ada. Di mana diksi yang digunakan berdiri sendiri atau menjadi respon dari sebuah pertanyaan bebas. Ketentuan atau kaidah yang berlaku pada bagian yang kedua ini adalah sebagai berikut:

Jika diksi yang digunakan dalam menjawab pertanyaan tersebut bersifat khusus, hukum yang terkandung di dalamnya juga bersifat khusus walaupun sebabnya umum. Kita ambil sebuah contoh, seseorang yang bertanya kebolehan menggunakan air laut untuk berwudhu, Apakah diperbolehkan berwudhu dengan air laut?. Lantas pertanyaan tersebut dijawab dengan menggunakan diksi “Boleh untukmu berwudhu dengan air laut”. Dilalah redaksi jawaban tersebut menunjukan hukum yang khusus bagi penanya seorang. Sehingga, orang lain tidak masuk dalam cakupan hukum yang terkandung di dalamnya.

Berbeda jika redaksi jawaban bersifat umum, sedangkan asbabun nuzulnya bersifat khusus. Dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat apakah hukum yang terkandung di dalamnya bersifat umum karena melihat keumuman lafadznya atau hukumnya bersifat khusus karena dikembalikan pada kekhususan sebabnya?.

Perbedaan Pandangan Ulama

Jumhur ulama menilai bahwa yang menjadi pertimbangan adalah keumaman lafadznya, meskipun sebab yang melatarbelakangi bersifat khusus. Sehingga, hukum yang tersurat di dalamnya berlaku umum, tidak terbatas pada peristiwa atau pribadi tertentu. Misal, ayat tentang dzihar yang merupakan rekam jejak peristiwanya Salman bin Sakhr, ayat li'an yang sebab turunnya berkaitan dengan kejadian yang dialami sahabat Hilal bin Umayyah dan 'Uwaimir, dan ayat-ayat lain yang berkaitan dengan peristiwa tertentu. Akan tetapi, hukum yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut juga berlaku pada kasus-kasus lain yang serupa.

Ada tiga alasan mendasar para ulama berpegang pada kaidah keumuman lafadz, bukan pada kekhususan sebab (العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب).

1. Sebab yang berhubungan dengan suatu ayat berfungsi sebagai poenjelas, sedangkan peran penting dalam menetapkan hukum berdasarkan lafadz ayatnya. Mengutip pendapatnya Imam Syafi'i, bahwa lafadz ayat mempunyai peran penting dalam menggali suatu hukum (إن السبب لا يصنع شيئا إنما تصنعه الألفاظ).

2. Secara mendasar, dilalah lafadz bersifat umum kecuali ada dalil lain yang mengarahkan pada kekhususan kandungan lafadz tersebu atau ada qorinah yang membatasi keumuman lafadznya. Faktanya, menurut Imam Ibnu Taimiyah, tidak sedikit ayat-ayat yang berhubungan dengan persoalan tertentu, namun penerapannya berlaku untuk umum, tidak terbatas pada persoalan atau kasus tertentu. Misalnya Surat al-Maidah ayat 49 yang menjelaskan tentang prinsip dasar keadilan dalam memutuskan suatu perkara.

Pada mulanya, ayat tersebut diturunkan untuk memotret peristiwa yang dialami Nabi Muhammad terkait kasus Bani Quraidzah dan Bani Nadhir. Di mana kedua kelompok tadi bersiteru mengenai suatu masalah tertentu. Akan tetapi, kandungan ayat tersebut berlaku secara umum, bahwa dalam memutuskan suatu perkara harus belaku adil, di manapun dan kapanpun.

3. Yang menjadi pegangan para sahabat nabi serta para ulama dari masa ke masa dalam menetapkan hukum bukan terpaku pada sebab yang melatarbelakangi, melainkan pada teks suatu ayat.

Di satu sisi, ada ulama lain yang berpegangan bahwa kekhususan sebab lah yang menjadi prioritas dalam memahami hubungan sebab akibat dalam konteks asbabun nuzul, bukan keumuman lafadznya. Dengan begitu, hukum yang terkandung dalam suatu terbatas pada peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat tersebut. Persoalan lain yang mempunyai kesamaan, dapat digali hukumnya melalui jalur qiyas kalau syarat dan ketentuan pemberlakuan qiyasnya terpenuhi.

Dalam hal ini, penetapan hukum tidak hanya berlandaskan keumuman lafadz suatu ayat, tapi bisa diteropong melalui dalil-dalil lain yang masih berkaitan dengan ayat tersebut. Jadi, kandungan suatu ayat bersifata umum dan tidaknya, bukan hanya berrdasarkan sisi lafadznya, melaikan ada dalil-dalil lain yang mengarahkan pada keumuman kandungan makna suatu ayat. [dutaislam/in]

Artikel Dutaislam.com

Demikian penjelasan mengenai korelasi hukum klausalitas dengan kaidah. Adapun asbabun nuzul Surat al-Alaq ayat 1-5 beserta penjelasan ayatnya, silahkan baca di artikel berikutnya.

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB