Kisah Mbah Semboja, Murid Cinta Mati Mbah Sabilan (Demaan, Jepara Kota)
Cari Berita

Advertisement

Kisah Mbah Semboja, Murid Cinta Mati Mbah Sabilan (Demaan, Jepara Kota)

Duta Islam #01
Sabtu, 25 Februari 2023
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
makam mbah sabilan dan mbah semboja demaan
Makam Mbah Sabilan di Demaan, Jepara Kota. Foto: dutaislam.com.


Oleh M. Abdullah Badri


Dutaislam.com - Orang beriman paling selamat adalah mereka yang mencintai dzurriyah (keturunan) Rasulullah Saw., seburuk apapun perangainya. Sebaliknya, orang yang membenci dzuriyah Rasulullah Saw. akan memiliki anak cucu yang lebih membenci kepada para dzurriyah Rasulullah Saw.


Itulah salah satu prinsip dan pesan penting dari Mbah Semboja, murid Mbah Sabilan, Demaan, Jepara Kota. Nama aslinya Karsito. Karena ia suka sekali menanam pohon Kamboja, orang-orang pun mengenalnya dengan sebutan Mbah Semboja. 


Baca: Silsilah Mbah Sabilan, Demaan, Jepara Kota


Ia lahir di Desa Tlare sebagai pemeluk Agama Hindu dan Budha, yang dulu sangat memercayai kakuatan misterius roh halus dari sesajen, seperti lazimnya penduduk Jawa kala itu. Ajaran Islam dan penganutnya belum berkembang pesat. Islam dianggap ajaran baru, aneh, dan mengundang curiga. Ajaran kekristenan pun belum dikenal luas sebagai agama baru.  


Wajahnya mirip Mbah Saridin Syaikh Jangkung: agak kurus, tapi pipinya berisi. Rambutnya setengah gundul dan selalu pakai ikat warna putih. Ikat itu pemberian dari Mbah Sabilan, yang baginya sangatlah berharga. Profesi Mbah Semboja peternak ayam. Sehari-hari ia membesarkan ternak yang biasa dia jual ke pasar. Saat rehat, waktu luangnya diisi dengan memancing ke laut. 


Suatu hari, saat asyik memancing di laut, ia bertemu seorang lelaki misterius yang memerintahkan berhenti memancing ikan di laut, dengan janji akan diberi lebih banyak ikan tanpa harus sibuk memancing. 


"Kamu siapa?" Tanya Karsito.


"Aku Khidhir, Nabinya umat Islam".


"Nabi itu apa?"


"Nabi ya Nabi," jawabnya singkat.


"Kamu ke perahuku naik apa? Terdampar kah? Kok sampai sini?"


"Iya, aku terdampar"


"Kamu, berhentilah memancing! Hidupmu tidak untuk mancing. Kamu tidak cocok sebagai pemancing. Mengabdilah sebagai pecinta Habib Sabilan. Nanti kukasih ikan lebih banyak". 


"Siapa dia? Aku tidak kenal," jawab Karsito.


"Kalau sudah waktunya, kamu akan dihampiri sebuah kejadian untuk bertemu dengannya". 


Tak lama, sekitar sepekan setelahnya, Mbah Semboja menagih hutang kepada pelanggan ayamnya. Bukannya dilunasi, ia malah dipukul hingga babak belur. Tiba-tiba saja Habib Sabilan muncul menolongnya. Ia pun diberi pakaian bagus dan makanan yang enak-enak. Tak lama setelahnya, ia disyahadatkan oleh Mbah Sabilan. Mulai dari sinilah ia menjadi seorang muslim yang langsung niat mengabdi kepada Mbah Sabilan, sesuai amanat Nabi Khidhir. 


Saat belajar Islam dan nyatri, nderekke Mbah Sabilan, Mbah Semboja sudah berusia sepuh, sekitar 70an tahun. Tergolong terlambat untuk belajar syariat Islam. Tapi, cintanya kepada Ndoro Habib (panggilan Semboja ke Habib Sabilan) sudah melewati batas wajar manusia biasa. Saking hormatnya, Mbah Semboja tidak mengetahui nama asli Habib Sabilan. Apalagi nama istri dan putra-putrinya, 


Mbah Semboja tidak bisa dibelokkan oleh ajaran lain maupun kritikan orang lain. Baginya, tidak ada ajaran agama yang luwih becik (lebih baik) selain ajaran yang didakwahkan oleh Mbah Sabilan, yakni Islam Ahlusunnah wal Jama'ah


Kuat Memegang Ajaran Tauhid

Pada waktu muda, Mbah Semboja sudah mengikuti banyak ajaran, yang menurut pengalamannya tidak sebaik yang diajarkan oleh Ndoro Habib Sabilan. Misalnya, ia pernah menjajal makanan sesajen di bawah pohon, yang menurut keyakinan banyak orang bisa mengakibatkan mati mendadak. Nyatanya, setelah dimakan pun tidak terjadi apa-apa. Mbah Semboja masih hidup hingga usia 96 tahun, mendahului Ndoro Habib Sabilan. 


Baca: Mbah Amiruddin Hamzah, Cikal Bakal Desa Potroyudan Jepara 


Mbah Semboja juga pernah memuja-muja pohon, sebagaimana lazimnya masyarakat Jawa kala itu. Akhirnya, apa yang dihajatkan pun tidak tercapai, bahkan gagal. Saking gemes dan dongkol, sesaji yang sering ia bawa sendiri ke bawah pohon besar pernah dia makan habis sendirian juga. 


Di zaman Mbah Sabilan masih hidup, ada sebuah batu yang dianggap keramat. Orang menyebutnya watu bobot (batu berat). Konon, siapa saja mampu mengangkatnya sendirian, hajatnya terkabul. Hal itu dianggap Mbah Semboja sebagai penghalang dakwah Mbah Sabilan. Para pengikut Mbah Sabilan pun, sengaja dikumpulkan untuk diajak berdoa bersama dan tawassul kepada Rasulullah Saw. agar watu bobot yang dihuni banyak demit dan jin tersebut disingkirkan. Setelah itu, bongkahan batu tersebut hilang. Terselidik, yang menyingkirkan baru itu ternyata salah satu pengikut Mbah Sabilan sendiri, muridnya, tanpa diketahui siapapun. 


Kini, batu yang sempat kembali ke dekat makam Mbah Sabilan di Demaan tersebut, tiba-tiba saja sudah pindah ke salah satu musium di Semarang, sampai sekarang. Siapa yang memindah? Tidak diketahui pasti. Konon, batu itu dicuri. Namun, raibnya watu bobot sangat baik untuk menjaga akidah umat Islam di Jepara sepeninggal Mbah Sabilan, agar pengikutnya tidak meminta-minta kepada batu tersebut, alias syirik


Maklum, waktu itu Islam masih kental bercorak kejawen dan gharib (asing). Masyarakat masih biasa memuja benda-benda mati. Padahal, benda apapun yang dipuja akan menjadi lebih kuat. Apalagi didalamnya bersemayam jin musyrik. Daripada memuja, alangkah lebih baik kita bertawassul saja kepada waliyullah seperti Mbah Sabilan, agar rahmat Allah Swt. makin kuat turun kepada lingkungan sekitar. 


Dibenci Keluarga

Sejak mengabdi kepada Ndoro Habib Sabilan, Mbah Semboja tidak disukai oleh anak cucu dan saudaranya di Tlare, hingga ia pernah mengalami stres dan stroke. Alasannya, harta benda miliknya makin habis untuk membantu dakwah guru satu-satunya tersebut. Dialah yang sebelum ngaji rutin tiap malam Ahad menyiapkan segala keperluan Ndoro Habib Sabilan. 


Apapun dia hibahkan untuk berjuang. Termasuk hasil ternak ayamnya, yang selalu dia berikan kepada Mbah Sabilan saat pengajian digelar di Langgar. Disebut Langgar karena di tempat itulah aturan dan ajaran agama tidak boleh ada yang dilanggar (dilawan). Jika semua ugo rampe (keperluan) di Langgar sudah siap, Mbah Sabilan mulai mengaji. Sementara itu, Mbah Semboja hanya mengikuti materi kajian dari pojok paling belakang. Banyak pengikut perempuan yang bergabung dalam majelis pengajian tersebut, tetapi dipisah dengan satir (penutup). Sehingga, antara laki-laki dan perempuan tidak bisa berbaur.  Banyak perempuan yang ingin dijadikan istri. Mbah Semboja tidak tahu, siapa saja nama istri gurunya tersebut. 


Baca: Mbah Joyo Rekso Laduni, Sang Penjaga Pusaka Nyai Ratu Kalinyamat Jepara


Mbah Semboja berprinsip kuat soal mencintai dzurriyah Rasulullah Saw. Ia bahkan tidak mau mendengarkan nasehat selain dari seorang habib atau sayyid. Saking cinta matinya yang kelewat batas, Mbah Semboja sempat mengambil kotoran Mbah Sabilan untuk dikeringkan dengan cara dibakar. Apapun yang berasal dari Mbah Sabilan, ia bakal terima, baik perkataan maupun barang. Diberi kopi pun, Mbah Semboja gembiranya bukan main. Ia menganggap, apapun yang diberikan oleh keturunan Rasulullah Saw. adalah keberkahan tersendiri. 


Karena itulah, meski dimusuhi keluarga, Mbah Semboja tak bergeming. Layar terus terkembang. Ia tetap membersamai sang kekasih, Sayyid Sabilan Basyaiban. Karena cintanya kepada keturunan Rasulullah Saw. itulah, selama hidup, dia sudah bermimpi ditemui Nabi Muhammad Saw. Mendengar kabar tersebut, Mbah Sabilan makin sayang kepada Mbah Semboja, yang juga mengenal tetangganya, Mbah Juminah sebagai bakul (saudagar). 


Mbah Semboja yang suka wirid Sholawat Ibrahim tersebut ingin tetap mengabdi kepada Mbah Sabilan,  hidup maupun mati. Ia wafat pada Malam Jumat saat bintang bergerak ke Arah Selatan, yang disebut sebagai Hari Lintang Penceng (Lintang Kartika), tanda musim ketujuh (Mangsa Kapitu), dimana para petani siap memindahkan bibit tanam ke lahan utama mereka.


Dibanding Mbah Sabilan, usia Mbah Semboja lebih tua separo umur. Ia pernah bercita-cita wafat di usia lebih dari 100 tahun. Menurut ajaran Mbah Sabilan, semakin tua manusia beriman berumur, semakin lah  dia mendapatkan ampunan dari Allah Swt. Usia 40an tahun adalah masa penuh-penuhnya manusia berlumur dosa. Namun, Allah Swt. hanya memberinya umur mendekati seabad saja, 96 tahun. 


Tak ada satu keturunannya yang mengikuti jejak Mbah Semboja. Hampir semua anak, cucu dan saudara memusuhinya akibat sikap tegas Mbah Semboja yang tetap menjadi pengikut setia (muhibbin) Mbah Sabilan, dzurriyah Rasulullah Saw, guru satu-satunya. Atas dasar itulah, makam Mbah Semboja yang ada di sekitar Demaan tidak perlu dicungkup dan dimasyhurkan. Wallahu a'lam. [dutaislam.com/ab]


Baca: Mbah Juminah, Saudagar Asal Tlare, Istri Kiai Amir Hasyim Mantingan, Jepara

Terjemah Hikam Athaillah

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB