Gus Baha' dan Latar Sejarah Haji Akbar
Cari Berita

Advertisement

Gus Baha' dan Latar Sejarah Haji Akbar

Selasa, 30 Maret 2021
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami

 

sejarah haji akbar wada' di zaman rasulullah
Sejarah dan Latar Haji Akbar. Foto: dutaislam.com.

Dutaislam.com - Di masa Jahiliyah, haji bukan sekadar ritual. Haji bisa menjadi sarana antar suku membangun kekuatan multinasional politik dan ekonomi. Bahkan, maklumat perdamaian antar suku (bila terjadi perang), diumumkan tiap musim haji tiba. 


Demikian keterangan Gus Baha' saat Ngaji Tafsir Jalaian Surat At-Taubah ayat 1-7 pada tahun 2009. (Download MP3 Tafsir Jalalain Gus Baha' DISINI). 


Pada tahun ke-9 hijriyah, Nabi Saw. yang sudah memiliki pengaruh besar ingin melaksanakan ibadah haji. Oleh sahabat, beliau diberi informasi kalau Ka'bah, hingga tahun itu, masih digunakan sebagai sarana thowaf dengan telanjang oleh non muslim. 


Bila menyebut ihram haji sebagai setengah telanjang, Gus Baha' tidak setuju. Pasalnya, syariat ihram itu dulunya adalah perbandingan dari mereka yang thowaf telanjang. Lebih baik berpakaian ihram daripada telanjang. 


وان لا يطوف بالبيت عريانا


Artinya: 

"Janganlah thowaf di Baitul Haram secara telanjang". (Kata Sayyidina Ali bin Abi Thalib). 


Saat musim haji inilah, tatacara berhaji yang baru, dibahas secara multilateral antar suku. Abu Jahal tidak setuju usulan Nabi Muhammad Saw. yang meminta supaya thawaf dengan pakaian dengan alasan: Allah lebih suka bagian yang murni daripada yang ditutuo, seperti tubuh. Ia mempertahankan tradisi thowaf tanpa pakaian. 


Baca: Gus Baha': Pemimpin Islam Pasti Sekuler dalam Berpolitik


Bagu Gus Baha', cara berpikir ala Abu Jahal ini mirip dengan mereka yang baru belajar filsafat. Seolah, baju di tubuh adalah pembalut kemunafikan. Abu Jahal juga berkata demikian. Ia menyebut, baju adalah sarana keangkuhan atau kemunafikan. Maka, saat thowaf, kata Abu Jahal, baju harus ditanggalkan. 


Tapi, karena tradisi tersebut tidak didukung oleh suara koalisi besar mayoritas, akhirnya dihilangkan dan diganti dengan hukum Islam. Standar haji pun diubah ke standar haji ala Islam. Itulah makna dari ayat: 


وَأَذَانٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ۙ وَرَسُولُهُ


Artinya: 

"Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin". (QS. At-Taubah: 3) 


Makanya, ketika haji Wada', Nabi Muhammad Saw. bersabda, yang salah satu isinya menyatakan, 


أضعه تحت قدمي هذه


Artinya: 

"Aku memendamnya (hukum jahiliyah) di bawah telapak kakiku ini". 


Sejak itulah, Ka'bah yang dulu milik bersama diganti menjadi milik umat Islam hingga sekarang. Yang berhaji hanya umat Islam. Tidak ada ajaran di agama lainnya, seperti didokumenkan dalam Al-Quran: 


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَٰذَا


Artinya: 

"Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini". (QS. At-Taubah: 28). 


Baca: Gus Baha': Abu Jahal Tidak Berhasil Membunuh Rasulullah Saw


Selengkapnya, silakan download MP3 Ngaji Gus Baha' Surat At-Taubah 1-7, untuk mendengarkan detail. [dutaislam.com/ab]


Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB