Kisah Inspiratif Jan Koum, Penemu WhatsApp Hingga Dibeli Facebook Rp. 247 T
Cari Berita

Advertisement

Kisah Inspiratif Jan Koum, Penemu WhatsApp Hingga Dibeli Facebook Rp. 247 T

Jumat, 17 Januari 2020
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
siapa penemu whatsapp
Penemu WhatsApp. Foto: istimewa.

Dutaislam.com - Setiap hari kita pakai WhatsApp (WA). Bersilahturahmi, bertukar informasi, bercanda dan sebagainya. Tapi tentu jarang yang tahu siapa sesungguhnya penemu WA.

Inilah kisah inspiratifnya.

Ia lahir dan dibesarkan di Ukraina dari keluarga yang relatif miskin. Di usia 16 tahun, ia nekat pindah ke Amerika, demi mengejar apa yang dikenal sebagai "American Dream".

Pada usia ke-17, ia hanya bisa makan dari jatah pemerintah, nyaris menjadi gelandangan. Tidur beratap langit, beralaskan tanah. Untuk bertahan hidup, dia bekerja sebagai tukang bersih-bersih supermarket.

Hidupnya kian terjal saat ibunya didiagnosa kanker. Mereka bertahan hidup hanya dengan tunjangan kesehatan seadanya. Ia lalu kuliah di San Jose University. Tapi kemudian memilih drop-out, karena lebih suka belajar programming secara autodidak.

Karena keahliannya sebagai programmer, pemuda tersebut diterima bekerja sebagai engineer di Yahoo!. Ia bekerja di sana selama 10 tahun. Di situ, ia berteman akrab dengan Brian Acton. Keduanya membuat sebuah program aplikasi di tahun 2009, setelah resign dari Yahoo!.

Keduanya sempat melamar ke Facebook yang tengah menanjak popularitasnya saat itu, namun dia ditolak.

Facebook mungkin kini sangat menyesal pernah menolak lamaran mereka karena setelah beberapa tahun, program aplikasi mereka justru resmi dibeli Facebook dengan harga yang fantastis, yakni USD 19 Miliar (sekitar Rp. 247 Triliun).

Pemuda itu bernama Jan Koum, pendiri "WhatsApp" yang fenomenal dan kita sering menikmatinya hingga saat ini.

Beberapa tahun lalu, Jan Koum melakukan ritual yang mengharukan. Ia datang ke tempat dimana ia dulu saat berumur 17 tahun, setiap pagi antri untuk mendapatkan jatah makanan dari pemerintah. Ia menyandarkan kepalanya ke dinding tempat ia dulu antri. Mengenang saat-saat sulit, di mana bahkan untuk makan saja ia tidak punya uang.

Pelan-pelan, air matanya meleleh. Ia tidak pernah menyangka perusahaannya dibeli dengan nilai setinggi itu. Ia pun mengenang ibunya yang rela menjahit baju buat dia demi menghemat.

"Tak ada uang, Nak," keluh ibunya. Ia menyesal tak pernah bisa mengabarkan berita bahagia ini kepada ibunya. [dutaislam.com/ab]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB