Keanehan Ra Lilur Saat Gus Dur Silaturrahim
Cari Berita

Advertisement

Keanehan Ra Lilur Saat Gus Dur Silaturrahim

Senin, 13 Januari 2020
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
cerita gus dur bertemu ra lilur
Cerita Ra Lilur bertemu Gus Dur.

Oleh Moch Rokib Gusro

Dutaislam.com - Pada awal tahun 2002, setelah lengser dari tahta kepresidenan, Gus Dur pergi ke Bangkalan untuk sowan kepada Ra Lilur. Uniknya, ketika duduk bersama, keduanya memakai bahasa daerahnya masing-masing.

Ra Lilur memakai bahasa Madura khas sedangkan Gusdur memakai bahasa Jawa. Meski begitu beliau berdua terlihat saling memahami dan "nyambung" satu sama lain. Kala itu Gusdur curhat pada Ra Lilur bahwa ia baru saja dikhianati oleh kawan politiknya. Ra Lilur menjawab:

"Iyeh be'eng jiyah lok engak dek Mbah Kholil. Lok toman nyelase dek Mbah Kholil," kata beliau.

(Iya. Itu karena anda lupa ke Mbah Kholil, tidak pernah berziarah ke Mbah Kholil)

Di akhir pertemuan Ra Lilur memberi uang, minyak tawon dan sebuah wiridan untuk GusDur.

Sekitar tahun 2008, Gusdur sowan lagi kepada Ra Lilur. Kala itu beliau ditemani pak Ahmadi -cagub Jatim waktu itu-. Pada pertemuan itu, Ra Lilur malah berdoa dengan bahasa yang tidak bisa dipahami oleh tamu-tamunya. Ketika ditanyakan kepada Yenny Wahid, mbak Yenny menjawab:

"Kata bapak, itu adalah bahasa Ibrani".

Karomah dan Keajaiban Ra Lilur
Ini mungkin adalah sisi yang paling menonjol dari Ra Lilur. Beliau adalah sosok yang unik, misterius dan sulit ditebak. Banyak keajaiban yang pernah diriwayatkan tentang beliau, mulai dari mobil yang beliau tumpangi bisa berjalan hanya dengan diisi dua botol sprite, kebiasaan beliau tidur dan bertapa di tengah lautan, kefasihan beliau dalam berbahasa Mandarin hingga kemampuan beliau memberi suatu isyarat tentang apa yang akan terjadi di masa depan.

Pada tahun 1995, menjelang kelahiran Muhammad Ismail Al-Ascholy (En), Ra Lilur tiba-tiba saja mengirim surat berbahasa Arab kepada abah En Kh. Mas Ali Ridho yang intinya meminta beliau untuk menulis terjemah Alfiyah.

Ketika baru seperempat jalan menjalankan tugas dari Ra Lilur itu, Mas Ali Ridho berangkat Umroh. Beliau lantas menanyakan kepada seorang ulama di Makkah tentang "arti" perintah Ra Lilur itu. Ulama itu menjawab bahwa itu adalah pertanda bahwa Mas Ali Ridho akan mempunyai putra setelah 8 tahun tidak mempunyai keturunan.

Benar saja, tak lama setelah itu Ny.Muthmainnah hamil. Akan tetapi berita gembira ini disimpan rapat-rapat oleh keluarga. Waktu itu Hanya KH. Abdullah Schal, Ny. Sumtin, dan ummi Mas Ali Ridho yang tahu.

Meski begitu, pada bulan ke 4 kehamilan Ny. Mut, Ra Lilur tiba-tiba mengirim air kemasan ke Demangan melalui H. Husni dengan pesan:

"Berikan air ini ke Kak La (KH. Abdullah Schal). Minumkanlah kepada putrinya yang hamil itu, minumkan juga pada si bayi jika ia sudah lahir".

Tentunya KH. Mas Ali Ridho kaget dan bertanya-tanya bagaimana bisa Ra Lilur tahu berita yang sangat dirahasiakan itu?

Perintah Ra Lilur kepada KH. Ali Ridho itu bukan hanya isyarat beliau akan mendapatkan seorang putra. Lebih dari itu, Ra Lilur sudah memberikan "kode" bahwa kelak putranya itu akan menjadi seorang penulis hebat.

Sekarang terbukti sudah, Sang Putra Muhammad Ismail Al-Ascholy berhasil menjadi seorang penulis produktif yang mempunyai karangan puluhan nadhom dan kitab berbahasa Arab pada usia yang masih sangat muda.

Kepergian Waliyullah
"Sebelum beliau wafat apakah beliau pernah mengeluh sakit?" Tanya saya kepada Hj. Mus, khadim yang menyaksikan detik-detik meninggalnya Ra Lilur.

"Tidak. Pada malam itu bahkan beliau masih sempat bercanda bersama kami.. Beliau meminta kami untuk membaca sholawat. Minimal 100 kali," jawabnya.

Di malam itu Ra Lilur memang tiba-tiba berkata kepada Hj. Mus dan keluarganya yang ada di musholla:

"Ayo turun semua. Sekarang malam terakhir. Sebagai manusia, perbanyaklah membaca sholawat," pesan Ra Lilur.

Beliau lalu tidur-tiduran di samping mushalla sambil memandang khodimnya dengan senyuman yang begitu indah. Sang khodim tentu heran melihat "gelagat" aneh Ra Lilur itu.

Beliau lalu mengganti pakaiannya, padahal beliau sangat jarang mengganti pakaian di malam hari. Beliau kemudian berkata kepada sang khodim.

"Saya mau tidur ya. Saya jangan ditinggal. Jangan kemana-mana," kata beliau.

"Tumben panjenengan minta saya untuk tetap disini yai? Biasanya njenengan kan meminta saya untuk keluar ketika mau tidur?" Tanya khadimnya.

Ra Lilur diam tak menjawab. Beliau lalu rebahan, menselonjorkan kedua kakinya, bersedekap, menarik nafas dua kali lalu menghembuskannya. Hembusan nafas yang ternyata adalah yang terakhir dari sang waliyullah.

Malam itu, sekitar pukul 22:00, Selasa 24 Rajab 1439 H. tidak ada yang menyangka bahwa Ra Lilur wafat. Beliau akhirnya benar-benar "tidur" dan meninggalkan dunia untuk selama-selamanya, setelah sepanjang hidupnya berjuang untuk menjauhi dan meninggalkan gemerlap dunia dengan hati, perilaku dan pikirannya.

Sebuah akhir yang tidak "mengejutkan" untuk sosok seperti beliau. Akhir yang begitu indah tanpa rasa sakit seakan beliau memang benar-benar berpamitan untuk tidur dan beristirahat sejenak. [dutaislam.com/ab]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB