Pendapat Kontekstual Tentang Bolehnya Mengucapkan Selamat Natal
Cari Berita

Advertisement

Pendapat Kontekstual Tentang Bolehnya Mengucapkan Selamat Natal

Minggu, 22 Desember 2019
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
selamat natal hukum fiqih ulama bagaimana
Hukum mengucapkan Selamat Natal menurut ulama-ulama mutaakkhirin.

Oleh Ahmad Muntaha AM

Dutaislam.com - Sudah clear, bahwa hukum seorang muslim mengucapkan selamat natal (dan semisalnya) merupakan permasalahan khilafiyah atau yang diperselisihkan hukumnya di kalangan ulama Ahlussunah wal Jamaah. 

Di antara ulama yang melarangnya adalah al Khatib As Syirbini (w. 977  H), pakar Fikih Syafi'i kota Kairo ini dalam Mughni Al Muhtaj (IV/255) menyatakan:

ومن هنأه بعيده

Artinya:
"Dan hendaknya Imam menghukum orang yang memberi ucapan selamat hari raya kepada non muslim dzimmi."

Demikian pula Ibn al Qayyim al Jauziyah (w. 751 H) dalam kitabnya Ahkam Ahl ad Dzimmah (I/441). 

Meski demikian, dalam lingkungan Ahlussunah wal Jamaah rumusan itu tidak menjadi kesimpulan hukum yang tunggal. Banyak ulama lain yang berbeda pandangan. 

Sebagai misal, as Syahid al Imam as Syaikh Muhammad Sa'id Ramadhan al Buthi (w. 1434 H/2013 M), ulama besar negeri Suriah yang secara tegas menyatakan kebolehan mengucapkan selamat hari raya kepada non muslim. Dalam kitab Musyswarat wa Fatawa (II/226) beliau menyatakan:

لا مانع من تهنئة أهل الكتاب بأفراحهم وأعيادهم وأي مناسبة من مناسبة الأفراح لديهم وتعزيتهم بأحزانهم. ولكن المحرم هو أن تشترك معهم في شيء من عبادتهم. 

Artinya:
"Tidak ada alasan syar'i yang mencegah kebolehan memberi ucapan selamat kepada non muslim Ahli Kitab atas berbagai kebahagiaan, hari raya, momentum kebahagiaan apapun bagi mereka, dan bertakziah dalam kedukaan mereka. Namun yang haram adalah anda bersama-sama melakukan salah satu ibadah dari berbagai ibadah mereka bersama mereka."

Jadi menurut ulama yang mendapat penghormatan besar di dunia Islam ini, mengucapkan selamat hari raya kepada non muslim hukumnya boleh, tidak haram, apalagi merusak akidah. Yang penting tidak mengikuti ibadah atau ritual kebaktiannya.

Pendapat al Buthi ini juga dapat dikonfirmasi dalam kitabnya yang lain, Istifta an Nas (10).

Bila telah kita ketahui bahwa faktanya hukum mengucapkan selamat natal memang benar-benar merupakan permasalahan yang diperselisihkan, semestinya tidak boleh lagi ada sikap saling menyalah antara satu orang dengan lainnya karena perbedaan pendapat yang ada.

Bagi saya, pendapat Al-Buthi ini dapat menjadi rujukan alternatif yang lebih kontekstual untuk umat Islam di Indonesia demi menjaga keharmonisan kehidupan berbangsa di tengah segala dinamika dan pluralitasnya.

Sebagaimana pendapat ini juga menjadi referensi Fikih Kebangsaan (Jilid 1), Merajut Kebersamaan di Tengah Kebhinnekaan (95-61), karya Tim Bahtsul Masail Himasal (Himpunan Alumni Santri Lirboyo) yang sedang serius mengembangkan kajian fikih kebangsaan demi terjaganya negeri Indonesia yang damai, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. [dutaislam.com/ab]

Sumber:

  1. Muhammad bin al Khatib as Syirbini, Mughni al Muhtaj ila Ma'rifah Ma'ani Alfazh al Minhaj, (Bairut: Dar al Ma'rifah, 1418 H/1997 M), VI/255.
  2. Ibn Qayyim al Jauziyah, Ahkam Ahl ad Dzimmah, I/441.
  3. Muhammad Sa'id Ramadhan al Buthi, Musyswarat wa Fatawa, II/226.
  4. Muhammad Sa'id Ramadhan al Buthi, Istifta an Nas, 10.
  5. Tim Bahtsul Masail Himasal, Fikih Kebangsaan Merajut Kebersamaan di Tengah Kebhinnekaan, I/95-61.

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB