Makna Rahmatan Lil Alamin dan Ayat Jihad yang Disalahpahami
Cari Berita

Advertisement

Makna Rahmatan Lil Alamin dan Ayat Jihad yang Disalahpahami

Selasa, 24 Desember 2019
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
sababun nuzul ayat kewajiban berjuang dan berjihad di jalan allah
Makna Rahmatan Lil Alamin yang Dipahami Salah. Ilustrasi: istimewa. 

Oleh Lia Fadhliyah

Dutaislam.com - Berbicara mengenai Islam di Indonesia saat ini, tidak lepas dari pro dan kontra dengan aliran-aliran yang berkembang didalamnya. Antara golongan yang terlalu menganggap Al-Quran dan Sunnah-Nya sebagai pegangan yang tidak boleh dilepaskan oleh umat Islam (lebih sering disebut dengan golongan kanan atau kaum radikal), dan golongan yang menganggap Islam sebagai formalitas sebuah agama.

Islam sendiri merupakan agama rahmatan lil alamin, agama yang penuh dengan kedamaian, sebagaimana disebutkan dalam wahyu-Nya QS. Al-Anbiya’ ayat 107, yang berbunyi:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Artinya:
"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam". (QS. Al-Anbiya: 107).

Di satu kesempatan seminar, pakar tafsir Al-Quran Indonesia sekaligus Wakil Rektor II, Dr. Phil Sahiron Syamsuddin, M.A, menjelaskan bahwa salah satu mufassir era klasik, At-Thabari, menafsirkan kata alamin sebagai lafdzun amm wa yuraadibihi amm. Makna ayat di atas itulah yang jadi hal pertama penyebab radikalisme dalam Islam.

Maksudnya, lafadz alamin dalam ayat di atas adalah lafadz umum, yang dikendaki pun umum, yaitu seluruh makhluk-Nya, termasuk manusia baik yang muslim maupun yang kafir (li mukminihim wa kaafirihim).  Dalam hadits pun disebutkan "laa yadkhulul jannah illa rahim". Begitu juga dengan para mufassir lain sebagian besar tafsirannya sama dengan At-Thabari.

Namun, seperti yang sudah dijelaskan tadi, bahwa ada sebagian masyarakat yang kurang bisa memahamai konteksnya, sehingga menganggap komunitas atau orang-orang yang tidak menganut Islam harus diberantas dan diperangi.

Mereka menafsiri lafadz alamin hanya untuk umat Islam saja. Tidak sedikit dari mereka yang memaknai suatu ayat begitu saja, tanpa mengambil sumber dari ulama-ulama terdahulu, baik era klasik maupun kontemporer. Apalagi mengklarifikasi apakah ayat atau lafadz yang ditafsirkan itu benar atau salah. Baca: Jihad dan Respon Islam Terhadap Radikalisme.

Kedua, melihat kondisi umat Islam yang kian hari kian tak menentu, menganggap ini bid’ah, itu haram, golongan A kafir, golongan B bertindak tidak seseuai syariat Islam, dan lain sebagainya hingga muncul gerakan radikalisme dan terorisme, pada dasarnya bersumber dari ayat yang dianggap oleh golongan radikal sebagai perintah untuk berperang, membunuh orang kafir (baca: orang non islam).

Mereka (kaum radikal) memahaminya literalis dan menafsirkannya secara tekstual, tidak dipelajari munasabah ayatnya, juga ilmu-ilmu lain yang berkaitan. Ayat yang dimaksud adalah QS. Al-Hajj ayat 39-40, yang berbunyi:

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ

الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ

Artinya :
39. Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu,

40. (Yaitu) Orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa.”

Dr, Phil. Sahiron Syamsudin memaparkan bahwa seluruh ayat di dalam Al-Qur’an pada hakikatnya terbagi menjadi dua, yakni ayat muhkam dan mutasyabih. Ayat muhkam sendiri menurut pandangan beliau merupakan ayat yang bisa diterima oleh akal (tidak bertentangan dengan ide moral), sedangkan ayat mutasyabihat adalah ayat yang secara logika bertentangan dengan ide moral, sehingga perlu penafsiran lebih lanjut.

Dalam konteks ini, ayat perang merupakan ayat mutasyabihat yang perlu diperjelas maksud dan tujuannya, perlu pemaknaan lebih mendalam, juga penafsiran dengan ilmu-ilmu bantu lainnya. Semua ayat tentang perang seharusnya berada dibawah koridor QS. Al-Hajj ayat 39-40.

Mengapa penulis katakan seharusnya? Karena faktanya tidak semua orang mengerti tentang ini, sehingga tidak melihat dasar pokok ayatnya, langsung menafsirkan begitu saja.

Dilihat secara historisnya, asbabul nuzul dari ayat tersebut adalah ketika umat Islam yang berada di Madinah ingin mengunjungi saudaranya yang berada di Makkah, namun diperbatasan Makkah dan Madinah, mereka selalu dihadang dan tidak diperbolehkan memasuki kota Makkah oleh kaum kafir Quraiys.

Kejadian itu berulang kali hingga tidak sedikit sahabat yang melapor kepada Rasulullah Saw.. Rasul hanya menjawab “Isbhiruu, ishbiruu ..” hingga suatu ketika ada seorang sahabat yang hilang kesabarannya sampai-sampai ia mengatakan bahwa Muhammad adalah seorang pecundang, karena tidak bisa berbuat untuk umatnya. Barulah ayat tersebut turun.

Dari sisi linguistik, kata udzina berarti diizinkan. Dalam kaidah ilmu Nahwu, lafadz tersebut merupakan mabni majhul. Artinya, subjek dalam kalimat tersebut tidak ditampakkan. Hal tersebut menunjukkan jelas bahwa Allah dan Rasul-Nya sendiri tidak suka peperangan.

Dia tidak menunjukkan diri-Nya dalam QS. Al-Hajj ayat 39-40 dikarenakan malu. Islam yang mengajarkan kedamaian kenapa harus mengajarkan kekerasan dan menyelesaikan masalah dengan peperangan.

Ibrah dari semua itu, di era yang semakin hari semakin diambang ketidakjelasan, bentengi diri kita dan keluarga kita dari hal-hal yang tidak jelas sumbernya (baca: hoax). Tanamkan ideologi dan keyakinan berpaham ahlussunnah wal jamaah An-Nahdiyyah. [dutaislam.com/ab]

Lia Fadhliyah, penulis adalah mahasiswi,
berdomisili di Jalan KH. Ali Maksum Tromol Pos 5 Krapyak,
Panggungharjo, Sewon, Bantul

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB