Diagnosa Kiai Marsudi Syuhud Terhadap Penyakit Radikal dan Polemik Pelarangan Cadar
Cari Berita

Advertisement

Diagnosa Kiai Marsudi Syuhud Terhadap Penyakit Radikal dan Polemik Pelarangan Cadar

Duta Islam #03
Kamis, 07 November 2019
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Ketua PBNU Kiai Marsudi Syuhud. Foto: Istimewa.
DutaIslam.Com - Ketua PBNU Kiai Marsudi Syuhud hadir menjadi salah satu pemateri dalam diskusi "Siapa yang Radikal?" di program ILC TVOne, Selasa (05/10/2019) malam. Kiai Marsudi mengkritik pelarangan cadar yang diwanakan oleh Menah Facrul Razi dan mencoba mendiagnosa radikalisme di Indonesia.

"Mentri Agama mendiagnosa penyakitanya agama radikal. Tapi obatnya melarang cadar. Apa dan siapa yang radikal? belum kejawab ini karena apa? penyakit radikal didiagnosa ketemu obatnya adalah melarang cadar. Itu seperti panas, Pak Karni, dikasih obatnya es. Biar cepet turun. Padahal panas itu mungkin akibat dari sakit tenggorokan atau yang lainnya. Ya ada sih karena sangat panas maka dikompres pakai es, ada sih bahwa yang radikal itu pakai cadar. Tapi itu bukan obatnya pak," ujar Kiai Marsudi.

Kiai Marsudi juga menyindir Menag yang telah membuat heboh. Menurut Kiai Marsudi, yang heboh di awal biasanya tidak hasilnya. Namun beliau mengumpamakannya dengan gledek.

"Walaupun suarnya sampai kayak gledek suaranya di negeri ini, tapi biasanya kala gledeknya kenceng, biasanya ini, itu nggak turun hujan.
Contohnya ini, dulu jaman mentrinya Pak Lukman, anginnya kenceng tuh, tapi nggak turun hujan juga," katanya.

Menurut Kiai Marsudi, radikalisme muncul karena upaya mempertahankan khilafiyah dengan kekerasan.

"Coba kita lihat, Indoensia mayoritas sudah sepakat, negara ini berdasarkan Pancasila, misalnya. Ada orang yang kemudian berpendapat tidak setuju dan ingin merubahnya, secara radikal, terus ngomong, dan seluruh dalilnya, dan dipertahankan dengan cara radikal "Orang yang termasuk kerja di negara pancasila boleh dinubuh", terjadilah. Ini berarti sesungguhnya dia lagi memeprtahankan pendapat yang khilafiah dengan cara kekerasan," papar Kiai Marsudi.

"Ada lagi orang yang mempertahankan bahwa orang Indonesia cara beragamanya belum benar. Masih dianggap kafir. "Pertahankan itu", maka membunuh orang oleh orang yang punya paham ini dilakukan, terjadilah. Ini adalah mempertahankan khilafiah," sambungnya.

Selain itu, lanjut Kiai Marsudi, ada yang mempertahankan khilafiah secara pemikiran. Hal itu menurut Kiai Marsudi memang khilafiah tapi penyakitnya adalah pemahaman dan pemikiran.

"Penyakit pemahaman dan pemikiran ya obatnya harus mencari vaksin-vaksin untuk melumpuhkan atau meminimalisasi tentang penyakit ini. Apa itu? ya tentang pemahaman itu. Ya pemahaman obatnya, bukan melarang niqob atau cadar. Bukan hanya itu, bukan!" ujar Kiai Marsudi.

Kiai Marsudi melanjutkan, ketika pemahaman khilafiah dipertahankan hingga memakai kekerasan maka para pemimpin Indonesia harus membumikan perbedaan sebagai rahmat. Menurut Kiai Marsudi inilah intinya karena setiap pikiran orang memang berbeda-beda.

"Pemimpin-pemimpin Indonesia itu harus membumikan Al-Ikhtilafu Min Ummati Rohmatun, perbedaan di atara umatku, di antara bangsaku jadi perbedaan itu yang menjadi blesing, rahmat. Ini intinya, jangan sampai menjadikan untuk mengancam bagi yang tidak sependapat, untuk membunuh bagi yang tidak sependapat. Ini sudah disampaikan oleh para sahabat, karena pada prinsipnya, manusia punya pikirian dan pikiran berbeda-beda," jelas Kiai Marsudi.

Lebih lanjt Kiai Marsudi menjelaskan, pikiran yang berbeda jika dikendalikan dengan pemahaman bahwa perbedaan adalah rahmat maka hal ini bisa menjadi jalan keluar.

"Dalam masalah niqob, misalnya. Kan ini banyak khilaf, ada banyak pendapat, ada yang sudah, ada yang wajib pake, ada makruh, ya kita tinggal ambil aja mau pake yang mana. Nah ini cara menyikapi khilaf sehingga dalam perbedaan pendapat memunculkan mashalahah. Itulah yang dikatakan al-ikhtilaf min baini ulama fiihi masholih. Pandangan-pandangan ulama yang berbeda, baik yang mengambil hukum dengan memboleh niqob atau tidak, cara menandang negara ini sudah darus salam atau darul harbi, cara memandang negara Pancasila sesuai dengan Islam apa belum, ini kan khilfah. Kalau ini dijadikan rohmah, maka intinya apa, memulainya dari mana? Memulainya dari pikiran kita sendiri, kajian kita sendiri, ilmu informasi itu, coba dipahami. Ini sesungguhnya memberantas radikalisme. Intinya inti dilihat dari pemahaman," papar Kiai Marsudi.

Kiai Marsudi menguatkan pendapatnya dengan terus adanya orang-orang yang berpaham radikal meski sudah banyak yang ditangkap, bahkan ada yang dihukum mati. Kiai Marsudi mengajak agar perbedaan benar-benar dijadikan rahmat sehingga tidak mempertahakan pendapat dengan cara kekerasan, terutama kekerasan fisik.

"Ini tidak bisa jika kemudian, nyatanya sudah 10 20 30 sudah dimasukkan di sel bahwa ada yang dihukum mati, masih ada lagi, karena masuk di ranah pemahaman. Karena itu mari kita bareng, kalaua ada masalah khilafiah mari kita jadi rahmah blessing, walapun pendapat anda rasanya yang paling benar, janganlah mempertahankannya dengan cara kekerasan, apalagi sampai pada kekerasan fisik," tuturnya. [dutaislam.com/pin]


Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB