Provokasi Bendera HTI di Hari Santri
Cari Berita

Advertisement

Provokasi Bendera HTI di Hari Santri

Duta Islam #02
Rabu, 23 Oktober 2019
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Bendera HTI. (Foto: istimewa)

Oleh Ayik Heriansyah

DutaIslam.Com - Kehadiran bendera HTI pada peringatan Hari Santri di Cianjur kemarin (22/10/2019) telah mengotori makna santri itu sendiri. Santri merupakan suatu komunitas terhormat yang mengemban ilmu dan adab Islam. Dengan ilmu dan adab itulah kehidupan Islam terjaga dan terpelihara. Ilmu dan adab yang luhur hanya milik orang-orang yang rendah hati (tawadlu) terhadap ulama, sabar terhadap umara dan toleran terhadap sesama. Ketiga sifat mulia yang terbentuk ketika mereka belajar di pesantren-pesantren, berkhidmat kepada kiai, patuh kepada aturan pondok dan solidaritas kepada sesama santri.

Santri dan Khawarij sangat kontras. Santri dan Khawarij, ibarat air dan api. Santri santun dan sejuk, Khawarij panas dan membakar. Santri ilmunya fi shudur, Khawarij ilmunya fi batur (ilmunya di orang lain, mereka sendiri tidak berilmu). Sebab itu tidak mungkin ada santri yang Khawarij atau Khawarij yang santri. Yang paling mungkin itu, Khawarij bersarung dan kopiah santri untuk mengelabui kaum santri.

Karakter santri bertolak belakang dengan sifat-sifat kaum Khawarij. Kaum Khawarij adalah kaum yang sangat fanatik dengan pendapatnya. Mereka sombong terhadap ulama, tidak sabar terhadap umara dan tidak memiliki rasa solidaritas terhadap umat Islam di luar kelompok mereka. DNA kaum Khawarij pertama kali berada dalam diri Dzul Khuwaisirah saat dia menyerang kepribadian Rasulullah Muhammad saw. 

Mengomentari sikap Dzul Khuwaisirah terhadap Rasulullah saw, Ibnu Qoyyim dalam kitab Talbisu Iblis hal. 90 mengatakan: “Kebejatan Dzul Khuwaisirah adalah ia hanya ridla dengan pendapatnya sendiri. Sekiranya ia diam, niscaya dia akan mengetahui bahwa tidak ada pendapat yang lebih benar daripada pendapat Rasulullah saw. Dzul Khuwaisirah seorang yang mengatakan Rasulullah Muhammad saw tidak adil. Dia menjadi pencetus gerakan kaum Khawarij yang salah satu cirinya fanatik buta terhadap pendapat kaumnya sendiri.

Kata Muhammad Abu Zahrah: “Orang-orang itu telah dikuasai oleh lafal-lafal keimanan, slogan la hukmu illa lillahi (tidak ada hukum kecuali milik Allah), serta prinsip berlepas diri dari orang-orang zalim. Atas nama semua itu, mereka menghalalkan darah dan melancarkan serangan ke segala penjuru.” (Tarikhul Madzahibul Islamiya, hal 61).

Untuk sekian kalinya saya membahas bendera HTI. Bendera HTI bukan bendera tauhid karena tidak ada tulisan “tauhid’ pada bendera tersebut. Bendera HTI bukan panji Rasulullah saw karena tidak ada tulisan “panji Rasulullah saw” pada bendera tersebut. Bendera HTI bukan liwa dan rayah karena tidak ada tulisan “liwa” atau “rayah” pada bendera tersebut. Bendera HTI bukan bendera persatuan umat karena tidak ada “persatuan umat” pada bendera tersebut. Meski saya paham bahwa bendera tersebut adalah bendera negara Khilafah yang sedang mereka perjuangkan, saya terpaksa menggunakan logika sederhana agar bisa masuk ke alam pikiran mereka. 

Bendera berupa sepotong kain bergambar dan berwarna yang memuat pesan, nilai dan konsepsi tentang sesuatu yang khas. Bendera adalah tanda yang menandai makna tertentu. Makna suatu bendera tergantung dari siapa yang membawanya, kapan dan dalam situasi bagaimana. Bendera dihukumi berdasarkan makna, pesan, nilai dan konsepsi orang yang membawanya. Bukan berdasarkan material kain bendera tersebut. Hukum asal benda adalah boleh (ibahah) selama tidak ada dalil yang mengharamkannya sesuai kaidah: al-ashlu fi asyya’ al-ibahah ma lam yarid dalilut tahrir.

Makna bendera HTI tergantung siapa yang membawa dan dalam situasi bagaimana. Jika bendera tersebut dibawa oleh anak-anak, bendera itu berarti mainan. Hanya saja, orang tua harus mengawasi agar kehormatan dan kemuliaan tulisan dua kalimat syahadat yang ada di bendera tersebut, tetap terjaga.  Jika dibawa oleh orang umum, bendera itu artinya hiasan seni kaligrafi untuk syiar agama Islam. Ini sangat dianjurkan dan tidak ada syarat model khat dan warnanya harus sama dengan bendera HTI.

Jika dibawa oleh orang FPI di tempat umum, bendera itu bermakna provokasi. Karena FPI tahu bendera tersebut bendera organisasi terlarang. FPI sendiri mempunyai bendera yang berbeda dengan bendera HTI. FPI menjadikan bendera HTI sebagai alat provokasi melawan pemerintah.  Dan jika dibawa oleh orang HTI, maka bendera itu artinya provokasi dan bughat karena bendera tersebut merupakan lambang negara tertentu yang sedang diperjuangkan HTI selain menjadi alat provokasi untuk memutuskan kepercayaan umat kepada umara.

Kehadiran bendera HTI pada acara peringatan Hari Santri Nasional di Cianjur kemarin, berhasil memprovokasi kalangan yang memang menanti-nanti insiden tersebut terjadi. HTI yang punya bendera, kok FPI yang terprovokasi. Lalu HTI minta panggung untuk diskusi. Tidak ada manfaatnya meladeni ustadz HTI diskusi karena sama seperti kaum Khawarij pendahulu mereka, problem ulama dan ustadz HTI bukan terletak pada nash/dalil yang mereka baca, melainkan pada penerapan nash/dalil yang tidak sesuai dengan hakikat, makna, maksud dan tujuannya.

Tidak ada yang salah dengan tulisan kalimat dua syahadat pada bendera HTI. Memang ada hadits-hadits tentang bendera demikian, akan tetapi hakikat, makna, maksud dan tujuan hadits-hadits tersebut bukan untuk memprovokasi umat untuk mengajak mereka memberontak kepada pemerintah lalu mendirikan negara Khilafah Tahririyah.  Problem kaum Khawarij dari masa ke masa sama saja, sebagaimana perkataan Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib, “mereka menyampaikan kata-kata yang benar untuk tujuan batil.“  Mereka diperangi karena tujuan mereka yang batil. [dutaislam.com/gg]

Bandung, 23 Okteber 2019.

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB