Perjuangan KH. Muchit Muzadi Semasa di NU
Cari Berita

Advertisement

Perjuangan KH. Muchit Muzadi Semasa di NU

Duta Islam #07
Minggu, 20 Oktober 2019
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
perjuangan pendiri nu
Cerita perjuangan pendiri nu. Foto: istimewa
DutaIslam.Com - Ahcmad Muchith Muzadi lahir di Bangilan Tuban, Jawa Timur pada 19 Jumadil Awal 1344H / 4 Desember 1925 M. Beliau memulai perjuangannya di NU tahun 1941. Almarhum adalah santri dari pendiri NU, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari di Pondok Tebuireng Jombang. 

Sejak saat itu, dia masuk dalam sebelas kiai yang mendirikan Partai NU di Tuban, tahun 1952.
Pada tahun yang sama, almarhum juga mengemban amanah sebagai Ketua GP Ansor Tuban.
KH. Abdul Muchith Muzadi, murid langsung Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, yang pernah menjadi sekertaris Rais Amm KH. Ahmad Siddiq, yang juga merupakan kakak kandung KH. Hasyim Muzadi, hadir dalam acara Sarasehan Ulama dan Cendekiawan di Pesantren Mahasiswa al-Hikam, Depok.

Beliau yang diberi kesempatan berbicara sebentar di forum yang dihadiri oleh 34 PWNU seluruh Indonesia itu menuturkan beberapa hal menarik sebagai berikut:
Saya itu sudah menyandang berbagai jabatan di NU. Sekarang ini saya menjadi anggota Mustasyar PBNU. Nah, biasanya di NU itu kalau orang sudah di-mustasyarkan berarti sudah tidak terpakai lagi. Dan tugas mustasyar itu memberi nasehat. Eh, sekarang kalau ketemu Syuriah atau Tanfidziyah, malah saya yang dinasehati... Hahaha.


Kemarin waktu di pesawat pramugarinya bertanya: “Ada urusan apa, kok mau sampai repot-repot ke Jakarta, pak?!” Saya jawab: “Ada urusan di Jakarta.” Tentu kalau saya terangkan “NU”, dia gak paham. Tapi dalam hati saya bilang, saya ke Jakarta karena ada suatu urusan yang saya ada di dalamnya, yaitu Nahdlatul Ulama!”

Saya menjadi anggota NU sejak tahun 1941. Proses pendaftaran menjadi anggota tidak mudah karena harus mengajukan permohonan ke Pengurus Ranting. Pengajuan tersebut kemudian dibahas di kepengurusan NU tingkat Majelis Wakil Cabang (MWC), Cabang, Wilayah hingga diterima oleh Pengurus Besar. Jadi dari sejak awal mendaftar hingga diterima sebagai anggota prosesnya lama, kira-kira 3-4 bulanan.

Sebelum diterima sebagai anggota, pendaftar akan dipanggil dan diwawancarai oleh Pengurus Ranting. Saya dulu kebetulan dipanggil oleh Pengurus Ranting Tebu Ireng. Singkat cerita, akhirnya saya diterima sebagai anggota NU dan diberi kartu anggota yang ditandatangani oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah, selaku Pengurus Besar. Kenapa kok harus mendaftar? Ya, karena supaya bisa dilihat, apakah orang itu pengen betul jadi NU atau tidak?! Kalau sekarang, orang mudah saja ngaku NU. Bahkan kadang gak ditanya saja, sudah pada ngaku NU sendiri, hehe.

Saya sendiri pernah bertanya kepada KH. Ahmad Siddiq: “Kok bisa jadi Rois Amm itu, sampeyan (menjadi anggota NU) dari Ranting mana?” Beliau menjawab: “Sampeyan pertanyaannya kok aneh-aneh. Pokoknya saya itu Rois Amm. Lha, sampeyan mengakui apa tidak?!” Hehe. Ya, tentu saya mengakui (beliau sebagai Rois Amm). Bagaimana mungkin saya tidak mengakui, lha wong NU se-Indonesia saja mengakui beliau, tapi ya gimana ya...???

Perjuangan Pendiri NU


Jadi menurut saya, masuk NU itu sulit dan tidak gampang. Dan setelah masuk, lebih sulit lagi, karena setiap bulan harus membayar iuran menjadi anggota 25 sen, dan iuran bulanan sebesar 10 sen. 10 sen itu kalau menurut nilai kurs sekarang kira-kira sama dengan gula 2 kg, atau sebesar 20 ribu rupiah...

Belum lagi setiap bulan harus ikut kumpul laylatul-ijtima’, alias night club. Hehe. Lho iya, kan. Night itu malam, club itu kumpulan. Kalau gak ikut, nanti dicatat. Nah sekarang, gak usah pakai iuran, dan gak ikut laylatul-ijtima’ segala... Itulah bedanya NU dulu dan NU sekarang... Jadi ketika saya tahu masuk NU itu tidak gampang, maka setelah masuk pun saya ingin berbuat yang baik untuk NU.

Dulu sebagai anggota NU, setiap orang ada harganya. Nggak peduli jabatannya di luar apa: apa itu lurah, atau apa. Tapi kalau sudah jadi anggota NU, ya harus manut dengan Pengurus Ranting NU. Pengurus Ranting juga harus tahu siapa saja anggotanya. Anggota juga harus tahu siapa yang menjadi Pengurus Rantingnya. Kalau pengurus dan anggota Ranting sudah saling mengenal, tentu akan semakin mudah dalam memperbaiki dan mengembangkan NU. Kalau tidak, ya bagaimana mungkin?! Inilah yang seharusnya didandani (dibenahi).

Yang sekarang terjadi, mencari pengurus yang baca AD/ART NU saja sudah merupakan barang langka. Sebelum menjadi pengurus, semua orang pengennya ndandani NU. Padahal, bagaimana mungkin pengurus bisa ndandani NU, bila dia tidak membaca AD/ART NU?! 

Demikian halnya, bagaimana mungkin seseorang menjadi anggota NU, jika dia sendiri tidak tahu bedanya menjadi anggota NU dan bukan anggota NU. Maksudnya, sebagai anggota, seseorang mestinya tahu kewajibannya sebagai anggota NU, melebihi orang-orang yang belum NU, atau yang hanya merasa dirinya NU.


Terakhir kita berikan bacaan Al-Fatihah semoga beliau senantiasa menjadi panutan perjuangan NU, aminn. [dutaislam/ka]
Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB