Kenapa Harus Ada Fatwa dan Resolusi Jihad?
Cari Berita

Advertisement

Kenapa Harus Ada Fatwa dan Resolusi Jihad?

Duta Islam #02
Selasa, 22 Oktober 2019
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Ilustrasi Fatwa dan Resolusi Jihad NU. (Foto: NU Online)

DutaIslam.Com - Fatwa dan Resolusi Jihad tidak muncul begitu saja, namun ada hal mendesak yang menyebabkan peristiwa bersejarah itu ada.

KH Agus Sunyoto dalam bedah buku Fatwa dan Resolusi Jihad, di Ponpes Lirboyo (3/11/2017), menjelaskan, pada saat itu, Presiden Soekarno meminta fatwa kepada PBNU, Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy'ari.

"Apa yang harus dilakukan warga Negara Indonesia kalau diserang musuh? Karena Belanda ingin kembali menguasai Indonesia," kata Kiai Agus membahasakan perkataan Soekarno ketika meminta fatwa.

Di situlah, lanjutnya, Bung Karno juga menyatakan bagaimana caranya supaya Negara Indonesia diakui oleh negara di dunia, karena sejak diproklamasikan 17 Agustus dan negara dibentuk 18 Agustus tidak ada satupun negara di dunia yang mau mengakui Indonesia.

"Negara Indonesia diberitakan adalah negara boneka bikinan Jepang, bukan atas kehendak rakyat," ujar Kiai Agus.

Lanjutnya, Fatwa dan Resolusi Jihad kemudian dimunculkan oleh PBNU, yang akhirnya ketika Inggris datang tanggal 25 Oktober tidak diperbolehkan masuk Surabaya, karena penduduk Surabaya sudah siap perang.

Namun ternyata sorenya, kata Kiai Agus, Gubernur Jawa Timur mempersilahkan. Ia menceritakan, tanggal 26 oktober mereka membangun pos-pos pertahanan. Karung-karung pasir ditumpuk kemudian dikasih senapan mesin.

"Bikin begitu banyak. Lho ini apa maunya Inggris, padahal sudah tersebar isu Belanda mau berkuasa dengan membonceng tentara inggris," ucapnya.

Kiai Agus mengatakan, dengan munculnya pos-pos pertahanan tanggal 26 oktober sore hari, pos pertahanan itu diserang massa. Penduduk Surabaya dari kampung-kampung keluar menyerang pasukan Inggris.

"'Ayo tawur.. tawuran..' dan peristiwa itu memang betul. Para pelaku mengatakan, itu bukan perang mas. Itu tawuran. Kenapa? Tidak ada komandanya, tidak ada yang memimpin. Pokoknya orang dengar 'jihad.. jihad.. Mbah Hasyim.. Mbah Hasyim.. jihad..' Sudah, keluar semua langsung tawur. Sambil teriak Allohu akbar. Jadi ini betul, memang bukan perang karena tidak ada komandanya," cerita Kiai Agus.

"Keluar dari kampung-kampung, kenapa? Karena seruan jihad itu disiarkan lewat langgar-langgar, masjid, lewat spiker-spiker itu. Langsung jihad, tawur. Dan itu berlangsung 27 Oktober. Besoknya perang lagi tanggal 28 Oktober yang namanya tentara kepengaruh Bonek, ikut nawuri Inggris. Namanya tentara kan terlatih, langsung massa dipimpin, ayo lewat sini," imbuhnya.

Kiai Agus menjelaskan, dalam pertempuran 28 oktober ini 1000 lebih tentara Inggris mati dibunuh. Tapi mereka tidak mengakui, karena mereka tentara.

"Kenapa? Indonesia merdeka, negara belum ada yang mengakui. Masak tentara sudah membunuh tentara inggris, itu urusan besar nanti. Itu ikhtiyar arek suroboyo kabeh. Ya orang-orang Surabaya aja. Itu yang diteriakkan selalu 'arek-arek suroboyo'. Karena apa? Tentara tidak mau ikut campur disitu. Negara belum ada yang mengakui, sudah membunuh tentara Inggris," terang Kiai Agus.

Kiai Agus melanjutkan, Sampai tanggal 29 pertempuran itu masih. Kemudian, pihak Inggris mendatangkan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta, datang, didamaikan.

"Tanggal 30 oktober ditandatangani kesepakatan damai, tidak tembak menembak," ujarnya.

Lanjutnya, Gubernur Jawa Timur tanda tangan, tapi massa kampung tidak mau. "Itu kan Gubernur Jawa timur, pimpinan Jawa Timur, yang tawuran rakyat, tidak ada hubunganya rakyat dengan Gubernur," katanya.

Kemudian, tanggal 30 Oktober Brigadir Jendral Mallaby digranat arek Suroboyo. "Blengngngng.. mati. Inggris ngamuk betul, maksudnya apa orang-orang ini? Perang sudah selesai, pasukan Inggris diserang, jendralnya dibunuh," cerita Kiai Agus.

Lanjutnya, Panglima tertinggi Jendral Krestisten kemudian marah. Dia ngancam, “kalau sampai tanggal 9 November jam 6 sore pembunuhnya Mallaby tidak diserahkan, dan tanggal itu orang-orang Surabaya yang masih memegang bedil, meriam dst. tidak menyerahkan senjata kepada tentara Inggris, tanggal 10 November jam 6 pagi Surabaya akan dibom-bardir, darat laut udara".

Kiai Agus menceritakan, kemudian datanglah tujuh kapal perang langsung di pelabuhan Tanjung Perak. Meriamnya sudah diarahkan ke Surabaya. Kemudian, meriam howidser (khusus untuk menghancurkan bangunan) diturunkan dari kapal. Kemudian, satu squadron pesawat tempur dan pesawat pengebom.

"Memang mau dihabisi Surabaya itu. Karena mereka marah," tandasnya.

Disitulah, lanjut Kiai Agus, tanggal 9 November jam setengah empat sore setelah Mbah Hasyim pulang dari konferensi Masyumi di Yogya (karena beliau ketua Masyumi waktu itu), beliau pulang ke Surabaya mendengar ancaman itu dan menyaksikan sendiri bagaimana blockade mau menghancurkan Surabaya.

Kiai Agus mengatakan, Mbah Hasyim kemudian fatwa, "fardhu ain bagi semua umat Islam yang berada dalam jarak 94 kilo dari kota Surabaya untuk membela kota Surabaya”.

Kiai Agus menjelaskan, 94 kilo itu merupakan jarak dibolehkannya sholat qosor.

"Wilayah Sidoarjo, Mojokerto, Malang, Pasuruan, Jombang itu kan tidak sampai 90 kilo. Datang semua. Kediri juga datang. Kita catat semua. Bahkan dari Lirboyo ini dalam catatan dipimpin Kiai Mahrus. Jadi seruan itu langsung disambut luar biasa. Bahkan Cirebon yang lebih dari 500 kilo datang ke suroboyo," terangnya. [dutaislam.com/gg]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB