Pemimpin Kafir dan Pemimpin Muslim
Cari Berita

Advertisement

Pemimpin Kafir dan Pemimpin Muslim

Duta Islam #07
Jumat, 16 Agustus 2019
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
pemimpin orang kafir
Pemimpin kafir dan pemimpin muslim. Foto: istimewa

Oleh Saiful Huda Ems (SHE).

DutaIslam.Com - Mencermati berbagai polemik di media social tentang kepemimpinan yang berkutat dengan persoalan Pemimpin Kafir dan Pemimpin Muslim, saya jadi tergerak untuk menulis khusus yang membahas persoalan ini. Harapan saya, semoga setelah ini tidak ada lagi orang yang masih berselisih mengenai Pemimpin Kafir dan Pemimpin Muslim.

Kafir bentuk pluralnya adalah Kuffar, secara harfiah berarti orang yang menyembunyikan atau mengingkari kebenaran. Dalam Al-Quran kata Kafir sering digunakan untuk mereka, orang-orang yang mengingkari nikmat Allah SWT. Lawan dari kata Kafir adalah Syakir, yang bermakna orang yang bersyukur.

Dari sini kita bisa melihat, bahwa kata Kafir lebih mengarah kepada sifat atau perilaku, dan tidak selalu dialamatkan kepada mereka yang bukan beragama selain Islam, tetapi mereka yang beragama Islam (Muslim) sekalipun, jika mereka selalu menyembunyikan atau mengingkari kebenaran, atau mengingkari nikmat Allah SWT, juga bisa disebut dengan Kafir. Jadi untuk kita yang beragama Islam jangan ke GR an, karena jika kita tidak berhati-hati kita bisa-bisa juga termasuk sebagai golongan orang Kafir. Naudzubillahi mindhalik.

Baca: Berebut Kekuasaan Politik dengan Mengobarkan Permusuhan Pakai Al Maidah 51

Muslim adalah shighot isim fa'il (kata benda pelaku) dari kata kerja Salima-Yaslamu-Salamun wa Salaamatun, yang artinya selamat atau aman dari mara bahaya bagi dirinya sendiri. Dan karena kata Salima masih berupa fi'il lazim (kata kerja yang tidak membutuhkan obyek), maka agar menjadi fi'il muta'addiy (kata kerja yang membutuhkan obyek), maka diikutkan pada wazan Af'ala menjadi: Aslama-Yuslimu-Islaamun, kemudian shighot isim fa'ilnya adalah Muslimun, yang berarti menyelamatkan, atau mengamankan.

Salam berarti selamat. Islam berarti menyelamatkan. Salim berarti yang selamat. Muslim berarti yang menyelamatkan. Sebagian Ulama mengartikan kata Islam dan Muslim sebagai penyerahan diri total kepada Allah SWT, yang biasanya merujuk pada kata Tawakkal, Ta'at dan Khudu'.

Dalam berbagai kesempatan, saya sering menyaksikan sebagian kaum muslimin yang salah kaprah memahami makna Kafir dan Muslim ini, yang kebanyakan menganggap Kafir adalah mereka yang bukan beragama Islam semata, sedangkan yang dianggapnya Muslim adalah mereka yang hanya semata beragama Islam. Hal itu berpengaruh pula pada pandangan mereka tentang figur pemimpin yang dianggapnya harus beragama Islam.

Mereka biasanya menyandarkan argumentasinya dari berbagai ayat Al-Quran yang diantaranya adalah Q.S Al-Maidah ayat 51 yang berbunyi: "Wahai orang-orang yang beriman ! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai "awliya" mu, mereka satu sama lain saling melindungi. Barangsiapa di antara kamu yang menjadikan mereka "awliya" maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim".

Pemimpin Orang Kafir


Kata "awliya" dalam Al-Quran terjemahan versi Depag diterjemahkan sebagai pemimpin, padahal sesungguhnya kata "awliya" arti yang sesungguhnya menurut Tafsir Ibn Katsir adalah teman sejati, bisa pula diterjemahkan dengan sekutu atau aliansi yang meninggalkan orang-orang Islam. Ayat Al-Quran ini (masih menurut Tafsir Ibn Katsir) asbabun nuzulnya atau sebab musabab turunnya adalah dalam konteks kekalahan Kaum Muslimin dalam Perang Uhud, dimana dikisahkan saat itu Kaum Muslimin sempat terdesak hingga Nabi Muhammad giginya patah. Ayat Al-Quran ini turun agar supaya Kaum Muslimin tidak terpecah dan tergiur untuk "menyebrang" ke barisan lawan, dan bersekutu dengan mereka (Yahudi dan Nasrani) untuk berbalik memusuhi Kaum Muslimin.

Islam adalah agama penyeru kebenaran dan keadilan, siapapun yang tidak bersedia menegakkan kebenaran dan keadilan maka ia tidak bisa serta merta kita anggap sebagai Muslim, atau setidak-tidaknya ia bukan Muslim yang baik. Dan karena spirit Islam yang sesungguhnya adalah menegakkan kebenaran dan keadilan, maka siapapun mereka yang mau atau sudah jadi pemimpin dan bersedia menegakkan kebenaran dan keadilan haruslah kita dukung bersama.

Sebaliknya, meski mengaku muslim tapi ia tidak bersedia menegakkan kebenaran dan keadilan, mereka sangat tidak layak untuk didukung bahkan melawannya hukumnya adalah fardlu ain alias wajib.

Di awal tulisan ini saya katakan, bahwa Kafir secara harfiah berarti orang yang menyembunyikan atau mengingkari kebenaran. Atau Kafir berarti mengingkari nikmat Allah Swt. Bila kata ini kita aktualisasikan dalam konteks kepemimpinan kekinian, kita akan melihat dua pemimpin daerah yang sangat kontras antara agama dan prilaku kepemimpinannya. Yang satu seorang Gubernur yang bukan beragama Islam tapi bersikap benar dan adil, sedangkan satunya lagi seorang Gubernur yang beragama Islam tapi prilakunya keliru dan tidak adil. Jika kita konsisten dengan makna Kafir menurut Al-Quran, tentunya kita akan lebih mudah menjawab pertanyaan siapa yang layak didukung atau dibela?

Baca: KH Ma’ruf Amin: Pemimpin Muslim Lebih Utama Dipilih

Gubernur yang menyukai kebersihan lingkungan, yang memanusiakan fakir miskin, yang bersikap kejam pada para koruptor bukanlah gubernur Kafir tetapi gubernur yang amanah. Sebaliknya, gubernur yang membiarkan sungai-sungainya kotor, penuh limbah perusahaan dan sampah masyarakat, yang membiarkan biaya sekolah tinggi hingga banyak anak fakir miskin putus sekolah, yang masyarakatnya banyak yang tidak mempunyai MCK, yang anggaran untuk kesejahteraan masyarakatnya dikorup hingga warganya jatuh miskin dan lari ke lembah hitam, bukanlah gubernur yang amanah meskipun ia muslim. Ia tak layak didudukung atau dibela. Wallahu a'lamu bissawab. [dutaislam/ka]
Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB