Mengecek Keabsahan Jawaban UAS Saat Ditanya Apakah 'Perlu Minta Maaf Atau Tidak'
Cari Berita

Advertisement

Mengecek Keabsahan Jawaban UAS Saat Ditanya Apakah 'Perlu Minta Maaf Atau Tidak'

Duta Islam #03
Kamis, 22 Agustus 2019
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Ustadz Abdul Somad (UAS). Foto: Istimewa.
DutaIslam.Com - Ustadz Abdul Somad (UAS) memberikan klarifikasi terkait ceramahnya tentang patung dan salib yang dinilai menistakan agama. Klarifikasi UAS disaksikan banyak wartawan dan direkam melalui video setelah memenuhi undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Rabu 21 Agustus 2019.

Satu di antara yang menarik dikupas dalam klarifikasi UAS adalah saat menjawab pertanyaan wartawan. Pertanyaan itu berkaitan apakah UAS perlu minta maaf atau tidak atas ceramahnya yang viral tersebut. UAS tidak minta maaf karena dirinya tidak merasa bersalah.

Saat itu UAS menyatakan ulang pertanyaan wartawan. "Apakah saya perlu minta maaf?" katanya.

UAS tidak langsung menjawab secara gamblang. Tetapi menjawab dengan memberi contoh lain dengan mengutip Qur'an Surat Al- Maidah Ayat 73.

"Contoh dalam Islam dikatakan "Laqod Kafarolladzina Innallaha  Qooluu Innallah Tsalisu Salasah" kata UAS. UAS kemudian menjelaskan maksudnya. "Sesungguhnya maaf, sesungguhnya maaf, emang bunyi ayatnya begitu. Laqod Kafaro, sesungguhnya kafirlah orang yang mengatakan Allah itu tiga dalam satu, satu dalam tiga. Saya jelaskan itu di tengah umat Islam. Otomatis orang luar yang mendengar itu atau tidak? tersinggung? Apakah perlu saya minta maaf?

"Tidak," jawab penanya.

"Itu sudah jawabannya. Itu ajaran saya. Kalau saya minta maaf musti ayat itu dibuang. Naudzubilah!" kata UAS kemudian.

Jawaban UAS banyak memicu tanggapan. Para pendukungnya menilai UAS tegas. Sedangkan yang lain menilai UAS sombong. Terlepas dari penilaian itu, tulisan ini akan memeriksa keabsahan jawaban UAS.

Pertama, UAS ditanya tentang kasus patung dan salib. Namun UAS memberikan jawaban dengan contoh Surat Al Maidah ayat 73. UAS tidak memberikan substansi jawaban atas pertanyaan wartawan.

Sampai di sini akan muncul pertanyaan: bukankah UAS hanya memberikan contoh dan perumpamaan? Betul. UAS memberikan contoh dan perumpaan. Maka yang perlu kita periksa selanjutnya adalah kebasahan contoh tersebut. Dalam perumpamaan harus ada keterpaduan dan kecocokan antara masalah dan yang dicontohkan atau diumpamakan. Mari kita periksa lagi dengan memahami dua hal penting.

Pertama, UAS dianggap menistakan agama karena menyebut di dalam patung salib ada jin kafir. Dalam sebagaimana di rekaman video ceramahnya, UAS terlihat ditertawakan para jamaahnya saat melentangkan tangan dengan menirukan patung Yesus di kayu salib.

Kedua, UAS memberikan contoh dengan mengutip Surat Al-Maidah ayat 73 yang menganggap kafir orang yang meyakini Allah satu dalam tiga atau tiga dalam satu. Dalam pandangan sebagian umat Islam, ayat itu disamakan dengan konsep trinitas di dalam agama kriten. Meskipun harus diakui, sebagian yang lain tidak menganggap demikian atau masih dalam perdebatan.

Dari dua hal di atas dapat kita lihat bahwa UAS membuat contoh dan perumpamaan yang sebenarnya juga tidak pas dengan substansi masalah. Yang pertama membahas soal jin kafir di patung salib dan adanya kesan menertawakan (mengolok-olok) keyakinan agama lain. Sedangkan yang kedua membahas tentang akidah yang dianggap menyimpang oleh Al-Qur'an.

Dan sejak awal memberikan klarifikasi ke media, UAS memang tidak pernah menjawab secara gamblang mengenai konten ceramah yang viral. Sebelum di MUI, UAS telah memberikan klarifikasi bahwa dalam ceramahnya, UAS sedang menjelaskan kedudukan Nabi Isa. Sedangkan yang terekam dalam video UAS menjawab pertanyaan seorang ibu-ibu yang merinding ketika melihat salib. Pengajian tertutup itupun menjadi heboh setelah UAS melucu dengan bahan Salib dan patung Yesus.

Kedua, setelah memberikan perumpamaan, UAS menambahkan pernyataan: "Kalau saya minta maaf maka musti ayat itu dibuang. Naudzubilah!"

Karena perumpamaan yang disampaikan UAS tidak pas maka ungkapan di atas juga tidak pas. Sehingga muncul pernyataan bahwa jika dirinya minta maaf Surat Al-aidah Ayat 73 musti dibuang.

Pernyatan ini juga tidak nyambung dengan substansi masalah. Sebab masalah patung dan salib dalam kasus UAS tidak ada hubungan dengan Al-Maidah Ayat 73. Sebaliknya ayat ini berkaitan dengan konsep ketuhanan yang disebut-sebut sebagai konsep ketuhanan agama kristen.

Mungkin akan ada yang bertanya, bukankah UAS hanya memberikan perumpamaan? kita kembali ke masalah yang pertama. UAS memberikan perumpamaan yang tidak pas dengan substansi masalah. UAS melompat dari pembahasan patung dan salib ke Surat Al-Maidah ayat 73. Surat Al-Maidah Ayat 73 dan Salib-Jin kafir adalah dua masalah yang berbeda tetapi disamakan oleh UAS.

Ketiga, terkait asumsi apakah umat Kristen akan tersinggung jika UAS menyampaikan Al-Maidah Ayat 73 dimuka umum bahwa "Allah mengkafirkan orang yang menganggap Allah satu dalam tiga atau tiga dalam satu"?

Sekali lagi, hanya baru asumsi dan kita tidak tahu karena belum pernah ada kejadian. Tetapi sebagian umat Islam mungkin menduga umat kristen akan tersinggung dengan anggapan bahwa Surat Al-Maidah ayat 73 merupakan konsep ketuhanan umat kristen.

Ada pernyataan menarik dari Intelektual Muslim Indonesia yang kini menjadi Assistant Professor di Fakultas Teologi Universitas Notre Dame, USA Mun'im Sirry. Dalam tulisannya berjudul "Jangan Menuduh Kristen Itu Syirik!: Memahami Kristologi Qur’an", Prof. Mun'im Sirry menyatakan bahwa Iman Kristen yang dipahami umat Islam berdasarkan dan digambarkan al-Qur’an ternyata tidak sama. Menurutnya, gambaran Isa dalam al-Qur’an dan Yesus dalam Perjanjian Baru begitu berbeda. Dan perbedaan itu semakin jelas ketika dirinya belajar teologi Kristen.

"Pada saat yang sama, saya tahu apa yang digambarkan Kitab Suci ini tidak seperti yang diyakini orang Kristen sendiri. Misalnya, tak ada orang Kristen yang mengimani tiga Tuhan, atau menganggap Maryam sebagai salah satu anggota Trinitas. Dari sumber-sumber dan penjelasan orang Kristen, saya menjadi paham bahwa agama Kristen itu monoteistik, sebagaimana Islam." tulis Mun'im Sirry dalam tulisan yang diposting 2 Agustus 2019.

Dari sini belum tentu benar asumsi bahwa umat kristen akan tersinggung jika mendengarkan Surat Al-Maidah ayat 73. Karena yang umat Islam ketahui tentang agama Kristen belum tentu sama. Maka, di sini menjadi penting bagi umat Islam untuk juga memepelajari keyakinan umat kristen. Bukan untuk mengimani tetapi untuk mendialogkan keyakinan untuk terciptanya kerukunan besama.

Keempat, UAS mungkin benar dengan keyakinannya sendiri. Namun yang tidak bisa dipungkiri adalah video UAS telah memicu kegaduhan di media sosial sejak beberapa hari belakangan. Kegaduhan ini perlu disikapi secara arif agar tidak menimbulkan kebencian antar sesama bangsa Indonesia.

Menarik dicermati ungkapan Komisi Fatwa MUI Kiai Cholil Nafis dan semestinya dilakukan UAS.

"Orang Indonesia acapkali meminta maaf meskipun tak bersalah. Itulah sopan santun orang Indonesia. Kesantunan itu soal etika dan rasa. Yang setiap orang pasti punya persepsi yang berbeda-beda. Apalagi Indonesia yang sangat kaya dengan kebhinekaan." [dutaislam.com/pin]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB