![]() |
Ulil Abshar Abdalla ketika mengisi acara Kopdar Ngaji Ihya Ulumuddin. (Foto: Dutaislam.com) |
"Ini titik balik yang penting. Dulu, kelompok-kelompok radikal suka membubarkan dan mengintimidasi kelompok monoritas tanpa tandingan. Sekarang keadaannya beda," ujar Gus Ulil melalui akun Twitternya @ulil, (27/06/2019).
Lanjutnya, "political push back" atau desakan balik yang menandingi secara signifikan gerakan-gerakan keagamaan radikal dan konservatif adalah salah satu peristiwa politik yang paling penting di era Jokowi.
"Para pengamat asing dari Australia melihat ini secara sinis sebagai politik NU semata. Sayang sekali," tandasnya tanpa menyebut spesifik pengamat tersebut.
Meski demikian, Gus Ulil tidak mengeneralisir semua Indonesianis dari Australia.
"Sebagian sarjana Australia melihat, bahwa militansi NU untuk melawan gerakan-gerakan radikal ini hanya bagian dari "politik NU" saja untuk masuk ke kekuasaan," ujarnya.
"Saya menyayangkan observasi semacam ini," imbuhnya menegaskan.
Gus Ulil juga mengatakan, orang luar boleh saja menganggap bahwa militansi orang-orang NU untuk melawan gerakan-gerakan Islam radikal dan mendukung Jokowi sebagai "politik merebut ruang dalam kekuasaan".
"Tetapi di mata teman-teman NU, terutama Banser, masalah HTI ini menyangkut hal prinsipil, soal bentuk negara," tegasnya. [dutaislam.com/gg]
