 |
| Bendera NU. (Foto: NU Online) |
DutaIslam.Com - Kenapa NU bisa bertahan puluhan tahun dengan jumlah pengikut yang masih bisa bertahan puluhan juta? Kuncinya adalah sifat adaptif yang melekat pada diri NU dalam menghadapi tantangan jaman. Mbah Hasyim saat penjajahan jepang dan era kemerdekaan, Mbah Wahab saat era Soekarno, Gus Dur saat orde baru.
Namun NU juga punya sifat yang lain yaitu sifat defensif. Sifat ini melindungi dengan kuat tradisi yang selama ini menjadi pegangan NU. Namun sifat ini membuat NU sering terlambat dalam merespon perkembangan zaman. Hal ini juga membuat NU terlihat kurang inovatif dalam memproduksi dan "menjual" ide dan gagasannya.
Ada kaidah dasar yang sangat terkenal dan menjadi pegangan para nahdiyin
مُحَافَظَةُ عَلَى قَدِيْمِ الصَّالِحْ وَالْاَ خْذُ عَلَى جَدِيْدِ الْاَ صْلَحْ
yang artinya : “memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik”. Kaidah ini sangat baik karena merangkum dua sifat diatas, defensif dan adaptif.
Melihat perkembangan zaman digital yang perubahannya sangan cepat ini saya kira menggunakan kaidah diatas tidaklah cukup. Kenapa demikian? Karena kaidah diatas tetap saja menempatkan kita sebagai obyek tradisi, bukan sebagai subyek tradisi. Karena itu kaidah diatas perlu ditambahkan menjadi "memelihara tradisi lama yang baik, mengambil tradisi baru yang lebih baik, dan menciptakan tradisi baru yang lebih baik lagi".
Untuk menciptakan tradisi baru tentu tidak mudah, hanya anak-anak muda kreatif yang punya ide dan gagasan inovatiflah yang bisa mewujudkannya. Dan melihat potensi anak-anak muda NU yang bertebaran diberbagai bidang, kalau mereka diberi kesempatan, mereka akan menjadi generasi emas NU masa depan.
Karena itu kita perlu dorong anak-anak muda hebat yang setidaknya memiliki tradisi amaliah nahdliyin untuk semakin berkiprah dan berkhidmah membantu NU melintasi perubahan zaman yang semakin cepat ini. [dutaislam.com/gg]
Source: Hasanuddin Ali
