Syekh Subakir dan Penumbalan Jawa
Cari Berita

Advertisement

Syekh Subakir dan Penumbalan Jawa

Duta Islam #02
Kamis, 23 Mei 2019
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Gunung Tidar, Magelang. (Foto: istimewa)
Oleh Mukhammad Nur Rokhim

DutaIslam.Com - Kisah sejarah memang tidak ada bosan-bosannya untuk dikaji secara mendalam, baik secara sinkronik maupun diakronik. Banyak kisah terdahulu berupa dongeng, hikayat, babad, maupun cerita lain yang tersebar di masyarakat. Kadang dalam kisah tersebut terselip makna filosofi yang sangat besar.

Pulau Jawa sejak dulu memang menjadi primadona bagi siapapun yang menguasainya. Dalam literatur kuno, pulau yang dikenal sebagai Jawadwipa ini menyimpan kekayaan alam yang indah dan subur dan lokasinya yang strategis. Kerajaan kuno silih berganti menghiasi percaturan Pulau Jawa, mulai dari mitos Astina/Yawastina, Malwapati, hingga Majapahit. Belum lagi ditambah kisah kerajaan Islam dan mitologi kerajaan ghaib yang ada di Pulau Jawa.

Panasnya konstelasi politik saat ini bisa menjadi cermin bagaimana kisah awal mula Syekh Sayyid Syamsuddin al-Baqir al-Farsi yang kita kenal dengan nama Syekh Subakir dalam menundukkan penghuni Pulau Jawa. Beliau menumbali tanah Jawa empat penjuru dan menindih pusatnya dengan tombak dari Persia. Bagi kalangan masyarakat Jawa, inilah yang dimaksud dengan keblat papat lima pancer. Jawa itu sendiri bisa dimaknai jarwa dhosok atau ilmu bahasa yang artinya nguja hawa, nguja berarti mengejar dan hawa yang bermakna nafsu/kepuasan.

Kita bisa mengamati kisah perebutan kekuasaan dari masa Kerajaan Mataram Kuno antara Dinasti Sanjaya dan Syailendra. Walaupun sempat bersatu, kerajaan ini mulai hilang pengaruhnya. Berganti dengan kerajaan Medang, akhir kerajaan ini juga dipicu perebutan kekuasaan antara Kediri dan Jenggala. Pada masa Kertajaya, raja Kediri terakhir terjadi pemberontakan Ken Arok sehingga melahirkan kerajaan Singasari. Di masa Singasari inilah sering terjadi upaya pemakzulan raja akibat pembunuhan berantai dengan keris Mpu Gandring. Setelah raja terakhirnya, Kertanegara gugur berdirilah kerajaan Majapahit. Walaupun sempat berjaya menjadi kerajaan besar sekitar 1 abad, di akhir tahta Hayam Wuruk menyisakan perebutan kekuasaan pada perang Paregreg.

Pada masa kerajaan Islam, Demak menjadi kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Karena Adipati Unus tidak memiliki putra mahkota, terjadilah perebutan kekuasaan antara Pangeran Sekar Seda Lepen dan Pangeran Trenggana. Pudarnya kekuasaan Demak dan gonjang-ganjing konflik Jaka Tingkir dan Arya Penangsang dengan pusaka legendarisnya yakni keris Kyai Brongot Setan Kober, maka berdirilah Mataram Islam.

Memang Sultan Agung sempat menyatukan pulau Jawa, tetapi kedatangan VOC yang memperkeruh kancah perpolitikan menjadikan kerajaan Mataram Islam ini menjadi Surakarta dan Yogyakarta melalui perjanjian Giyanti. Belum lagi ditambah berdirinya Praja Mangkunegaran dan Pura Pakualaman.Majunya zaman membawa perubahan pada ketatanegaraan Indonesia. Munculnya Orde lama, orde baru, dan masa reformasi seringkali menimbulkan kegaduhan politik.

Syekh Subakir tahu bahwa pulau Jawa ini panas. Secara geologis, Jawa dilalui oleh jalur ring of fire sehingga memunculkan gunung api dan saluran magma. Secara budaya, sejak dulu Pulau Jawa terkenal dengan adat tradisi yang sangat kental. Bayangkan saja saat itu sebelum Walisongo generasi awal dibentuk, banyak ulama' yang gagal masuk ke Jawa karena pengaruh budaya yang kuat baik ilmu pengetahuan maupun kebatinan.

Maka dari itu, Syekh Subakir menindih pulau Jawa pada keempat penjurunya dengan batu hitam dan pusatnya ditancapkan tombak pusaka. Sepintas kalau dimaknai tekstual, maka akan menjadi ambigu atau berbau takhayul.

Kita bisa memaknai bahwa pusat dari diri manusia adalah hati. Orang bisa luluh apabila hatinya terbuka, begitu juga sebaliknya. Mencermati nasihat simbolis Syekh Subakir, hal utama yang harus dilakukan oleh orang Islam khususnya yang ada di Indonesia adalah menaklukkan nafsu, mujahadah an-nafs dan inilah yang menurut Nabi Muhammad SAW sebagai perang besar, yakni berperang melawan nafsu yang dituangkan dalam beberapa sifat buruk dalam hati yakni iri, dengki, dahwen, panasthen, dan aji mumpung. Semua itu harus disirnakan dari dalam diri manusia yang dikiaskan dengan menindih tombak.

Tempat yang ditindih tombak masyhur dengan nama Gunung Tidar. Apabila kita maknai secara bahasa, kita diingatkan untuk menghilangkan sifat buruk hati seperti diatas sehingga kita menjadi tidar, atine padha sadar, hati menjadi sadar bahwa nafsu harus ditaklukkan bukan malah diumbar sebebas-bebasnya.

Hal ini terbukti saat ini di Indonesia, semua problematika kehidupan ada di Pulau Jawa. Adanya huru-hara, konflik kepentingan, dan sikap radikal karena semua hanya nguja hawa, menuruti keinginan nafsu saja. Apabila seseorang tidak sanggup menahan nafsunya, maka akan tergilas oleh "keganasan" Pulau Jawa yang semakin kompleks kehidupannya. Naudzubillahi min dzalik. [dutaislam.com/gg]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB