Penjelasan Hukum Cerai atau Talak Menurut Islam
Cari Berita

Advertisement

Penjelasan Hukum Cerai atau Talak Menurut Islam

Duta Islam #07
Selasa, 21 Mei 2019
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
pengertian cerai talak menurut islam
Penjelasan cerai atau talak menurut islam. Foto: istimewa
Pada pembahasan kali ini akan dibahas mengenai cerai/ talak. Cerai atau Perceraian nikah dalam Islam disebut dengan istilah Talak. Pada artikel ini akan mengupas tuntas mengenai permasalahan seputar cerai. Bab-bab yang akan dibahas di sini adalah Pengertian cerai/talak menurut bahasa dan istilah. Dasar hukum (dalil) tentang perceraian, hukum cerai, jenis perceraian, masa iddah dll. Selengkapnya dapat anda baca dibawah ini :

DutaIslam.Com - Pengertian talak menurut bahasa adalah melepas atau pelepasan, Kata Ath-thalaq ( الطَّلاَقُ) secara makna bahasa adalah isim mashdar kata Thallaqa (طَلَّقَ), dan suatu isim mashdar menyamai mashdhar dari sisi makna tetapi berbeda dari segi huruf-hurufnya. Makna kata ini diambil dari kata Al-ithlaq (الِإطْلاَقُ) yang artinya melepas. Hal itu karena pernikahan adalah ikatan (akad), apabila istri ditalak, lepaslah ikatan (akad) tersebut.

Secara istilah Syariah adalah melepaskan ikatan perkawinan atau putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri dalam waktu tertentu atau selamanya.

Menurut mazhab Hanafi dan Hambali mengatakan bahwa talak adalah pelepasan ikatan perkawinan secara langsung untuk masa yang akan datang dengan lafadz yang khusus.
Menurut mazhab Syafi’i, talak adalah pelepasan akad nikah dengan lafal talak atau yang semakna dengan itu. Sedangkan menurut mazhab Maliki, talak adalah suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri.

Definisi diatas menyebabkan perbedaan akibat hukum bila suami menjatuhkan talak Raj’i pada istrinya.

Baca: Nikah Sirri Tanpa Restu Orang Tua

Menurut Hanafi dan Hambali, perceraian ini belum menghapuskan seluruh akibat talak, kecuali iddah istrinya telah habis. Mereka berpendapat bahwa bila suami jimak dengan istrinya dalam masa iddah, maka perbuatan itu dapat dikatakan sebagai pertanda rujuknya suami.
Mazhab Maliki mengatakan bila perbuatan itu diawali dengan niat, maka berarti rujuk. sedangkan mazhab Syafi’i mengatakan bahwa suami tidak boleh jimak dengan istrinya yang sedang menjalani masa iddah, dan perbuatan itu bukanlah pertanda rujuk. karena menurut mereka, rujuk harus dilakukan dengan perkataan atau pernyataan dari suami secara jelas, bukan dengan perbuatan.

Dalil dasar Hukum Perceraian Talak dalam QS Al-Baqarah 2:229

 الطَّلاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْزَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ وَلا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئاً إِلاّض أَنْ يَخَافَا أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَعْتَدُوهَا وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ 

Artinya:
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim. 

Disebutkan juga QS At-Talaq 65:1-7

 أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاء فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لاَ تُخْرِجُوهُنَّ مِن بُيُوتِهِنَّ وَلا يَخْرُجْنَ إِلاَّ أَن يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لاَ تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا*فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِّنكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا*وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا*وَاللاَّئِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِن نِّسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللاَّئِي لَمْ يَحِضْنَ وَأُوْلاتُ الأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا*ذَلِكَ أَمْرُ اللَّهِ أَنزَلَهُ إِلَيْكُمْ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا*أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنتُم مِّن وُجْدِكُمْ وَلاَ تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِن كُنَّ أُولاَتِ حَمْلٍ فَأَنفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُم بِمَعْرُوفٍ وَإِن تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى*لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلاَّ مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا 

Artinya:
Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.(ayat 1)
Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.(ayat 2) 
Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.(ayat 3) 
Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (ayat 4) 
Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu, dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya. (ayat 5) 
Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.(ayat 6) 
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.(ayat 7) 


Hukum Talak atau Cerai dalam Islam



  • Talak/cerai itu wajib apabila: 

a) Jika suami isteri tidak dapat didamaikan lagi
b) Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk perdamaian rumahtangga mereka
c) Apabila pihak Pengadilan berpendapat bahwa talak adalah lebih baik jika tidak diceraikan dalam keadaan demikian, maka berdosalah suami

  • Talak/cerai itu haram apabila: 

a) Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas
b) Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi
c) Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut harta pusakanya
d) Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekaligus atau talak satu tetapi disebut berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih

  • Talak/cerai itu sunnah apabila: 

a) Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya
b) Isterinya tidak menjaga martabat dirinya

  • Talak/cerai itu makruh apabila: 

Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai pengetahuan agama

  • Talak/cerai itu mubah apabila: 

Suami lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus haidnya

Jenis Perceraian/ Macam-macam Talak 

  • Talak menurut lafadznya yaitu:

- Talak dengan lafadz shorih (jelas) dengan ucapan talak yang tidak harus disertai niat.
Contoh: suami berkata kepada isterinya; “kamu saya talak” perkataan seperti ini adalah jelas. Maka tidak diperlukan niat. Ucapan suami yang seperti ini baik bergurau, niat ataupun tidak ada niat tetap dapat menjatuhkan talak.
- Talak dengan lafadz kinayah (sindiran) yaitu ucapan talak yang bisa jatuh jika disertai niat.
Contoh; suami berkata: “pulanglah engkau kerumah orang tuamu.” Jika suami berkata dengan sindiran, dan disertai niat, maka jatuhlah talaknya, tetapi jika tidak disertai niat maka tidak jatuh talak.

  • Talak menurut waktunya yaitu:

- Talak sunni yaitu talak yang dijatuhkan pada saat isteri dalam keadaan suci (setelah selesai haid) dan belum di kumpuli (disetubuhi)
- Talak bid’i yaitu talak yang dijatuhkan pada saat isteri sedang dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci tetapi sudah dicampuri (disetubuhi) talak seperti ini hukumnya haram.

  • Talak menurut jenisnya yaitu:  

- Talak mati yaitu talak yang disebakan karena suami meninggal dunia.
- Talak hidup yaitu yang dikarenakan oleh suatu sebab.
- Talak roj’i yaitu talak yang masih diperbolehkan rujuk kembali.
- Talak ba’in yaitu talak yang tidak diperbolehkan untuk rujuk kembali, jika menginginkan untuk dikawini harus dengan jalan akad nikah baru.
- Talak ba’in sughra (kecil) yaitu talak ba’in yang jika ingin dikawini lagi, harus dengan jalan akad nikah yang baru tanpa ada syarat yang beratContoh: talak satu atau dua yang sudah habis masa iddahnya.
- Talak ba’in kubra (besar) yaitu talak ba’in yang jika ingin kawin lagi, harus dengan jalan akad nikah baru, dan dengan syarat yang berat, sudah jatuh talak ketiga, jika ingin kawin lagi tidak diperbolehkan, kecuali bekas isteri sudah dinikahi oleh orang lain, sudah ditalak dan telah habis masa iddahnya dan sudah pernah berhubungan layaknya suami isteri.

  • Talak menurut pelaku perceraian yaitu:

Talak yang dijatuhkan suami kepada istri yaitu perceraian yang dilakukan oleh istri kepada suami. Cerai model ini dilakukan dengan cara mengajukan permintaan perceraian kepada Pengadilan Agama. Dan perceraian tidak dapat terjadi sebelum Pengadilan Agama memutuskan secara resmi.

Baca: Suami Pegiat 212, Istri Tak Sepaham, Akhirnya Cerai (Berai)

Ada dua istilah yang dipergunakan pada kasus gugat cerai oleh istri, yaitu fasakh dan khulu’: Fasakh adalah pengajuan cerai oleh istri tanpa adanya kompensasi yang diberikan istri kepada suami, dalam kondisi di mana: Suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin selama enam bulan berturut-turut.

Khulu’ adalah kesepakatan penceraian antara suami istri atas permintaan istri dengan imbalan sejumlah uang (harta) yang diserahkan kepada suami.

Iddah (Masa Tunggu) 

Iddah adalah masa tunggu bagi istri yang dicerai talak oleh suami atau karena gugat cerai oleh istri. Dalam masa iddah, seorang perempuan yang dicerai tidak boleh menikah dengan siapapun sampai masa iddahnya habis atau selesai. Bagi istri yang ditalak raj’i (talak satu atau talak dua) maka suami boleh kembali ke istri (rujuk) selama masa iddah tanpa harus ada akad nikah baru. Sedangkan apabila suami ingin rujuk setelah masa iddah habis, maka harus ada akad nikah yang baru.

Rincian masa iddah sbb:

  • Perempuan yang ditinggal mati suaminya, maka iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari, baik sang isteri sudah dicampuri (hubungan intim) atau belum (QS Al-Baqarah 2:234). 


  • Istri yang dicerai saat sedang hamil, maka masa iddahnya sampai melahirkan (QS At-Talaq 65:4). 


  • Istri yang ditalak tidak dalam keadaan hamil dan masih haid secara normal, maka masa iddahnya tiga kali haid yang sempurna (QS Al-Baqarah 2:228). 


  • Jika wanita yang dijatuhi talak itu masih kecil, belum mengeluarkan darah haid atau sudah lanjut usia yang sudah manopause (berhenti masa haid), maka iddahnya adalah tiga bulan (At-Thalaq 65:4). 

Wanita yang pernikahannya fasakh/dibatalkan dengan cara khulu’ atau selainnya, maka cukup baginya menahan diri selama satu kali haid. Wanita yang dicerai/talak sebelum ada hubungan intim, maka tidak ada masa iddah.
Semoga artikel ini membantu pembaca agar lebih bisa memahami tentang cerai/talak. [dutaislam/ka]
Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB