![]() |
Diskusi sampah plastik mulai dilakukan para Kiai NU di Pondok Pesantren Al-Hasaniyah, Teluk Naga, Tangerang, Jumat-Ahad, (15-17/2/2019). Foto : NU Online |
Problem sampah plastik tampaknya akan menjadi isu penting untuk disorot. Hal ini terlihat dari keseriusan beberapa hari jelang Munas. Diskusi sampah plastik mulai dilakukan para Kiai NU di Pondok Pesantren Al-Hasaniyah, Teluk Naga, Tangerang, Jumat-Ahad, (15-17/2/2019). Para kiai membahas masalah ini dari sudut pandang hukum fiqih.
Dilansir dari NU Online, masalah yang diangkat dalam diskusi terkait pembuangan sampah plastik sembarangan. Kemudian penerapan sanksi oleh pemerintah atas industri yang tidak mengelola sampah kemasan produknya. Selain itu, pemboikotan masyarakat atas perusahaan yang tidak bertanggung jawab terhadap sampah produknya dan pihak yang bertanggung jawab atas dampak negatifnya karena kurangnya pengelolaan sampah plastik.
Sidang bahtsul masail dimpimpin KH Asnawi Ridwan. Dia mengatakann, sampah plastik masalah darurat. Kantong plastik menumpuk di rumah. Masalah sampah lainnya adalah soal penguraian sampah plastik.
“Kemasan kecil sampo tidak lagi bisa diurai. Bahaya sampah ini bukan masih dugaan, tetapi sudah riil,” kata Kiai Asnawi.
Kiai Asnawi melanjutkan, masalah sampah plastik berdampak pada lingkungan laut. Sampah plastik di laut merusak ikan dan biota laut. Ini akan berdampak juga pada ikan laut yang selama ini dikonsumsi masyarakat akan terkontaminasi sampah plastik.
Ustadz Munawwir dari PWNU Lampung mengatakan, letak keharaman pembuangan sampah sembarangan bukan pada kemunkarannya. Tetapi lebih kepada mafsadatnya. “Ini penting dikaji sejauh mana tingkat mafsadatnya,” kata Munawwir.
Sebelumnya, Ketum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Kiai Said Aqil Siradj mengemukakan, di tengah situasi kerusakan lingkungan, warga NU harus siap menjawab tantangan sampah plastik.
"Bagaimana kalau memungkinkan kita hukumi (sampah plastik) sebagai "wayasauna fil ardhi fasada" (mengutip Al-Quran surat Al-Maidah ayat 64), maka hukumannya berat," ucap Kiai Said saat membuka Konsolidasi Jelang Satu Abad NU dan Peringatan Hari Lahir NU di Jakarta Convention Center Senayan, Kamis (31/1/2019) lalu.
Meski demikian, Kiai Said menegaskan, hasil Munas ini bukan fatwa. Hasil Munas tidak bisa disebut fatwa karena Indonesia berbeda dengan Mesir yang memilik Darul Ifta. Tidak hanya Munas NU, kata Kiai Said, lembaga manapun tidak berhak memberikan fatwa di Indonesia.
"Karena norma konstitusi kita mengenal Mahkamah Agung. Jadi ini hasil musyawarah nasional NU, bukan fatwa. Ini jawaban NU tentang Bahtsul Masail," ucap Kiai Said sebagaimana dilansir dari pikiran-rakyat.com. [dutaislam.com/pin]
