Tsamara Amany Alatas |
Banyak pihak menolak dan keberatan dengan vonis tersebut. Termasuk Pengurus Besar Nadlatul Ulama (NU). Keluhan Meiliana soal adzan dinilai tidak menistakan agama. Tetapi lebih kepada menyatakan pendapat. Menyatakan pendapat sah sah saja dalam negara demokrasi.
Tetapi entah mengapa, yang terjadi, Meiliana telah divonis menistakan agama. Bahkan Majelis Ulama Indoensia (MUI) setempat juga mengeluarkan fatwa, Meiliana menistakan agama. Ini menunjukkan bahwa keluhan Meilina tidak dicermati dengan teliti. Karena Meiliana bukan mengeluh adanya adzan, tetapi pengeras suara yang terlalu keras. Jangankan suara adzan, bacaan Al-Qur'an pun kalau diputar terlalu keras tidak lagi indah, tapi bisa mengganggu orang lain. Apalagi tidak dalam waktu yang tepat.
Tetapi inilah realitas pemahaman agama sebagian masyarakat Indonesia yang hanya berdasarkan kulit. Pemahaman tentang agama tidak menyetuh esensi agama. Memahami agama secara dangkal. Seandainya lebih memahami agama secara esensi, maka yang dimaksud penistaan agama tidak sebatas menghina agama atau kitab suci. Tetapi melanggar aturan agama, sudah bisa disebut menistakan agama.
Agama telah memerintah, tetapi tidak dilakukan atau agama telah melarang tetapi tetap saja dilakukan. Inilah penistaan agama yang sesungguhnya. Dia paham perintah tetapi tidak melakukannya atau dia paham larangan tapi masih saja dilakukannya.
Politisi muda Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Alatas ikut mengomentari soal penistaan agama yang kini lagi hangat tersebut. Tsamara memposting berita Zumi Zola yang terbukti melakukan korupsi. Dan celakanya, uang korupsi digunakan untuk berangkat umroh ke tanah suci.
Menurut Tsamara, itulah penistaan agama yang sesungguhnya. Zumi Zola tanpa malu-malu menggunakan uang rakyat untuk berangkat umroh.
“Bagi saya ini penodaan agama yang sesungguhnya. Tanpa malu-malu makan uang rakyat lalu digunakan untuk umroh! Astagfirullah!,” tulis Tsamara melalui akun Twitternya, Jumat (24/08/2018)
Mari beragama dengan cerdas dan waras.[dutaislam.com/pin]