Pengamat: MUI Sumbar Mirip Organ Politik, Kehilangan Arif, Mengedepankan Ego
Cari Berita

Advertisement

Pengamat: MUI Sumbar Mirip Organ Politik, Kehilangan Arif, Mengedepankan Ego

Duta Islam #03
Rabu, 01 Agustus 2018
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Ketua MUI Sumbar H. Gazahar. Foto: Istimewa
DutaIslam.Com – Mengapa MUI Sumatera Barat (Sumbar) menolak Islam Nusantara?

Menurut analisa Dosen Pascasarjana Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta Zastrouw Al-Ngatawi, pernyataan MUI Sumbar lebih menunjukkan rasa sentimen dan upaya mendiskreditkan kelompok tertentu daripada memberikan apresiasi terhadap upaya membangun citra baik Islam yang dilakukan oleh para penggagas Islam Nusantara.

“Hal itu terlihat jelas dalam pernyataan tersebut yang hanya memberikan respon dan pandangan negatif pada Islam Nusantara,” ujar Zastrouw, Jumat (27/07/2018), dilansir dutaislam.com dari NU Online.

Padahal, menurut Zaztrouw, ijtihad untuk memberikan istilah yang lebih spesifik terhadap universalitas ajaran Islam juga muncul di berbagai kelompok.

“Seperti tercermin dalam istilah Islam Berkemajuan, Islam Terpadu, Islam Transformatif, Islam Kaffah, dan sebagainya,” katanya.

Karena itu, sikap MUI Sumbar, ditegaskan Zastrouw, bukan mencerminkan sikap organisasi ulama yang seharusnya mengedepankan kearifan dan sikap tabayun dengan pertibangan kemaslahatan dalam menanggapi dan menyikapi persoalan.

“Dalam hal Islam Nusantara, MUI Sumbar lebih terlihat seperti organisasi politik,” katanya.

Dengan sikapnya yang demikian, alih-alih MUI Sumbar membuat kesejukan dan membangkitkan spirit persaudaraan antarumat. Yang terjadi justru dapat memancing perpecahan dan sentimen antarumat. Karena sikap MUI Sumbar yang mendiskreditkan suatu gagasan keislaman hasil ijtihad dari para ulama.

“Apalagi hal itu dilakukan tanpa tabayun dan dialog, tapi hanya berdasar asumsi dan informasi sepihak yang diterima oleh MUI Sumbar,” imbuhnya.

Zastrouw menegaskan, jika organisasi ulama sudah kehilangan sikap arif, menafikan budaya dialog, tabayun, lebih mengedepankan ego dan arogansi kelompok, maka akan terjadi penyempitan dan pendangkalan makna serta kualitas ulama. [dutaislam.com/pin]

source: NU Online

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB