Vonis Meiliana, Gus Nadir Paparkan Dua Hal Penting
Cari Berita

Advertisement

Vonis Meiliana, Gus Nadir Paparkan Dua Hal Penting

Duta Islam #03
Jumat, 24 Agustus 2018
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Nadirsyah Hosen. Foto: Istimewa.
DutaIslam.Com – Vonis Meiliana karena dinilai meniskatakan agama menuai banyak reaksi dari berbagai pihak. Dosen senior dari Monash University yang merupakan Rais Syuriah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Australia dan Selandia Baru Nadirsyah Hosen juga memberi masukan penting.

Pertama, Gus Nadir menyinggung pentingnya pembaharuan aturan mengenai penggunaan alat pengeras suara dan perlunya mengevaluasi kembali pasal 156A. Menurutnya, peraturan mengenai suara azan yang ditetapkan oleh kementerian agama melalui Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978 tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushalla diangapnya perlu pembaharuan.

“Payung hukumnya yang sudah lama ternyata tidak efektif karena hanya berupa instruksi Dirjen. Karenanya perlu didorong untuk direvisi. Misalnya dalam bentuk keputusan Menteri Agama atau Peraturan Pemerintah,” kata Gus Nadir, Kamis (23/08/2018, dilansir dutaislam.com dari NU Online.

Upaya pembaharuan peraturan sebenarnya pernah dilontarkan Wakil Presiden Boediono pada tahun 2012. Boediono saat itu mengusulkan agar DMI membahas mengenai pengaturan suara azan yang disambut baik oleh Jusuf Kalla selaku ketua DMI masa itu.

“Namun pemerintah SBY kala itu difitnah seakan-akan hendak melarang azan. Padahal sebenarnya bukan melarang azan tapi mengatur,” ujar Nadirsyah.

Menurut Gus Nadir, pengaturan harus dibarengi dengan edukasi bagi masyarakat, agar bisa dibedakan antara membuat aturan tentang azan dan melarang kumandang azan. Pengaturan ini tak lantas membuat orang lupa waktu. Karena saat ini telah banyak yang bisa ditempuh untuk mengetahui waktu masuk masa shalat. Seperti dengan aplikasi azan di smart phone, atau dengan cara lain.
“Yang tak kalah penting adalah mengembalikan fungsi azan sebagai salah satu cara pengingat masuknya sebuah waktu beribadah, yang perlu memperhatikan kenyamanan orang lain. Sebab, jika tidak diatur, suara azan tidak hanya mengganggu kalangan non muslim tapi juga umat islam sendiri,” ucap Gus Nadir.

Kedua, tentang pasal 156 A yang disebutnya sebagai ‘pasal karet’ yang menimpa Meliana. Kejadian ini hendaknya dapat dimanfaatkan sebagai ‘kesempatan’ untuk meninjau ulang pasal tersebut. Sebab, pasal ini tidak memiliki batasan yang jelas, sehingga mudah ditarik ke sana sini.

“Karena itu sudah waktunya pasal seperti ini segera dihapus dan diganti dengan undang-undang yang lebih mengakomodir semua pihak.  Sehingga batasan yang mana yang disebut penodaan agama menjadi jelas,” kata Nadirsyah, masih berdasarkan data dari NU Online.[dutaislam.com/pin]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB