![]() |
Ilustrasi: Istimewa. |
Wasiat muncul karena ketakutan yang mendalam. Lelaki itu sadar bahwa Allah akan menyiksanya. Pembakaran dan pembuangan abu dimaksudkan untuk menghindari siksaan.
Dosa-dosanya menggunung. Sementara kebaikannya nihil. Ia berharap bisa lolos dari azab berat dengan menghilangkan jejak jasmani. Ketika kematian telah tiba, wasiat pun dijalankan dengan baik oleh putra-putranya.
Tetapi Allah Maha Kuasa. Allah memerintahkan daratan dan lautan untuk menghimpun abu tersebut dan menghidupkannya kembali. Allah bertanya kepada si laki-laki,
"Kenapa kau melakukan hal ini?"
"Karena khasyah (takut), ya Rabb, dan Engkau lebih mengetahuinya."
Rasulullah mengabarkan, lelaki itu akhirnya mendapat ampunan dari Allah.
Dalam cerita tersebut terkesan ada dua hal yang kontradiktif. Di satu sisi lelaki tersebut berlumuran dosa, tetapi di sisi lain melakukan ibadah besar menjelang kematiannya, yakni khasyatullah (takut kepada Allah).
Kisah ini tertuang dalam sejumlah hadits antara lain Shahih Muslim (4/2111) yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah dan Abu Said al-Khudri (nomor 2756, 2757). Juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari di beberapa tempat dalam Shahih Bikhari.
Rahmat Allah selalu lebih besar dari dosa-dosa hamba-Nya. Karena itu harapan akan kasih sayang dan ampunan-Nya senantiasa terbuka selama seorang hamba tulus menaruh harap dan ketundukan.
Kata khasyah dalam Al-Qur'an diidentikkan dengan sifat nabi dan ulama. Artinya, ketakutan tersebut bukan semata cemas akan bahaya sesuatu, tetapi dilandasi pula oleh ilmu dan pengagungan terhadap Allah. Wallahu a'lam [dutaislam.com/pin]
source: NU Online
