Tadarus Pancasila; Hakikat Kesempurnaan Pancasila
Cari Berita

Advertisement

Tadarus Pancasila; Hakikat Kesempurnaan Pancasila

Duta Islam #02
Jumat, 08 Juni 2018
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Lambang Negara Indonesia. (Ilustrasi: Istimewa)
Oleh Ahmad Tijani

DutaIslam.Com - Soekarno dengan sangat percaya diri menyatakan bahwa Pancasila sudah final sebagai dasar negara. Sifatnya yang statis dan dinamis adalah segmen yang sangat memastikan untuk menempatkan Pancasila benar-benar sebagai pilihan fundamen parpiurna untuk membangun negara. Walau demikian bukan berarti kondisi saat ini negara berada pada titik kesempurnaan. Kesempurnaan itu adalah cita-cita yang selalu terus mengarahkan setiap pikiran dan gerakan untuk mencapai Indonesia semakin lebih baik.

Bahkan, jika mungkin Pancasila itu sudah termanefestasikan dalam setiap produk perundang-undangan serta terikat dengan koherensi yang tepat antar sila yang satu dengan sila yang lain atau dapat dikatakan telah sempurna sebagai ideologi dan instrumennya, maka itu belum berarti Pancasila itu sudah tuntas. Apalagi dalam konteks ini masih banyak kekurangan disana-sini terkait aspek instrumental-konstitusional, maka Pancasila tentu masih sangat jauh untuk dikatakan sempurna.

Aspek normatif di atas yang masih belum dapat dikatakan mapan menjadi tugas seluruh elemen bangsa untuk menyempurnakannya. Karena proses Pancasila itu bukan seperti halnya turunnya wahyu kepada sang Nabi. Pancasila adalah hasil ijtihad seluruh bangsa yang mewujud secara bertahap, mulai dari sekedar kenyataan faktual kebersamaan dan kecintaan masyarakat Nusantara terhadap tanah airnya, kemudian mewujud pada suatu kesadaran dan munculnya gagasan.

Proses tersebut di atas dapat dikatakan sebagai tahap pertama proses Pancasila itu dimulai. Berikutnya terbentuk semangat pembuahan yang melahirkan anak-anak muda yang memiliki kesadaran formal untuk mengikatkan seluruh elemen bangsa ini dalam wadah kedaulatan kenegaraan. Disitulah ada Tan Malaka, Cokroaminoto dan juga termasuk Soekarno sendiri. Tahun 1920-an kesadaran formal itu masih bersifat sporadis, namun semakin mengkristal, seiring dengan kesadaran kolektif masyarakat Nusantara terhadap martabat kemanusiaan, kemerdekaan dan kedaulatan negara.

Memasuki tahun 1945 konsep dasar itu berhasil dirumuskan yang kemudian disampaikan oleh Soekarno pada tannggal 1 Juni 1945. Mulai saat itulah Pancasila itu resmi sebagai rumusan formal dasar negara yang akan segera dimerdekakan. Tanngal 18 Agustus 1945 secara resmi Pancasila disahkan sebagai dasar negara. Proses ini dan sejumlah tahapan proses sebelumnya telah memantapkan seluruh pendiri bangsa untuk berpancasila, sehingga Soekarno dalam hal ini menyatakan bahwa Pancasila adalah final.

Jika ditelaah lebih dekat dari penjelasan di atas, Pancasila itu sejatinya sudah cukup lama tumbuh di relung jiwa bangsa ini. Pertumbuhannya dari tahap yang satu pada tahap yang lain menunjukkan bahwa Pancasila terus mengalami proses dari yang sederhana menuju pada yang lebih sempurna. Artinya semangat Pancasila itu juga telah berhasil melakukan perubahan pada bangsa ini, sekaligus juga telah menyempurnakan dirinya dari sekedar gagasan menjadi rumusan dan landasan formal negara.

Pola penyempurnaan Pancasila di masa lalu sejatinya tidak hanya semangat untuk merumuskan aspek normatif dan kelengkapan instrumen, namun yang paling pokok dari kehidupan berpancasila adalah pada aspek perubahan faktual bangsa ini agar semakin lebih baik. Semangat Pancasila adalah semangat perubahan nyata, dari situlah kemudian secara tidak langsung juga akan berkonsekuensi pada persoalan perundang-undangan serta koherensi dari satu sila pada sila yang lain. Semakin tinggi semangat perubahan faktual yang kita inginkan maka semakin sempurna arah Pancasila itu bergerak.

Disini seluruh elemen bangsa dituntut untuk terus berfikir progresif, tidak sekedar menelaah Pancasila dari kesempuranaan aspek normmatifnya tapi juga melibatkan perhatian terhadap kekinian dan masa depan bangsa. Sangat disayangkan jika proses berfikir itu hanya mengkritisi aspek normatifnya saja, karena pola berfikir seperti ini tidak konstruktif justru akan membuka peluang pintu masuk idelogi lain. Sebagai fakta, betapa banyak unsur bangsa ini baik kolektif maupun perorangan yang melontarkan narasi pesimistis terhadap pancasila tanpa terlebih duhulu memahami aspek historisitas, rasionalitas dan aktualitas Pancasila.

Semestinya tiga aspek tesebut (historisitas, rasioanlitas dan aktualitas) harus dipahami dan agar tidak terjebak pada simbol-simbol kebaruan kemasan dari Pancasila yang dirasa berlawanan dengan semangat parsialitas setiap unsur bangsa baik agama, etnis dan budaya. Misalnya dalam Islam dianyatakan bahwa pedoman hidup itu hanya al-Quran dan Sunah, selain itu tidak lebih sebagai taghut. Pandangan ini sangat simbolik dalam memandang Pancasila, memerlukan pendekatan historis relasi muslim dengan agama-agama lain di negeri ini, sehingga akan mengerti dibalik dari simbol kemasan normatif Pancasila itu dan akan meninggalkan segala keraguan terhadap Pancasila.

Mari kita bangun pemahaman dan keyakinan terhadap Pancasila sebagai fundamen final yang mewadahi seluruh unsur bangsa yang beragam dan sebagai pemandu menuju cita-cita bangsa. Tugas kita adalah berfikir progresif untuk perubahan Indonesia yang lebih baik dan begitu jugalah Pancasila itu akan semakin sempurna. Disinilah lhakikat kesempurnaan Pancasila, kesempurnaannya ada pada progresifitas alam pikiran warganya menuju cita-cita Indonesia yang lebih baik. [dutaislam.com/gg]

Ahmad Tijani, Pengurus Lakpesdam PCNU Kota Pontianak.

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB