Deteksi dan Cegah Dini Terorisme, FKPT Jateng Kenalkan Konsep Gemeter
Cari Berita

Advertisement

Deteksi dan Cegah Dini Terorisme, FKPT Jateng Kenalkan Konsep Gemeter

Duta Islam #02
Sabtu, 19 Mei 2018
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Ketua FKPT Jawa Tengah, Dr. Drs. H. Budiyanto, SH, MHum
DutaIslam.Com - Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah menyatakan, meski sejauh ini Jateng dibilang aman, namun bukan berarti warga Jateng melalaikan kewajibannya dalam meningkatkan kewaspadaan dini. Tak hanya tingkatkan kewaspadaan dini, masyarakat perlu menggalakkan deteksi dini dan cegah dini, caranya, lapor cepat pada aparat. Gerakan ini disebut Gemeter (Gerakan Melawan Teroris).

Hal ini diungkapkan oleh Ketua FKPT Jawa Tengah, Dr. Drs. H. Budiyanto, SH, MHum seusai dialog Gema Kebangsaan di Studio TVRI Jateng, jalan Pucanggading Batursari Mranggen Kabupaten Demak, Jum'at (18/05/2018).

Menurut riset BIN yang bahwa 39 persen mahasiswa di Indonesia sudah terpapar paham Radikalisme, 24 persen Mahasiswa dan 23,3 persen Pelajar setuju dengan tegaknya Negara Islam Indonesia atau paham Khilafah. Sebuah fenomena yang mengenaskan, menurutnya, sebab pelajar dan mahasiswa merupkan golongan muda yang semestinya menjadi generasi penerus perjuangan bangsa.

Merujuk pada tugas FKPT sebagai sebuah wadah yang melemahkan upaya radikalisme, Budiyanto menghimbau pada masyarakat untuk koordinasi dan komunikasi aktif dengan pihak-pihak terkait. "Ada kepolisian, ada banyak ormas yang kuat menggemakan NKRI harga mati, ini perlu digandeng oleh elemen masyarakat, terlebih para takmir masjid. Sebab, pelaku teror ini sering mengatasnamakan Agama," jelasnya.

"Jadi, para takmir masjid, kami himbau untuk berkomunikasi aktif dengan polsek, bila.menemukan praktik keagamaan yang dirasa berbeda dari umumnya," imbuh dia.

Selain itu, dia berharap adanya deradikalisasi melalui pendidikan. Para guru, terutama guru Agama, kiai masjid, pegiat organisasi masjid, organisasi pelajar dan mahasiswa bisa bergerak dengan leluasa sesuai dengan jenjang dan jejaring yang dimiliki. Sebab, kata ia, radikalisme dan terorisme ini tidak bisa mati dengan bubarnya sebuah organisasi. Tidak pula dengan meninggalnya pelaku teror tersebut. Akan tetapi melalui pendidikan yang terstruktur. Pendidikan tersebut, menurut ia, bukan berarti harus dalam pendidikan formal.

"Kalau berbicara menghabisi teroris, Densus sudah cukup. Densus memiliki kecakapan dan memang terlatih di medan perang. Namun yang kita harapkan adalah upaya yang humanis. Jadi bukan membunuh orangnya, akan tetapi upaya bersama dalam mencegah berkembangnya paham radikalis-teroris ini," tuturnya.

"Teroris ini berbahaya, sebab yang ada dalam pikirannya adalah mati syahid, sedangkan Densus berupaya menangkapnya hidup-hidup untuk dikembalikan pada jalan Agama yang sesuai koridor tafsir para Ulama Islam Nusantara, dari yang sebelumnya mereka pahami Islam yang tekstuali-radikalis," katanya menambahkan.

Dalam kesempatan tersebut, Budiyanto menerangkan bahwa radikalisme adalah awal dari terorisme. "Indikasinya jelas pada radikalisme," tandasnya.

Maka dari itu, ia berharap masyarakat untuk mengenali bila terdapat seseorang yang intoleran dalam hal keberagamaan dan keberagaman, fanatik yang berlebih, eksklusif atau menutup diri dengan membeda-bedakan diri dari kelompok lain pada umumnya, mereka yang merasa paling benar dalam praktik keagamaan, dan revolusioner atau cenderung menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan ideologinya.

Selain itu, ia mengingatkan pula kegiatan terorisme yang terstruktur dalam organisasi yang memiliki kedisiplinan tinggi dan militan. "Mereka ini biasanya mendadak anti sosial, susah berkomunikasi dengan warga," terangnya.

Kehidupan para teroris, kata ia, lebih banyak menghabiskan waktu dengan komunitasnya yang rahasia, sensitif dan emosional ketika berbicara tentang politik dan agama. Dikatakan, ciri lain para radikalis-teroris terdapat pada pandangan, sikap, dan kritik yang berlebihan terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah, memutus komunikasi dengan keluarga dan orangtua karena beda praktik keagamaannya.

Menutup wawancara, pria yang pernah menjadi Ketua KNPI Jateng menambahkan, mungkin radikalisme dan terorisme yang menggejolak belakangan ini merupakan upaya kecil dari target besarnya, yakni, adanya Asean Games. Selain itu, ia mengingatkan tentang prediksi dari Kapolri yang menyatakan Isis sedang berupaya memindahkan markasnya pasca porak porandanya Isis di Iraq dan Syiria. Indonesia memiliki kriteria yang dibutuhkan oleh Isis, Negara yang demokratis, prosentase mayoritas penduduknya Islam, dan masih banyak daerah hijau yang dimungkinkan untuk latihan militer. [dutaislam.com/q/gg]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB