Berjihad Tapi Demi Syahwat, Bahaya!
Cari Berita

Advertisement

Berjihad Tapi Demi Syahwat, Bahaya!

Duta Islam #03
Sabtu, 21 April 2018
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Bahaya Jihad ISIS. Foto: Istimewa
Oleh al-Zastrouw

DutaIslam.Com - Nafsu adalah bagian dari hiasan yang diberikan Allah kepada manusia. Ada beberapa jenis nafsu dalam diri manusia diantaranya ada nafsu amarah, lawwamah dan muthmainnah. Ada yang membagi nafsu ini menadi tujuh jenis, bahkan ada yang 10 jenis.

Dari berbagai jenis nafsu itu, ada nafsu yang mengarahkan manusia pada tindakan jahat, merusak dan bejat yang disebut dengan nafsu amarah atau syahwat. Sedangkan nafsu pengendali yang mengarahkan manusia pada kebaikan disebut nafsu muthmainnah.

Adanya berbagai jenis nafsu ini menunjukkan bahwa diri manusia sebenarnya merupakan medan pertarungan nafsu yang terjadi secara terus menerus. Jika pertarungan dimenangkan oleh nafsu amarah yang penuh syahwat manusia akan menjadi jahat. Demikian sebaliknya, jika nafsu muthmainnah yang menang dan berhasil mengendalikan nafsu amarah atau syahwat maka manusia akan menjadi baik dan beradab.

Untuk mengendalikan terjadinya pertarungan antar nafsu yang ada pada diri manusia, Tuhan memberikan akal pada manusia. Melalui akal ini manusia bisa membedakan yang benar dan salah, baik dan buruk serta mengenali berbagai nilai-nilai, etika dan norma yang ada dalam kehidupan. Melalui akal ini manusia dipandu untuk bisa mengendalikan nafsu amarah yang penuh syahwat duniawi dan biologis.

Di dalam al-Qur”an disebutkan ada beberapa hal yang bisa memancing tumbuhnya nafsu syahwat yaitu lawan jenis, anak dan harta benda: Disebutkan: “dihiasi manusia dengan cinta syahwat terhadap perempuan (lawan jenis), anak-anak, harta yang banyak dari emas dan perak, kuda-kuda pilihan (kendaraan mewah), binatang-binatang ternak, sawah dan ladang. Itulah kesenangan hidup dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali terbaik (QS. Ali Imran; 14)

Nabi Muhammad beberapa kali mengingatkan bahayanya nafsu syahwat, karena manusia yang sudah dikuasai syahwat akan kehilangan sifat kemanusiaannya. Dia akan bersikap seperti hewan karena kehilangan akal sehat. Sebagaimana dinyatakan oleh Imam Ghozali: “Idza qaama dzakuruhu dzahabat nishfu aqluhu” (ketika dzakar lelaki sudah berdiri maka hilanglah sebagian akalnya).
Meski hanya menyebut berdirinya dzakar, namun Peringatan Imam Ghozali bisa dimanai bahwa nafsu pada lawan jenis yang benuh dengan gejolak syahwat bisa menjebak manusia kehilangan akal sehingga rela melakukan apa saja demi memenuhi nafsu birahi dan syahwat kebinatangan. Jika sudah demikian ajaran agama dilupakan, larangan Tuhan diabaikan. Bahkan Tuhanpun dipersekutukan.

Fenomena ini terlihat jelas pada orang-orang yang tega membunuh sesamanya, menebar teror dan ketakutan, mencaci maki dengan penuh kebencian, bahkan rela bunuh diri untuk bisa secepatnya bertemu bidadari agar segera bisa melampiaskan syahwatnya. Karena kehilangan akal, tanpa sadar mereka sebenarnya telah mengabaikan Allah karena melalukan tindakan brutal yang merusak kehidupan demi surga dan bidadari.

Nafsu syahwat yang telah menutup akal dan nurani membuat mereka tidak mampu menangkap cahaya kasih Allah yang penuh rahmat dan welas asih pada sesama. Alih-alih menjadikan jihad sebagai upaya sungguh-sungguh mewujudkan Islam rahmatan lil”alamin, menyebarkan Islam dengan hikmah dan akhlakul karimah. Mereka justru menjadikan jihad sebagai jalan pintas melampiaskan hasrat biologis menikmati keindahan surga agar bisa secepatnya menumpahkan birahi dan syahwat mereka kepada 72 bidadari yang cantik-cantik.

Selain terhadap lawan jenis, bahaya nafsu syahwat ini terjadi terhadap harta dan kekuasaan. Manusia yang sudah dihinggapi syahwat berkuasa dan nafsu terhadap harta akan gelap mata dan kehilangan akal sehat. Mereka akan melakukan apa saja demi harta dan kekuasaan. Mereka tega memanipulasi ayat, mengatas namakan Tuhan bahkan menjual agama demi kuasa dan harta. Pengertian menjual agama di sini bukan saja bersikap murtad, keluar dari Islam, setelah mendapat sembako sebagaimana yang dituduhkan terhadap orang-orang miskin. Menggunakan simbol agama dan Ayat suci untuk memenuhi syahwat kekuasaan dan harta sebenarnya juga merupakan bentuk menjual agama. Dan ini biasanya justru dilakukan oleh mereka berpenampilan agamis dengan berteriakan agama yang keras dan nyaring.

Memang tidak semua yang berpenampilan agamis dan bertriak lantang adalah orang yang menggunakan agama untuk memenuhi syahwat kekuasaan dan nafsu serakah. Tapi hampir bisa dipastikan orang-orang yang punya shahwat kekuasaan dan harta tidak segan-segan menggunakan simbol agama untuk memenuhi nafsunya dengan berpenampilan agamis dan berteriak lantang tentang agama.

Jelas di sini terlihat bahanya nafsu syahwat, baik syahwat terhadap lawan jenis (terutama perempuan cantik dan bidadari) maupun kekuasaan dan harta. Nafsu shahwat bisa merubah manusia sebagai makhluk religius dan beradab menjadi makhluk biadab dengan daya rusak yg tinggi. Agama yang mestinya menjadi tuntunan dalam menegakkan nilai kemanusiaan dan pentunjuk mengabdi pada Tuhan, oleh orang-orang yang sudah dikuasai syahwat justru dijadikan sebagai alat perusak untuk sekedar memenuhi syahwat bersenggama dengan bidadari atau sekedar alat memperoleh kekusaan untuk menumpuk harta.[dutaislam.com/pin]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB