Semua Ulama Madzhab Pengamal Tarekat
Cari Berita

Advertisement

Semua Ulama Madzhab Pengamal Tarekat

Senin, 19 Maret 2018
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Ilustrasi: Istimewa
Oleh Heru Purnomo

DutaIslam.Com - Seringkali kita mendengar ceramah atau tulisan yang tersebar di buku atau internet, bahwa ilmu tasawuf itu tidak ada dalam Islam. Sesuatu yang tidak ada dalam Islam artinya bid'ah, karena termasuk sesuatu yang diada-adakan. Dan pelaku bid'ah akan masuk neraka. Maka tasawuf itu adalah sesat dan menyesatkan.

Saya pun sering bertanya-tanya, benarkah klaim sesat itu? Dan sedikit banyak membaca dan bergabung dengan pengajian tasawuf, ternyata klaim-klaim seperti itu tidak berdasar. Tidak ada yang baru sebenarnya dalam prinsip-prinsip yang dipelajari dalam tasawuf. Karena sesungguhnya, di zaman nabi pun tasawuf, fiqih, tauhid diajarkan dan dipraktekkan secara serempak. Klasifikasi ilmu-ilmu Islam tersebut barulah ada setelah jauh nabi Muhammad wafat.

Tasawuf lebih menfokuskan praktek Islam secara batiniah yaitu bagaimana mendekatkan diri kepada Allah secara ikhlas tanpa pretensi apapun kecuali kecintaan kepada sang Pencipta. Dan juga bagaimana kita bisa merdeka dari penyakit-penyakit hati seperti sombong, iri, dengki, kikir, dan ghibah. Karena semua penyakit itu akan berpotensi menjadi penghalang atau hijab antara manusia dengan Allah Swt.

Sedangkan ilmu Fiqih menfokuskan diri bagaimana Islam diterapkan secara lahiriah. Bisa dikatakan semacam juklak atau petunjuk pelaksanaan bagaimana umat Islam menjalankan sholat, puasa, zakat, haji, mengubur jenasah, menikah, menghitung waris dan lain-lain. Jadi Fiqih dan tasawuf pada hakekatnya adalah ilmu lahir dan ilmu batin. Keduanya saling melengkapi, dan tidak bisa dipisahkan. Makanya tidak heran jika para ulama madzab pun semuanya bertarekat dan mempunyai  guru tasawuf  (mursyid) yang jelas silsilahnya.

IMAM ABU HANIFAH ( HANAFI ) (85 H -150 H) (Nu’man bin Tsabit - Ulama besar pendiri mazhab Hanafi) Beliau adalah murid dari Ahli Silsilah Tarekat Naqsyabandi yaitu Imam Jafar as Shadiq ra . Berkaitan dengan hal ini, Jalaluddin as Suyuthi didalam kitab Durr al Mantsur, meriwayatkan bahwa Imam Abu Hanifah berkata, “Jika tidak karena dua tahun, aku telah celaka. Karena dua tahun saya bersama Sayyidina Imam Jafar as Shadiq, maka saya mendapatkan ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang benar”.

IMAM MALIKI (Malik bin Anas - Ulama besar pendiri mazhab Maliki) juga murid Imam Jafar as Shadiq ra, mengungkapkan pernyataannya yang mendukung terhadap ilmu tasawuf sebagai berikut:

Man tasawaffa wa lam yatafaqa faqad tazandaqa, wa man tafaqaha wa lam yatasawaf faqad tafasaq, wa man tasawaffa wa taraqaha faqad tahaqaq”. Yang artinya: “Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasawuf tanpa fiqih maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fiqih tanpa tasawuf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasawuf dengan disertai fiqih dia meraih Kebenaran dan Realitas dalam Islam.” (’Ali al-Adawi dalam kitab Ulama fiqih, juz 2, hal. 195 yang meriwayatkan dari Imam Abul Hasan).

IMAM SYAFI’I (Muhammad bin Idris, 150-205 H) Ulama besar pendiri mazhab Syafi’i berkata, “Saya berkumpul bersama orang-orang sufi dan menerima 3 ilmu:

1. Mereka mengajariku bagaimana berbicara, 2. Mereka mengajariku bagaimana memperlakukan orang lain dengan kasih sayang dan kelembutan hati, 3. Mereka membimbingku ke dalam jalan tasawuf.” (Riwayat dari kitab Kasyf al-Khafa dan Muzid al Albas, Imam ‘Ajluni, juz 1, hal. 341).

IMAM AHMAD BIN HANBAL (164-241 H) Ulama besar pendiri mazhab Hanbali berkata, “Anakku, kamu harus duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah mata air ilmu dan mereka selalu mengingat Allah dalam hati mereka. Mereka adalah orang-orang zuhud yang memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi. Aku tidak melihat orang yang lebih baik dari mereka” (Ghiza al Albab, juz 1, hal. 120 ; Tanwir al Qulub, hal. 405, Syaikh Amin al Kurdi).

Demikian sedikit tulisan tentang catatan bahwa para ulama panutan kita pun belajar tasawuf dan menekankan betapa pentingnya belajar tasawuf sehingga ibadah yang dijalankan oleh umat Islam tidak kering dari ruh yang menghidupkan ibadah. Sehingga pada prakteknya ibadah tidak berhenti pada gerakan badan, tapi berlanjut dengan gerak batin yang selalu ingat kepada Allah Swt kapan dan di mana pun.

Barangkali krisis dan dekadensi moral yang melanda bangsa kita, salah satunya karena nilai-nilai ajaran dalam tasawuf tidak dipraktekkan guna menyeimbangkan ilmu syariat yang sudah diamalkan. Makanya sering kita mendengar ucapan, banyak yang sudah sholat dan puasa, tapi masih mau nyuri atau korupsi. Masih mau nilep dan markup anggaran yang diamanahkan. Saatnya para ulama memperhatikan praktek keagamaan yang terintegrasi antara praktek syari'ah dan batiniah, sehingga Islam bisa dipelajari secara menyeluruh dan tidak parsial.

Terakhir, jika para ulama madzab pun mengakui dan mempelajari tasawuf, akankah para pengkritik tasawuf yang menghakimi dengan kesesatan dan bid'ah, akan mengatakan bahwa ke empat ulama madzab tersebut sesat ? [dutaislam.com/gg]

Keterangan: Tulisan ini diunggah Heru Purnomo di Kompasiana (25/09/2012), dan diperbaharui (24/06/2015).

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB