Karena Tasbih Kiai Hannan, Danramil Congkak di Masjid Itu Tiba-Tiba Merenggang Nyawa
Cari Berita

Advertisement

Karena Tasbih Kiai Hannan, Danramil Congkak di Masjid Itu Tiba-Tiba Merenggang Nyawa

Duta Islam #03
Sabtu, 24 Maret 2018
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Ilustrasi: Istimewa
DutaIslam.Com - Sejarah adalah akar dari pohon kehidupan yang penuh berkah dan hikmah. Babakan adalah wilayah yang tanahnya sudah ditirakati oleh para sesepuhnya. Jika ingin melihat Babakan maka akan lebih jelas bila menguak sejarah dan fakta yang terjadi di daerahnya.

Masih teringat  jelas oleh generasi tua, insiden Rebo pagi di Masjid Jami’ Raudlotut Tholibin (Masjid Gede Babakan) tahun 1960-an. Ketika Danramil dan anak buahnya berteriak-teriak sambil memasuki Masjid  tanpa melepas sepatunya dengan senjata terkokang lengkap dengan bayonetnya. Alasan mereka adalah  mencari pengikut DI/TII.

Para Tentara ini lupa bahwa ada KH. Amin Sepuh, Pengasuh Pesantren, imam Masjid dan sesepuh Babakan. Beliau adalah Pejuang NKRI.  Dan kejadian ini mengusik kehidmatan ibadah warga juga pengajian-pengajian di pesantren.

Mestinya ada pemberitahuan kepada beliau dulu atau ada komunikasi yang lebih persuasif. Sore harinya KH. Amin Sepuh memanggil Kang Yahya, Khodim dan orang dekat Beliau.

“.. Omongana marang Ki Hanan (KH. Abdul Hannan-red) entenana ning Sawah Genjah...” (..sampaikan ke KH. Abdul Hannan bahwa untuk bertemu di daerah sawah genjah...).

Sawah genjah adalah pesawahan dekat prapatan MAN. KH.  Amin Sepuh seperti  ayah oleh KH. Abdul Hannan, sangat dekat, karena Beliau adalah guru utama sekaligus sama-sama menantu Ki Madamin. Meskipun usia KH. Amin Sepuh sama dengan Ki Madamin.

Kemudian KH. Amin Sepuh menyuruh khodamnya yang lain untuk menyiapkan angkutan. Di Babakan tahun 1960-an yang memiliki  mobil hanya satu orang, yakni Mbok Wedol. Beliau adalah adik KH. Amin Sepuh, yang rumahnya di sebelah utara masjid Jami’ Babakan.

Ketika keluar sopir mobil,  Kiai menolaknya, ”...numpak jaran bae...”. maksudnya lebih baik naik dokar pake kuda miliknya saja.

Begitulah Beliau Tawadhu dan tidak ingin merepotkan adiknya, apalagi merepotkan orang lain. Beliau mengajak anaknya, yakni KH. Azhari Amin yang masih remaja. Mereka menaiki dokar dan diperempatan MAN sudah menunggu KH. Abdul Hannan.  Jadilah mereka semua menaiki dokar. Mereka semua diam saling pandang sekitar lima menit. Lalu...

“... tentara kok galak temen...(... Tentara kok galak sekali..)," kiai membuka percakapan tentang Insiden Rebo pagi di Masjid Babakan.

“..Nggih...” sahut KH. Abdul Hannan seperti sudah tahu kiai akan berbicara masalah ini.

Lalu KH. Abdul Hannan memutuskan dan melempar tasbihnya keluar. Padahal tasbihnya wangi dan indah.

Dua orang kekasih Allah, meski  KH. Abdul Hannan sangat menghormati dan menganggap KH. Amin Sepuh  sebagai guru utamanya tapi dimata KH. Azhari Amin kecil yang mengikuti perjalanan ini, mereka seperti satu cahaya, 2 orang yang hatinya satu.

Lalu KH. Abdul Hannan turun di kasab. Sementara kiai dan anaknya melanjutkan perjalanan menuju Balerante, untuk menemui KH. Romli Balerante tokoh NU yang memiliki akses ke Bupati dan Kodam Siliwangi.

Keesokan harinya rumah KH. Amin Sepuh kedatangan utusan dari Kodam Siliwangi. Di rumah pusaka utusan ini hanya memakai baju putih biasa, bukan seragam tentara. Begitu juga para pengawalnya berbaju sipil. Setelah semuanya mencium tangan KH. Amin Sepuh, saat itu ba’da dhuhur.

“.. Kami mohon beribu maaf, ini Danramil yang baru, karena Danramil yang lama kemaren sore terkena gigitan ular hingga gagal jantung dan Meninggal. Kula titip Danramil baru ini dinasehati dan didukung oleh poro kiai...” kemudian semuanya berbincang-bincang tentang perjuangan masa lalu.

Betapa kagetnya KH. Azhari Amin muda, teringat ketika di dokar kemaren, dua orang waliyullah ini saling curhat. Meski tidak banyak kata, lalu KH. Abdul Hannan memutus tasbihnya dan membuang keluar. Saat itu juga Danramil yang lama, yang menginjak-injak masjid dengan sepatu kotornya, yang teriak-teriak dan menghunuskan senjatanya, sore itu juga meregang nyawa.

Bukankah ini suatu pelajaran bagi kita semua? Betapa banyak hikmah dari fakta di atas. Menghormati Rumah Allah, ta’dzim pada kiai, dan tanah Babakan yang penuh karomah. [dutaislam.com/pin]

Keterangan: 
Sumber cerita dari Ki Yahya, Mang Daeng, KH. Azhari Amin 

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB