![]() |
KH Ubaidillah Shodqoh. (Foto: Istimewa) |
Berikut ini adalah cuitan beliau melalui akun @Ubaidullah_Sdq, Rabu (07/02/2018) malam.
1) 2,5% (ربع العشر ) seperempar dari sepersepuluh bahasa pesantrennya yaitu zakat perdagangan. Jika jasa keahlian diwajibkan zakat berarti dikiaskan dengan dagang. Jadi ketika sekolah/kuliah dianggap kula-an ilmu lalu ilmu itu dijual pada waktu kerja. Ono ae, makanya kuliah kok mahal.
2) Semula sukarela semakin lama diharuskan. Jikalah jasa wajib dizakati biarkan dikoordinir ormas Islam yang langsung bersentuhan dengan umat atau dibagikan sendiri oleh muzakki sebagai tanda ikatan kasih sayangnya pada mustakhiq. Pemerintah cukup membuat regulasi dan pengawasan.
3) Zakat sebagai perekat ikatan sosial antara sikaya dan simiskin. Ketika ikatan ini diambil alih pemerintah maka yang dikhawatirkan adalah adanya kecemburuan sosial.
4) Jika karena kepraktisan dan muzakki tidak repot maka sesungguhnya nilai suatu zakat bukan hanya dari zakat yang ditunaikan itu, tapi juga "kerepotan" (jika dianggap repat) dalam menunaikannya (menghitung, memisahkan dan memberikan pada mustakhiq).
5) Penguasaan pemerintah pada zakat dikhawatirkan terjadi hegemoni pelaksanaan keber-agama-an masyarakat oleh pemerintah sedangkan negara ini bukan teokratis. [dutaislam.com/gg]
