![]() |
Ilustrasi: Istimewa |
"Bulan Februari bulan yang melelahkan. Di bulan ini, saya dilibatkan sebagai ahli bahasa dalam 9 perkara berbarang bukti tuturan (bahasa) yang ditangani penyidik Direktorat Siber Mabes Polri," tulis Andika di facebooknya, Sabtu (24/02/2018).
Umumnya, kata Andika, kasus tersebut didasarkan pada laporan polisi bertipe B. Para pelaku rata-rata terjerat kasus hate speech, SARA, dan pornografi atau perkara-perkara yang diatur dalam UU No. 11/2016 dan UU No. 40/2008.
Ia menemukan fenomena menarik selama mengikuti penanganan kasus tersebut. Keterangannya, mereka yang dijerat sebagai pelaku bukan golongan jelema eweuh gawe (orang yang tidak punya pekerjaan).
"Sebenarnya, mereka manusia cemerlang. Ada yang berprofesi sebagai dokter, guru, pegawai BUMN, dan pengusaha," lanjutnya.
Fenomena ini, kata Andika, semakin menegaskan bahwa perilaku bermedsos tidak berbanding lurus dengan pendidikan dan profesi. "Setelah diperkarakan, mereka menyesal, bahkan ada yang menangis," jelas Andika.
Oleh sebab itu, Andika mengingatkan, agar tidak sembarangan dalam menggunakan medsos, baik membuat status, posting apa saja, atau hanya sekedar repost dari orang lain. [dutaislam.com/gg]
