![]() |
Foto: Istimewa |
”Thoriqah adalah perjalanan meniru Nabi Muhammad. Perjalanan yang mendapat keselamatan dunia akhir yang dipandu seorang guru sehingga menemukan,” kata Sekjen Jatman Kiai Masroni ketika memberi arahan pengurus Mahasiswa Ahlith Thariqah An Nahdliyyah (Matan) pada Muktamar Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al Muktabarah An Nahdliiyah (Jatman) komisi Matan, Rabu (17/01/2018).
Mahasiswa yang mengerjakan tugas akhir, kata Kiai Masroni, semula akan mengira tugasnya sudah benar. Dia tidak tahu kalau ada kesalahan atau letak kesalahannya. Kesalahan itu baru diketahui ketika sudah bimbingan. Ternyata harus ada yang dicoret karena salah. Demikian pula dalam thariqah.
Kiai Masroni mengatakan, jalan menuju ridho Allah sangat sulit. Banyak pohon yang menghambat, banyak lubang yang bisa membuat terpeleset, dan banyak tebing yang harus dilalui. Paling berbahaya dari manusia adalah mulut. Itu sebabnya ada hadis yang mengatakan bahwa keselamatan manusia tergantung pada lisan.
”Tapi kalau dalam perjalanan ada pemandu, sekalipun kita mati maka kita aman,” katanya.
Jadi, lanjutnya, kalau bicara disiplin ilmu thariqah dalam teori perlu dibimbing oleh langsung guru. Thariqah perlu dijalankan. Contohnya shalat, ada rukun bil qauli namun ada juga rukun fi’li. Ketika sujud tidak benar maka tidak sah. Maka berarti sujud yang dihahulukan karena itu rukun. ”Pertanyaan, pernahkah kita memburukkan sujud atau rukun?” katanya.
Di sisi lain, belum lagi jika bicara bacaan dalam shalat. Dimana, di dalam fiqih sudah diterangkan bahwa salah satu rukunnya adalah Fatihah. Sementara di dalam membaca fatihah jika madnya kurang atau tidak ada tasydid ketika dibaca maka salah. ”Betapa sulitnya kalau kita mempelaari yang benar,” ujarnya.
Dengan demikian, kata Kiai Masroni, jika ditanya apakah harus menenutukan sendiri atau butuh bimbingan, maka pasti membutuhkan bimbingan. Dengan bimbingan, kalau salah akan ada yang mengingatkan. ”Ini rasionalitas dalam berbicara trariqoh,” jelasnya. [dutaislam.com/pin]
