Habib Luthfi: Sebaiknya Uang ke Masjid Jangan Diatasnamakan Wakaf atau Sedekah Jariyah
Cari Berita

Advertisement

Habib Luthfi: Sebaiknya Uang ke Masjid Jangan Diatasnamakan Wakaf atau Sedekah Jariyah

Duta Islam #02
Sabtu, 06 Januari 2018
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Foto: Istimewa
DutaIslam.Com - Sebaiknya uang yang masuk ke masjid jangan diatasnamakan wakaf atau sedekah jariyah, sebab nanti alokasinya hanya akan kembali ke masjid saja. Jika diatasnamakan wakaf atau sedekah jariyah, maka kas masjid akan menumpuk karena tidak bisa dialokasikan ke yang lain. Uang masjid diatasnamakan dana sosial saja, supaya pihak takmir lebih leluasa mengelolanya dan bisa mengalokasikan labanya kepada selain masjid.

Melalui dana sosial yang terkumpul di masjid tersebut, buatlah supermarket, toko kecil-kecilan, sampai bisa membeli lahan sawah atau kebun. Tanamilah lahan itu dengan singkong atau padi. Hasil itu semua bisa untuk kepentingan umum masyarakat, seperti membantu biaya pemakaman, membelikan sarung untuk jamaah masjid yang tidak punya sarung, membantu modal usaha, dan lain-lain.

Jangan sampai dana masjid menumpuk karena diatasnamakan wakaf, namun kaum fakir-miskin masyarakat setempat tidak terurus. Nanti kalau ada missionaris masuk dengan membawa mie instan, beras dan lain-lain, baru geger. Bukannya kita ingin memanjakan kaum fakir-miskin, tapi ingin memberdayakan mereka. Jangan beri mereka ikan, tetapi berilah kail agar mereka bisa mencari ikan sendiri.

Silakan juga dirikan bank tanpa riba. Mungkin dengan memberi pinjaman tanpa meminta bunga lewat akad. Sifatnya murni menolong dan mengentaskan kemiskinan. Jadi bank di sini bukan bank sesungguhnya (konvensional), tetapi untuk mempermudah istilah saya saja.

Namun, untuk membahas urusan ekonomi jangan di masjid, tetapi di tempat lain, karena masjid bukan tempatnya membahas ekonomi. Mungkin di gedung yang dibangun di samping masjid yang khusus untuk membahas ekonomi.

Jika saya memberi penjelasan lebih, mungkin sedikit akan menyinggung perasaan sebagian orang. Mereka yang sering umroh, mungkin dalam setahun bisa 2 atau 3 kali, coba uangnya dialokasikan saja untuk kesejahteraan umat. Taruhlah jika biaya umroh 1 kali adalah 20 juta, maka sudah berapa dana yang akan terkumpul? Itu baru 1 orang, bagaimana jika dari banyak orang? Kalau umroh mungkin hanya untuk mendapat nama saja, agar disebut mampu umroh berkali-kali.

Biaya yang akan digunakan umroh tersebut bisa digunakan untuk memberi pinjaman modal pada tetangganya yang kekurangan, dengan tanpa bunga dan pengembaliannya dibebaskan kapan saja. Jangan sampai bisa umroh berkali-kali namun tetangga kanan-kirinya kelaparan.

Dalam kesempatan lain, beliau Abah Habib Luthfi juga mencontohkan agar ekonomi kemasjidan tersebut bisa membantu biaya pendidikan masyarakat sekitar. Coba bayangkan, jika masjid A bisa membiayai para mahasiswa sampai wisuda, dapat membiayai anak mondok sampai lulus, dan seterusnya. Sangat membanggakan bukan?

[Nb.] Agar dana masjid tidak berstatus wakaf atau amal jariyah, maka pihak takmir masjid bisa mengumumkannya kepada masyarakat saat semua berkumpul. Mungkin sebelum shalat Jum’at bahwa dana yang akan diserahkan pada masjid dimohon diatasnamakan dana sosial saja. Papan pengumuman juga ditulis pengumuman seperti di atas. Demikian juga kotak-kotak amal jangan ditulis wakaf atau amal jariyah, namun ditulisi ‘dana sosial’. [dutaislam.com/gg]

Disarikan dari Pengajian Ramadhan di Ndalem Maulana Habib Luthfi Bin Yahya Pekalongan, malam Ahad 23 Ramadhan 1438 H/17 Juni 2017 M. Sumber: FP TintaSantri.

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB