![]() |
Patung Fir'aun. Foto: Istimewa |
DutaIslam.Com - Pernah suatu ketika Nabi Musa diutus
oleh Allah untuk menemui Fir'aun guna bernegosiasi. Mencoba berdakwah, mengajak
kepada jalan Allah dengan cara damai dan tanpa pertumpahan darah.
Nabi Mussa lantas menjalankan
perintah rab-nya tersebut. Ia memulai perundingan dengan sang raja yang
terkenal ahli dalam ilmu sihir dan adi daya mandraguna.
"Tuhanku telah mengutusku
kepadamu, maka jika kamu mau beriman kepada-Nya, niscaya engkau akan berada
dalam kenikmatan dan kebahagiaan selama 400 tahun, kemudian engkau pun mati dan
selanjutnya masuk surga," tutur Nabi Musa dengan lembut.
Fir'aun pun terdiam sejenak.
Sepertinya ia mulai menghitung-hitung kompromi yang diajukan nabi yang menjadi
musuhnya tersebut. Ia lalu berkata,
"Tunggulah hingga aku berunding
dengan Haman." jawab Fir'aun.
Haman adalah penasihat kepercayaan
kerajaan Firaun. Ia adalah "tangan kanan" raja terkutuk itu. Ketika
berunding, dan Fir'aun juga telah menceritakan ihwal kedatangan Nabi Musa
kepadanya, Haman bertanya dengan mengintervensi sang raja agar tetap berada di
lembah kesesatan:
أتصير عبدا
بعد أن كنت ربا؟
"Akankah engkau akan menjadi
seorang budak, hamba sahaya, setelah engkau menjadi tuhan, penguasa jagat alam
raya?"
Benar saja, apa yang dikatakan penasihat
licik itu ia iyakan begitu saja. Sungguh, Haman layaknya Sengkuni dalam kisah
Mahabarata. Ia begitu licik dan cerdik dalam hal mengatur taktik.
Syahdan, seluruh penyihir yang
menjadi pengikut setia Fir'aun pun dikumpulkan. Tak ketinggalan bala tentara
yang menjaga singgasana manusia tersombong sealam semesta itu pun juga ikut
serta. Maka "musuh Allah' itu pun berdiri congkak di atas singgasananya
dan berkata:
أنا ربكم
الأعلى
"Akulah tuhanmu yang paling
tinggi. Tiada tuhan di atasku. dan tidak ada pula tuhan bagi kalian
selainku"
Nahas, pada akhirnya. Tepatnya 40
tahun setelahnya, Fir'aun yang terkutuk itu pun mati ditelan ganasnya debur
gelombang ombak Laut Merah. Saking menjijikannya, seluruh alam semesta
mengutuknya dan tak sudi barang sedikit menyentuh jasad hinanya, apalagi
menguraikannya. Maka maha benarlah firman Allah dalam Surah An Nazi'at ayat 25:
فأخذه الله
نكال الأخرة و الأولى
"Maka Allah menghukumnya dengan
azab di akhirat dan siksaaan di dunia."
Lewat kisah tersebut, dipetik hikmah
bahwa kegiatan dakwah, mengajak ke jalan Allah sangat menekankan jalan
perdamaian. Bahkan pada Fir'aun yang telah dengan jelas menyekutukan Allah dan
berani mengklaim dirinyalah tuhan yang sesungguhnya-Allah tetap memerintahkan
Nabi Musa untuk mencoba jalan perundingan dangan menawarkan apa yang telah
disebutkan di atas.
Dalam ayat lain pun Allah juga
pernah memerintah dua nabi bersaudara - Musa dan Harun - untuk datang berdakwah
kepada fir’aun dengan bertutur kata yang lemah nan lembut. Dengan harapan ia
akan sadar dan mendapat hidayah untuk takut kepada Allah (Lihat Surah Thaha
ayat; 42-44).
Manusia memang hanya berhak
menyampaikan dakwah, sementara hidayah murni menjadi hak prerogatif Allah.
Manusia sekadar bisa berikhtiar, bukan penentu hasil. Sehingga jalan yang
mestinya ditempuh pun wajar—tidak memaksa lagi kasar. Wallahu a'lam. [dutaislam.com/Ulin
Nuha Karim/pin]
Keterangan:
Sumber cerita dari kitab Tafsir
Hasyiyah Ash Shawy 'ala Tafsir Al Jalalain Imam Ahmad Ibn Muhammad Al-Showy
Al-Maliki (Halaman: 328, Vol: 4). Kisah ini juga pernah disampaikan oleh
Pengasuh Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo, KH Muhammad Shofi Al Mubarok dalam
pengajian Kitab Tafsir Jalalain. Artikel ini dipost pertama kali di NU Online, diedit seperlunya oleh Redaksi Dutaislam.
