Meneladani Kiai Sholeh Qasim, Kiai Sepuh Pelaku Sejarah Kemerdekaan RI
Cari Berita

Advertisement

Meneladani Kiai Sholeh Qasim, Kiai Sepuh Pelaku Sejarah Kemerdekaan RI

Senin, 18 Desember 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Dari kanan KH.Muhibbin Zuhri (Ketua Tanfudz PCNU Surabaya), Romo KH.Sholeh Qosim, KH Mas Sulaiman (Rois Syuriah PCNU Surabaya). Foto: Istimewa
Oleh Ahmad Zamroni Fauzan

Dutaislam.Com - Wajah kusut dan lelah saya berubah jadi sumringah, ketika menjelang Isya' melihat kedatangan seorang ulama yang wajahnya begitu bersih menyejukkan, muncul dari gapura kecil pintu masuk maqbaroh Sunan Bungkul Surabaya. Puluhan pemuda yang sudah cukup lama menunggu, berebutan mencium tangan beliau. Ta'zhim. Begitulah tradisi warga Nahdliyin ketika ada seorang ulama hadir di tengah mereka. 

"Beliau layaknya orangtua kita yang wajib kita hormati", celetuk seorang sahabat Ansor yang duduk disamping saya. Saya akui, setelah memandang dan mencium tangan beliau, membuat hati saya sontak terasa damai. Pancaran aura beliau memapar saya : teduh-tentram.

KH. Sholeh Qosim nama beliau. Seorang kiai berusia 87 tahun (semoga Allah memanjangkan umur beliau dengan keberkahan), pengasuh Ponpes Bahauddin-Sepanjang-Sidoarjo. Rambut beliau telah memutih seluruhnya, membungkuk tubuh beliau sembari memegang tongkat, namun tutur kata dan gesturnya masih begitu lugas. 

Ya, Kiai Sholeh Qosim adalah salah-satu dari semakin sedikitnya ulama sepuh pejuang NKRI. Masih membayang kesedihan atas mangkatnya kiai pejuang mendiang KH.Muchith Muzadi dan kiai sepuh lainnya beberapa waktu lalu, namun tatkala bisa memandang Kiai Sholeh yang masih sehat, rasanya batin ini bisa tersenyum kembali. "Beruntung banget bisa bertemu dengan beliau kiai sepuh, veteran perang kemerdekaan yang 'alim luas ilmunya", bisik dalam hati saya sendiri bersyukur.

Nostalgia Laskar Sabilillah Dan Barisan Hizbullah
"Yaa lal wathon, yaa lal wathon
hubbul wathon minal iiman
walaa takun minal hirman
inhadlu 'alal wathon
Indonesia biladi
anta ‘unwanul fakhoma
kullu mayya’tika yauma
thomihayyalqo himama"
.

Masih begitu hafal Kiai Sholeh Qosim menyanyikan mars itu. Mars yang membangkitkan semangat juang pasukan Barisan Hizbullah dan Laskar Sabilillah di jaman revolusi kemerdekaan. Yup, masa muda beliau dahulu adalah bagian dari kerasnya perjuangan laskar Sabilillah. Semangat beliau waktu itu dikobarkan oleh paman-pamannya yang sudah bergabung dalam Barisan Hizbullah. Tak bisa dipungkiri, Barisan Hizbullah dan Laskar Sabilillah adalah milisi santri yang begitu hebat. Sangat ditakuti Belanda dan Jepang karena keberaniannya. Keberanian yang dilambari dengan tirakat dibawah bimbingan para ulama auliya.

Dalam mau'idhoh hasanah beliau di sebuah acara bersama PCNU Kota Surabaya, Kiai Sholeh menceritakan, ulama-ulama pesantren pada jaman itu adalah manusia-manusia luar biasa dalam soal ke'aliman dan karomahnya. Hadrotus Syaikh Hasyim Asy'ari, Kiai Wahab Hasbullah, Syaikhona Kholil, dan banyak lagi ulama yang beliau sebut adalah sosok dengan maqom derajat yang tinggi. 

"Para kiai pesantren berinisiatif mendirikan NU dan berkiprah besar untuk kemerdekaan RI. Mereka adalah min auliyaa-illah, kesayangan Allah. Jika ada yang macam-macam dengan NU dan Indonesia, Gusti Allah tentu tidak akan membiarkannya", tegas Kiai Sholeh, Wakil Rois Syuriah PWNU Jatim. 

Ingatan dan intonasi suara beliau yang begitu bernas melafalkan ayat Qur-an, hadits Rosulillah, atsar para Sahabat, dan qoul ulama salaf, tentang arti pentingnya berjuang untuk agama dan negara, membuat saya berdecak kagum mengingat usia beliau yang sudah sangat sepuh. Hingga berkata diri saya sendiri, "Apa yang sudah saya sumbangkan untuk kemaslahatan agama dan bangsa ini? Ternyata saya hanyalah benalu bagi agama dan bangsa saya ini". Malu sangat rasanya.

Tawadhu Dalam Sikap, Tekun Dalam Riyadhoh, Teguh Dalam Mujahadah
Mendengar cerita Kiai Sholeh Qosim tentang ulama jaman dahulu kala, setidaknya memaksa benak saya menyimpulkan keteladanan akan tiga hal, tawadhu dalam sikap, tekun dalam ibadah dan riyadhoh, serta teguh dalam memperjuangkan hal yang benar menurut Allah, Rasulullah dan para ulama.

Pertama. Tawadhu Dalam Sikap.
Bersikap rendah hati adalah salah satu prilaku kesatria yang tinggi tingkatannya. Kesombongan hanya akan menjerumuskan kaum santri ke lembah yang nista dalam hidup di dunia dan akhirat. Sebuah mahfuzhot yang sangat populer di kalangan Nahdliyin : "laa tahtaqir man duunaka falikulli syai-in maziyah", jangan hanya dijadikan pemanis lisan ketika berinteraksi dengan masyarakat pada umumnya. Sikap meremehkan orang lain bukanlah sikap yang menjadi fitrah bagi kaum Nahdliyin.

Kedua. Tekun Dalam Riyadhoh.
Sementara, tekun dalam hal ibadah dan riyadhoh adalah sebuah keniscayaan bagi seorang mukmin. Teringat akan sebuah maqolah : "i'mal lii akhiirotika ka-annaka tamuutu ghodaa". Dalam soal ukhrowi dan ibadah mahdhoh karena ridho Allah, hendaknya ditumbuhkan sikap rakus dan merasa kurang dalam tiap amalan-amalannya, karena ajal senantiasa mengintai kita. Para ulama mengajarkan hal itu kepada santri-santrinya untuk membiasakan riyadhoh dalam melatih jiwa dan meraih ridho Allah. Cerminan itu ada dalam peri-hidup kiai-kiai khos akan pentingnya munajat melibatkan Allah dalam tiap keputusan menjalani kehidupan.

Ketiga. Teguh Dalam Mujahadah.
"Man saaro 'alad darbi washoola". Berketetapan teguh dalam mengamalkan kebajikan, akan menghantarkan kepada tujuan yang baik pula. Para sesepuh alias founding fathers bangsa Indonesia dan Islam Ahlus Sunnah Wal Jama'ah di Nusantara waktu lampau telah mencontohkan itu semua. Pengajaran keteladanan itu jelas mengalahkan kalimat-kalimat sakti para Motivator jaman sekarang. Teladan dari tetua, yaitu para auliya dan ulama kuno, hendaknya mengilhami kita banyak-banyak soal keikhlasan berjuang di jalan Allah. Tidakkah kita menyadari, nikmatnya beragama dan berbangsa yang sekarang kita rasakan, adalah buah dari keberhasilan mujahadah mereka di waktu lampau?

Walhal, perjumpaan dengan Al 'Arif Billah Romo KH.Sholeh Qosim hafizhohullah membawa kesan yang mendalam bagi saya. Makin cinta Gusti Allah dan Kanjeng Nabi, makin cinta Ulama, makin cinta jam'iyah NU, dan makin cinta Indonesia. [dutaislam.com/gg]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB