Mencintai Keluarga dan Sahabat Nabi SAW
Cari Berita

Advertisement

Mencintai Keluarga dan Sahabat Nabi SAW

Senin, 04 Desember 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Gambar: aswajanucenterjatim.com
DutaIslam.Com - Di dalam kitab ‘Allimu Awladakum Mahabbata Ali Bait al-Nabiy dijelaskan bahwa yang tergolong ahlul-bait adalah Sayyidatuna Fathimah, Sayyidina Ali, Sayyidina Hasan dan Sayyinina Husain –radhiyallahu ‘anhum. Mereka semua termasuk ahlul-kisa’ yang disebutkan dalam hadits. “Dari Ummi Salamah – radhiyallahu ‘anha, “Setelah turun ayat (QS. al-Ahzab 33) “sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa kamu hai ahlul-bait (anggota keluarga Rasulullah).

Dan dia hendak membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” Maka Rasulullah SAW menutupkan kain kisa’-nya (selimutnya) di atas Ali, Fathimah, Hasan dan Husain, seraya berkata, “Ya Allah mereka adalah ahli baitku. Maka hapuskanlah dari mereka dosa dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya. (HR. al-Tirmidzi [2139].

Begitu pula istri-istri Nabi merupakan keluarga Nabi berdasarkan keumuman ayat al-Qur’an, Yakni firman Allah SWT “Nabi itu lebih utama bagi orang mukmin daripada diri mereka sendiri. Dan Istri-istri Nabi adalah ibu mereka” (QS. al-Ahzab: 6). serta manthuq (arti tersurat) hadits yang menerangkan tentang anjuran membaca shalawat kepada Nabi SAW, istri dan keluarga beliau”. “Dari Abu Humaid al-Sa’idi ia bertanya kepada Rasulullah SAW bagaiamana cara kami membaca shalawat kepadamu?. Rasulullah SAW menjawab: Bacalah, “Ya Allah mudah-mudahan engkau selalu mencurahkan shalawat kepada Muhammad, istri dan anak cucunya.” (HR. al-Bukhari [2118]). (‘Allimu Awladakum Mahabbata Ali Bait al-Nabiy, hal. 18).

Sedangkan sahabat nabi adalah orang yang pernah bertemu Nabi Muhammad SAW ketika beliau masih hidup walaupun sebentar, dalam keadaan beriman dan mati dengan tetap membawa iman. (Al-Asalib al-Badi’ah, hal. 457).

Dalam keyakinan Ahlussunnah Wal-Jama’ah, mencintai keluarga dan sahabat Nabi SAW, sekaligus memberikan penghormatan khusus kepada mereka merupakan suatu keharusan. Ada beberapa alasan yang mendasari hal tersebut:.

Pertama, mereka adalah generasi terbaik Islam. Menjadi saksi mata dan pelaku perjuangan Islam. Bersama Rasulullah SAW menegakkan agama Allah SWT di muka bumi. Mengorbankan harta bahkan nyawa untuk kejayaan Islam. Allah SWT meridhai mereka serta menjanjikan kebahagiaan di surga yang kekal dan abadi. Firman Allah SWT:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ اْلأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلاَةَ وَءَاتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا (الأحزاب: 33)

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul-bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”. (QS. al-Ahzab: 33).

وَالسَّابِقُونَ اْلأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (التوبة: 100)

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. al-Taubah: 100).

Kedua, Rasulullah SAW sangat mencintai keluarga dan sahabatnya. Dalam banyak kesempatan, Rasulullah selalu memuji para keluarga dan sahabatnya. Melarang umatnya untuk menghina mereka. Beliau SAW bersabda:

عَنْ اَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِي قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ J ، إِنَّنِيْ تَارِكٌ فِيْكُمُ الثَّقَلَيْنِ كِتَابَ اللهِ وَعِتْرَتِيْ أَهْلُ بَيْتِيْ (رواه الترمذي ، 370)

“Dari Abi Sa’id al-Khudri ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian dua wasiat, Kitabullah (al-Qur’an) dan keluargaku.” (HR. al-Tirmidzi [370]).

Dan sabda Rasul SAW:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ فَوَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ (رواه مسلم، 4610)

“Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian mencaci para sahabat, janganlah kalian mencaci sahabatku! Demi Dzat Yang Menguasaiku, andaikata salah satu diantara kalian menafkahkan emas sebesar gunung Uhud, maka (pahala nafkah itu) tidak akan menyamai (pahala) satu mud atau setengahnya dari (nafkah) mereka”. (HR. Muslim [4610]).

Dari sinilah, mencintai keluarga dan sahabat Nabi adalah mengikuti teladan Rasulullah SAW yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari mencintai Nabi SAW.

Ketiga, Tuntunan dan teladan ini juga diberikan oleh keluarga dan sahabat Rasul sendiri. Di antara mereka terdapat rasa cinta yang mendalam. Antara satu dengan lainnya saling menghargai dan menghormati. Indahnya persahabatan yang terjalin di antara mereka bahkan telah diabadikan dalam al-Qur'an yang artinya, "Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. (QS. al-Fath: 29). Hal ini dibuktikan dari ungkapan-ungkapan mereka:

1. “Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Sesungguhnya Abu Bakar berkata, “Sungguh kerabat Rasulullah SAW lebih aku cintai daripada kerabatku sendiri”. (HR. al-Bukhari [3730]).

2. ”Dari Ibnu Umar RA, dari Abi Bakar RA, beliau berkata, ”Perhatikanlah Nabi Muhammad SAW pada ahlul-bait-nya” (HR. al-Bukhari [3436]).

3. “Dari Wahab al-Suwa’i, ia berkata, “Sayyidina Ali RA pernah berkhutbah kepada kami. Beliau bertanya, “Siapa orang yang paling mulia setelah Nabi Muhammad J? Aku menjawab, “Engkau wahai Amirul Mukminin”. Sayyidina Ali RA berkomentar, “Tidak, hamba yang paling mulia setelah nabinya adalah Abu Bakar, kemudian Umar.” (Al-Syafi, Juz II, hal. 428).

4. “Ketika sahabat Umar dimandikan dan dikafani, Sayyidina Ali RA masuk, lalu berkata, “Tidak ada di atas bumi ini seorangpun yang lebih aku sukai untuk bertemu Allah SWT dengan membawa buku catatan selain dari yang terbentang di tengah-tengah kalian ini (yakni jenazah Sayyidina Umar).” (Ma’ani al-Akhbar, hal. 117).

5. Dari 33 putra Sayyidina Ali RA tiga di antaranya diberi nama Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Dari 14 putra Sayyidina Hasan RA dua di antaranya diberi nama Abu Bakar dan Umar, dan di antara 9 putra Sayyidina Husain RA dua di antaranya diberi nama Abu Bakar dan Umar. Pemberian nama ini tentu saja dipilih dari nama orang-orang yang menjadi idolanya, dan tidak mungkin diambil dari nama musuhnya. (Al-Hujaj al-Qath’iyyah, hal. 195).

6. Bagi Ahlussunnah Sayyidina Ali RA adalah seorang imam yang mulia dan harus dijadikan panutan. Sayyidina Ali RA adalah seorang pemberani dan sekali-kali bukanlah seorang pengecut. Sebagai pemimpin pasukan, di antara sekian banyak peperangan yang dilakukan pada zaman Rasul SAW, beliau selalu menjadi pahlawan yang tak terkalahkan. Karena itu tidak mungkin beliau bersikap penakut dan pura-pura atau taqiyah apalagi mengajarkannya. Di samping itu, Sayyidina Ali RA adalah sosok yang bersih hatinya dan jauh dari sifat pendendam. Sikap dan perilaku beliau telah membuktikan bahwa beliau bukan jenis manusia yang di dalam hatinya penuh dengan dendam kesumat, karena itu tidak mungkin beliau mengajarkan mengumpat dan mencaci maki orang yang dicintai Rasulullah SAW dan dihormati oleh beliau sendiri seperti Sayyidina Abu Bakar RA, Sayyidina Umar RA, Sayyidina Utsman RA, Sayyidatuna ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha- dan lain sebagainya.

Inilah beberapa alasan yang melandasi keharusan mencintai keluarga dan sahabat Nabi SAW. Sudah tentu kecintaan dan penghormatan yang diberikan adalah secara berimbang. Tetap berpedoman pada prinsip tawassuth, tawazun dan i'tidal. Tidak fanatisme buta. [dutaislam.com/gg]

Dikutip dari KH. Muhyidin Abdusshomad, Hujjah NU, Akidah-Amaliah-Tradisi, 75-80

Source: aswajanucenterjatim.com

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB