Hasil Penelitian FISIP Undip: Kota Semarang Darurat Intoleransi
Cari Berita

Advertisement

Hasil Penelitian FISIP Undip: Kota Semarang Darurat Intoleransi

Duta Islam #02
Senin, 06 November 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Muhammad Adnan ketika menyampaikan paparan hasil penelitian Departemen Politik dan Pemerintahan FISIP Undip.
DutaIslam.Com - Kota Semarang benar-benar darurat terhadap tumbuhnya sikap-sikap intoleransi dan menjadi tempat penyemai semangat menegakkan jihad negara Islam atau khilafah. Hal itu tergambar dari hasil penelitian Departemen Politik dan Pemerintahan FISIP Undip Semarang, (04/11/2017).

Dalam paparan di ruang Sidang FISIP Undip,  Muhammad Adnan menjelaskan, penelitian dilakukan selama September-Oktober 2017 DI Kota Semarang oleh tiga orang yaitu Muhammad Adnan, Budi Setyono dan Wahid Abdulrahman.

‘’Respondennya adalah para guru agama Islam yang sebagian besar menjadi Pembina organisasi kerokhanian Islam (Rokhis) dari 127 SMA Negeri dan Swasta, SMK Negeri dan Swasta serta Madrasah Aliyah (MA) Negeri dan Swasta,’’ kata Adnan yang juga Wakil Rais Syuriyah PWNU Jateng itu.

Menurut Adnan, sikap keagamaan guru Agama Islam SMA/sederajat memiliki pengaruh terhadap sikap keagamaan siswa yang diajarnya terlebih ketika mayoritas dari guru tersebut merupakan pembina organisasi kesiswaan Islam (Rohis) di sekolah masing-masing. Sebagaimana kondisi sosiologis guru Agama Islam SMA/sederajat di Kota Semarang dimana mayoritas 95,7 persen memiliki teman yang berasal dari kalangan non Muslim maka kondisi tersebut mencerminkan bahwa guru Agama Islam hidup ditengah perbedaan agama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden atau 100 persen bersedia hidup bertetangga dengan penduduk yang berbeda agama, 97,8 persen bersedia bekerjasama dengan non Muslim.

Berdasarkan hasil penelitian 8,7 persen guru agama menganggap konsep khilafah atau Negara Islam tepat diterapkan di Indonesia. Rincianya terdiri 6,5 persen menganggap tepat dan 2,2 persen menganggap sangat tepat.

Sedangkan pemimpin publik di pemerintahan mulai dari presiden, gubernur, bupati dan wali kota 54,3 persen tidak setuju dari kalangan non muslim dan 45,7 persen 45,7 persen setuju dari kalangan muslim.

Yang lebih mengkhawatirkan lagi, papar Adnan, ada 4,3 persen guru agama yang menganggap Pancasila bukan ideologi yang tepat diterapkan di Indonesia. ‘’Walaupun dari penelitian tersebut mayoritas guru agama Islam di MA, SMA dan SMK masih menganggap Pancasila sebagai satu-satunya ideologi yang tepat di Indonesia tetapi masih ada 4,3 persen yang menginginkan khilafah menjadi ideologi Negara Indonesia. Ini jelas sangat berbahaya,’’ katanya.

Sebanyak 2,1 persen guru agama Islam menganggap  NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bukan bentuk Negara terbaik dan 97,9 persen masih menganggap NKRI sebagai bentuk Negara terbaik.

Meskipun mayoritas guru Agama Islam SMA/sederajat di Kota Semarang bersedia bekerjasama dalam bidang politik dengan kalangan non Muslim namun dalam hal kepemimpinan yang dipilih secara langsung oleh rakyat (Presiden, Gubernur, walikota/bupati) terjadi perbedaan yang tajam dimana 45,7 persen menyatakan setuju terhadap kepemimpinan non Muslim sementara 53,5 persen menyatakan tidak setuju terhadap pemimpin dari kalangan non Muslim

Mahasiswa-Pelajar  
Menurut Adnan, hasil penelitian Departemen Politik dan Pemerintahan Fisip Undip Semarang sekaligus menguatkan dari penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Mata Air Foundation dan Alvara  Research Center yang menyebutkan 23,4  persen mahasiswa dan pelajar terjangkit paham radikal. Mereka setuju jihad dan untuk tegaknya Negara Islam atau khilafah.

‘’Kalau pelajar saja sudah terjangkit pikiran paham radikal dan khilafah, berarti sumber utamanya kalau tidak guru ya lingkungan. Tetapi pembinaan kerokhanian mereka dilakukan oleh guru agama di sekolah. Karena itu sumbernya yaitu guru agama dilakukan pembinaan,’’tegas Adnan.

Dari hasil penelitian tersebut, mereka merekomendasikan agar pemerintah daerah, pengelola lembaga pendidikan swasta atau yayasan, lebih selektif dalam memilih dan mengangkat guru agama Islam terutama yang merangkap sebagai Pembina kegiatan rokhani Islam (rokhis).

Para guru agama harus lebih dalam lagi dibekali pemahaman ajaran Islam yang moderat (Islam washatiyah) dan pemahaman tentang toleransi (tasamuh) agar tidak mengarah kepada ajaran intoleransi. Dan yang lebih penting lagi menurut para peneliti tersebut pemerintah tidak segan-segan memberikan bekal kepada para guru dan siswa tentang pentingnya menjaga bersama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi bangsa Indonesia. [dutaislam.com/gg]

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB