![]() |
Foto: Istimewa |
Assalamu'alaikum,
Subhanallah,
Alhamdulillah,
Allahu Akbar,
Laa illaha illallah...
Suatu hari pintu kurungan terbuka. Burung itu pun terbang bebas. Sontak para santri yang melihat burung itu berlari mengejar burung milik guru mereka. Sementara burung terus terbang tidak terkontrol dan tertabrak kendaraan yang melintas kencang. Burung terkapar sekarat. Mati.
Sang kiai terlihat berbeda setelah mengetahui burungnya mati. Dia sedih. Sekitar seminggu lamanya.
Para santri yang melihatnya mengira kiai bersedih karena burungnya mati. Mereka berkata :
"Kiyai, jika hanya burung yang membuat kiai sedih kami sanggup menggantinya dengan burung yang sejenis dan bisa berdzikir juga. Janganlah kiai bermurung hingga sedemikian lamanya"
"Sesungguhnya aku bukan bersedih karena burung itu," jawab kiai.
Santri kemudian bertanya: "Lantas, kenapa kiai?"
Sang kiai berkata balik: "Kalian melihat bagaimana burung itu sekarat setelah tertabrak ?"
"Ya, kami melihatnya," jawab santri
Sang kiai melanjutkan, "Burung itu hanya bersuara:
KKKKAAKK,
KKKKHHEEK,
KKKKAAKK,
KKKKHHEEK,
“Bukan kalimat thoyibah yang sudah ku latih sedemikian rupa. Namun saat merasakan perihnya sakratul maut menjemput. Ia hanya merasakan perihnya" ujar kiai.
Santri terdiam. Kiai melanajutkan, ”Aku teringat diriku yang setiap hari terbiasa berdzikir. Ba'da shalat bertafakur dan kugeluti al-Qur'an dan Haditsnya. Jangan-jangan nasibku sama seperti burung itu. Tak kuat menahan sakaratul maut, lalu bukan dzikir yang kucupakan. Aku takut dzikir yang terucap hanya dimulut saja, bukan dari hati,” kata kiai.
Santri terdiam sambil berpikir maksud perkataan kiai.
Kiai terus melanjutkan perkataanya: "Wahai para santriku. Padahal burung itu tidak diganggu setan saat sakaratul maut. Sedangkan manusia diganggu setan saat sakaratul maut. Tidak ada yang tahu bagaimana keadaan kita mati, husnul khotimah ataukah su'ul khotimah ?"
Santri tetap terdim membenarkan sang kiai. Mereka ikut murung memikirkan hal yang serupa. Bagaimana keadaan mereka saat menjemput sakaratul maut? Bagaimana pula dengan aku?
Ketahuilah, ajal tidak akan pernah menunggu kita bertaubat. Justru kita lah yang seharusnya senantiasa menunggu ajal sambil terus bertaubat.
Firman Allah:
"Maka jika datang waktu kematian mereka, tidak bisa mereka tunda dan tidak bisa mendahulukannya walaupun sedetikpun,” [QS. An-Nahl: 61].
Doa Husnul Khotimah:
Alloohummaj 'Al Khoiro 'Umrii Wa Khoiro 'Amalii Khowaatimahu Wa Khoiro Ayyaamii Yauma Liqoo-Ika
“Ya Allah! Jadikanlah sebaik-baik umurku hingga akhirnya, dan sebaik-baik perbuatanku hinggaa kesudahannya dan sebaik-baik masaku hingga menjumpaiMu,”
Semoga kita menjadi orang yang terus menyiapkan kematian yang kita tunggu-tunggu [dutaislam.com/ed/pin]
