Kyai Wahab Chasbullah, Tokoh dan Diplomat Internasional
Cari Berita

Advertisement

Kyai Wahab Chasbullah, Tokoh dan Diplomat Internasional

Selasa, 19 September 2017
Download Ngaji Gus Baha

Flashdisk Ebook Islami
Foto: Istimewa

DutaIslam.Com - Juni tahun lalu, kami bersama delapan orang mengendarai dua mobil berniat sowan ke Pengasuh pondok pesantren Al-Ghozali Bolu Tulungagung Muhsin Ghozali. Beliau adalah Mustaysar PCNU Tulungagung dan pernah menjabat sebagai Rois Syuriah PCNU Tulungagung selama dua periode.

Kami serombongan berangkat dengan miqot dari rumah Bang E Jhon menuju ke ndalem KH Muhsin Ghozali. Setelah beberapa menit perjalanan, rombongan kami sampai di Ndalem Beliau. Moh Fatah Masrun (wakil ketua PCNU Tulungagung) mewakili kami langsung mengetuk pintu dan mengucap salam. Kami langsung mendengar jawaban Kyai Muhsin dari dalam.

Alhamdulillah beliau mboten tindak, ucap salah satu anggota rombongan. Karena kita semua tahu bahwa beliau adalah Kyai dengan mobilitas yang sangat tinggi dengan kegiatan dakwah di luar pesantren dan sekaligus tetap ngaji dengan para santri di pondok.

Romo Kiai Muhsin menyambut kami dengan penuh hangat,  bersahaja dan yang pasti selalu penuh candaan maut.“Alhamdulillah  mantan ndayak-ndayak iki”. Sontak kami langsung tertawa-tawa. Sambil bersalaman beliau menyebut nama kami satu persatu dan sambil bertanya” sampean sinten? Saat sampai pada saya, sambil sungkem saya jawab “Nuruddin Kyai”, disusul dengan pertanyaan, lha iki kok kayak tourist iki sopo?” Saya E Jhon, asli Ambon dan sekarang menetap di Desa Mboro Yi, Jawab Bang Jhon yang merupakan mantan Sekjen PMII Cabang Jombang. Ngene iki lek wong tuo gampang lali (beginilah orang tua, gampang lupa) sergah Kyai Muhsin selesai Nyalami rombongan dan mempersilahkan kami untuk duduk di ruang tamu Ndalem beliau.

Meski usia Kyai Muhsin boleh di bilang sudah kepala enam, akan tetapi beliau selalu terlihat energik. Suara beliau serak tapi tegas dan jelas, lebih dari itu gaya bahasa beliau sangat unik tapi humoris, penuh makna dan warna. Kami semua meyakini itu merupakan cerminan kedalaman ilmu dan pengetahuan beliau. Karenanya dawuh-dawuh beliau selalu segar (actual) dan kontekstual, dan mampu menyelami dialektika pemikiran kami selaku para generasi muda.

Mengawali pembicaraan, kiai membuka pertanyaan  “Tah, Fatah, nyapo kok wayah riyoyo, wong Indonesia mung jabat tangan, trus wong luar negeri kok saling peluk dan menempelkan pipi masing-masing saat bertemu?” kami pun ramai saling melontarkan jawaban mulai ”Ya, karena adate ngoten yi, karna mereka jarang ketemu yi, sampai jawaban karena diluar negeri simbul keakraban ya begitu”. Jawaban itu belum dianggap benar oleh Kyai Muhsin Ghozali.

Sambil menggeser posisi duduk, beliau lantas bertutur, ” Dahulu, waktu mbah Wahab bersama Syekh Ghonaim al Misri sebagai utusan NU untuk menyampaikan maksud NU terkait sikap Ibnu Saud  terhadap keberagamaan yang melarang amaliyah empat madzhab, dan sekaligus penerima mandat dari Mbah Hasyim, ini penting! Kyai Memutus cerita, rungokno” pertama menyampaikan pesan NU” iki berarti NU secara organisatoris posisinya jelas, bukan pengikut Wahabi dan kelompok lain, tapi NU berfikir demi kepentingan umat Islam sedunia, bukan hanya di Indonesia” piye, genah?

Kami hanya mangguk tak menjawab pertanyaan Kyai. “sing kedua mbah Wahab sebagai penerima mandat Hadrotus Syekh Hasyim Asy’ari, ngertio kabeh bahwa gelar Hadrotus syekh iku gelar bagi orang yang sudah mengguasai “kutubus sittah” kitab Hadist gedhe-gedhe Bukhori, Muslim lan liya-liyane kae apal dan sanadnya genah, gak mung tamat Jilid utowo Iqro’ siji sampai 6. Maksute, yang memberi mandat Mbah Wahab ini orang yang TOP, bukan sembarangan. Lha sing nompo mandat, juga bukan orang yang sembarangan. Ayo disambi Suguhane….Kyai mempersilahkan kami untuk menikmati kue lebaran yang sudah  dari awal kami icipi.

Jadi, mbah Wahab, saat berangkat ke tanah Arab naik perahu lewat Singapura. Saat perahu bersandar, beliau menemui tokoh ulama’ yang juga kolega beliau dimasing-masing Negara. Ada dua misi yang dibawa mbah Wahab. Pertama, mengenalkan NU. Kedua, urusan perdagangan. Zaman itu peikiran mbah Wahab sudah mendunia.

“Singkat cerita, ketika sampai di tanah arab, mbah Wahab bertemu dengan jaringan Ulama’ Internasional yang sedianya diajak untuk bareng-bareng menghadap raja Ibnu Saud menyampaikan maksud yang sama dengan misi yang beliau bawa yakni berkeberatan dengan kebijakan pelarangan pemberlakuan amaliyah keberagamaan ala madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali yang akan diganti dengan faham Wahabi. Akan tetapi, tidak semua Ulama’ jaringan internasional ini mau diajak bergabung karena alasan keamanan, dan sudah menjadi rahasia umum, siapa pun yang melawan raja Ibnu Saud, maka, nyawa menjadi taruhannya, jelas kiai.

Akhirnya, hanya ada beberapa Ulama’ dari Basrah dan sekitar yang bersedia bergabung dengan mbah Wahab sebagai utusan Hadrotus Syekh Hasyim Asy’ari dan NU untuk menghadap raja Ibnu Saud.
”Ayo di sambi jajane, iki halal ojo di sawang wae,” Kyai Muhsin menyela dengan mempersilahkan kembali untuk makan hidangan jajan lebaran kepada kami.

Semua pun tersenyum karena khidmat mendengar cerita dari kiai. Menariknya, kiai Muhsin melanjutkan cerita, ketika awal bertemu kelompok Ulama’ yang akhirnya menjadi satu barisan dan bersama menghadap raja Ibnu Saud. Kelompok Ulama’ ini tidak hanya berafiliasi pada Sunny, tapi hampir mayoritas adalah Syi’i. Disinilah kecerdasan mbah Wahab menaklukkan ego semuanya menjadi satu visi dan misi, tandas beliau.

“Oleh Karenanya perlu sampean semua tahu, pada awal bertemu dengan para ulama’ ini, mbah Wahab dicurigai oleh mereka sebagai orang yang sealiran dengan Ibnu Saud dan berfaham Wahabi, karena nama beliau ada Wahabnya. Logika para ulama’ yang majemuk itu, bagaimana mungkin, orang yang bernama Wahab menolak aliran dan faham Wahabi? Tapi itu dijelaskan dengan diplomatik dan begitu sampai pada penyebutan nama Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari, para ulama’ ini menjadi yakin bahwa mbah Wahab bukan Wahabi. Dinamika kelompok ini menjadi keakraban yang dinamis dan saling memahami satu dan lainnya. Ini juga ada ceritanya”, tutur Kyai Muhsin.

Kiai Muhsin kemudian meneruskan ceritanya.  “Awal bertemu dengan kelompok ulama’ ini, mbah Wahab bersalaman dengan jabat tangan tanpa rangkulan seperti yang dilakukan para ulama’ lainnya, sehingga semua bertanya dalam bahasa arab yang maksudnya begini “mengapa orang Indonesia jabatannya kok tidak berpelukan? Kesempatan ini tidak di biarkan sia-sia,” katanya.

Mbah Wahab, kata Kiai Muhsin, memberikan paparan yang akhirnya dapat mencairkan suasana, bahkan membangun keakraban dan menyatuan visi, misi menghadap raja Ibnu Saud. “Saat memulai penjelasan dalam bahasa Arab, mbah Wahab memulai dengan cerita dialogis dengan bertanya, mengapa saya hanya jabat tangan dan tidak berpelukan saat bertemu sesama muslim dan sesama manusia? Karena bagi orang Indonesia semuanya sudah maklum, tidak ada yang perlu dipertanyakan atau yang masih misykil bagi orang Indonesia,” terang Kiai Muhsin.

Lantas, apa maksudnya? Seorang Tanya penasaran dengan jawaban mbah Wahab. “Mbah wahab menjelaskan pada kelompok tersebut saat Nabi Nuh A.S berhasil membuat perahu besar yang akan digunakan untuk menyelamatkan umatnya dari banjir bandhang, Nabi Nuh membuat pengumuman kepada para penumpang untuk tenang dan tertib. Termasuk kepada para binatang, tapi ada kekhawatiran dari Nabi Nuh, jika sampai para binatang ini berhubungan dan beranak pinak di perahu. Akhirnya nabi Nuh mengambil langkah dengan melepasi alat kelamin binatang-binatang selama perjalanan mencari tempat mendarat yang aman dari banjir bandang. Tidak usah membayangkan kelaminnya, kang,” sela Kiai Muhsin kemudia disambut tawa kami semua.

“Lha begitu banjir mulai surut, dan bertemu tempat mendarat yang aman, semua yang ada di perahu menyambut dengan suka cita karena sudah sebegitu lama mereka tidak melihat daratan,” lanjut Kyai Muhsin.

Begitu Nabi Nuh membuat pengumuman bahwa sebentar lagi sampai di daratan, bagi binatang-binatang akan dibagikan kelamin masing-masing sebelum turun. Pada saat itu, kapal sudah sampai daratan, tanpa mendengarkan pengumuman. Semut keluar pertama kali tanpa mendapat pembagian kelamin karna pintu kapal baru saja dibuka, menyusul Kuda langsung nyrobot dengan lari kencang keluar. Makanya kuda dapat paling besar. Paling akhir adalah gajah. Dia besar tapi saat keluar, dia mendapat giliran terakhir yang tersisa hanya kelamin terkecil sehingga kelaminnya kecil.
Mendengar cerita itu, kata Kiai Muhsin, semua ulama’ tertawa mendengar cerita mbah Wahab yang menurut para ulama’ merupakan pengetahuan baru. ”Lha trus hubunganya dengan jabatangan orang Indonesia apa Syekh? Tanya seorang ulama’ kepada mbah Wahab.

”Begitu sampai di daratan dan bertemu sesama hewan, semut yang keluar pertama menjadi panik, akhirnya semut semut itu saling bertanya kepada sesama dengan pertanyaan, ‘sampean kebagian kelamin?’

Gerrrr….

Tawa riuh pecah saat mbah Wahab sampai pada cerita ini. ”Trus, kok belum ada titik temu jabatangan dengan cerita Syekh?” tanya seseorang disela-sela tawa keakraban tersebut.

”Lha disini intinya,” jawab mbah Wahab. ”Jadi, orang Indonesia berjabat tangan tanpa berpelukan, karena tidak mau meniru apa yang dilakukan si semut. Karena semut berpelukan dengan sesama semut untuk mencari kejelasan “Sampean bagian kelamin apa gak?” Lha, orang Indonesia sudah jelas dan gak perlu ditanyakan lagi. Sehingga cukup jabat tangan tanpa berpelukan,” jelas mbah Wahab.

Suasana hening beberapa saat, tapi akhirnya pecah tawa besar karena semua baru ketemu maksud Mbah Wahab adalah sindiran halus dengan kesimpulan, ”Berarti yang berpelukan saat salaman, bisa disebut mirip dengan semut yang bertanya krosscheck ke bagian kelamin apa tidak.

Kami pun tertawa mendengar cerita yang dipaparkan oleh Kyai Muhsin. Begitulah kecerdasan diplomatik mbah Wahab dalam mencari jalan untuk mewujudkan tujuan yang cemerlang. Pungkas Kyai Muhsin menutup cerita.

Kesimpulan yang kami dapat dari cerita kiai Muhsin adalah: Pertama, NU sejak awal memang bertujuan mewujudkan Rahmatan Lil ‘Aalamiin. Kedua, Jaringan muassis NU adalah jaringan Internasional baik dibidang keilmuan hingga ekonomi. Ketiga, santri ternyata memiliki kemampuan diplomasi luar negeri yang hebat. Kempat, mewujudkan tim solid adalah awal mencapai tujuan yang cemerlang. Kelima, Seorang pemimpin harus memiliki sikap dan sifat humoris yang tinggi guna mencairkan suasana kebekuan dan kekakuan. [dutaislam.com/ed/pin]

Sumber: Lakpesdam Tulungagung

Jual Kacamata Minus

close
Iklan Flashdisk Kitab 32 GB