![]() |
Foto: Istimewa |
DutaIslam.Com - Suatu hari, Habib Munzir bin Fuad al-Musawa [Allohu Yarham] bersilaturrohim ke Syaikhina Al-Marhum Romo Yai Idris Marzuqi Lirboyo di aula komplek kediaman Al Muktamar. Kedatangan Habib Munzir untuk menyampaikan undangan Tabligh Akbar Majelis Rasulullah di Monas.
Habib pada kesempatan itu sebenarnya dalam kondisi kurang sehat. Undangan Tabligh Akbar sebetulnya bisa diamanatkan pada utusan atau dikirim via pos. Tapi demi ta’zhimnya pada mbah Idris, [demikian Habib Munzir biasa memanggil Al-Marhum Romo Yai Idris Marzuqi], dari Jakarta ke Lirboyo beliau memaksakan diri melakukan perjalanan darat. Kemudian diteruskan ke Langitan Tuban untuk menyampaikan undangan acara tersebut pada Mbah Yai Idris Lirboyo dan Mbah Yai Faqih Langitan.
Di halaman rumah, Romo Yai Idris Marzuqi dengan penuh tawadhu’ dan penghormatan menyambut kedatangan Al-Marhum Al-Habib Munzir Al-Musawa dengan tanpa menggunakan alas kaki. Dalam kacamata adab, melepaskan alas kaki adalah simbol ketawadhuan dan penghormatan.
Sebagamana Syaikh Ihsan Dahlan Jampes yang melepaskan sandal ketika mau sowan gurunya beberapa puluh meter sebelum sampai dalem Sang Guru. Seakan demi untuk menghormati kedatangan cucu Rosulullah SAW. Beliau Al-Marhum Romo Yai Idris melepaskan semua kebesaran sebagai kiai dari ribuan santri dan alumni yang telah menjadi para Kyai di Nusantara.
Dalam gambar berikut tampak Habib Munzir berusaha bertabarruk mencium tangan Romo Yai Idris. Seakan beliau membuang semua kebesaran diri di hadapan ulama yang beliau anggap sebagai Guru. Padahal beliau adalah habib yang sangat alim dan mulia dengan jutaan muhibbin di Indonesia. Dengan penuh ketawadhu’annya Habib diterima di Lirboyo oleh Mbah Yai Idris. Terlihat jelas bahwa perjumpaan itu adalah bertemunya dua pribadi yang saling mencintai karena Allah.
![]() |
Habib Munzir bin Fuad al-Musawa bersama Syaikhina Al-Marhum Romo Yai Idris Marzuqi saling takdzim merendahkan diri |
Mbah Yai Idris kemudian dawuh, “Habib sing alim tur tawadhu’ niku medheni tur nyungkani.” (Habib yang alim nan tawadhu’ itu membuat segan dan sungkan),” ujar kiai Idris.
Rasanya adem-ayem dan tentrem kalau melihat habaib yang mengajarkan ta'zhim dan cinta terhadap ulama dan ulama mengajarkan cinta dan ta'zhim kepada Habaib. Mungkin keakraban antara Habaib dan Ulama inilah yang paling ditakuti oleh sekelompok golongan.
Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mencintai ulama dan habaib. Tidak hanya mencintai dengan rasa, namun semoga kita semua dapat meneladaninya. [dutaislam.com/ed/pin]
