Baca beritanya: Warga Desa Ngabul Rame-Rame Tolak Yayasan Wahabi
Gara-gara para kelompok wahabi yang kebetulan simpatisannya banyak dari kalangan birokrat dan PNS di Jepara itu, rasa saling curiga warga Ngabul dan sekitarnya kian meningkat. Kata sumber Dutaislam.com di lapangan, koloni wahabi anyaran di Jepara itu sudah membagi-bagi sembako dan uang yang konon diatasnamakan sebagai zakat maal. Bahkan pada Idul Adlha kelak, mereka akan menyembelih hewan qurban untuk menarik simpati warga.
Karena ditolak warga, gerombolan wahabi itu juga berkali-kali menggunakan Kantor Pajak di Ngabul untuk kegiatan "dakwah"nya. Mereka menamai ruang wahabisasi di kantor milik pemerintah tersebut dengan "Mushalla Sholahudin". Berkali-kali juga menggunakan rumah Sasmono (Dukuh Suwaluh, Rt. 004 Rw. 01, Plajan, Pakis Aji, Jepara) dan Endras (Jepara Regency, Tahunan), untuk kegiatan serupa. Terakhir mereka menggunakan kediaman dr. Eko Cahyo (Pengkol Rt. 04 Rw. 07, Tahunan, Jepara) pada 6 Agustus 2017 lalu.
Para pendiri yayasan, yakni Musyafa' Ad Dareni (bukan Ad-Duren-i), Eko Cahyono Puspeno, Abdul Latif dan Much Nasir, tidak gentar atas penolakan warga. Keterangan di lapangan yang dikumpulkan Dutaislam.com menyimpulkan kalau kelompok wahabi ini bahkan "menantang" akan menggunakan jalan cepat pakai jalur Pelayanan Satu Atap (Yantap). Hal itu akan mewujud jika petinggi desa Ngabul tidak segera mengeluarkan ijin IMB.
Sebelumnya, di luar desa Ngabul, tepatnya di Kecamatan Pakis Aji, mereka sudah berhasil mendirikan yayasan yang namanya juga sama: Madinatul Islam. Disebut oleh pembina dan pendirinya, Musyafa', yayasan itu berhaluan ahlus sunnah wal jamaah.
Tapi anehnya, masjid yyayasan yang sedang dibangun di atas tanah seluas 882 meter dengan kapasitas 1000 jamaah itu diklaim ngawur sebagai "masjid dakwah sunnah pertama" di Jepara. Lalu, yang lain masjid ndolethak udele bodhong, tadz? Apakah klaim seperti itu karakter aswaja? Mari ucapkan: innalillah wa inna ilaihi rojiiuun.
Kentara wahabi sekali. Ngaku aswaja tapi mendakwa diri paling nyunnah sejak dari masjid dimintakan sumbangan dari Facebook. Naudzubillah. "Ini adalah propaganda wahabi di Jepara," kata sumber Dutaislam.com berinisial HN di Jepara, Rabu (09/08/2017) sore.
Maklum, selama ini mereka memang tidak punya tempat untuk tekun menyebarkan ajaran "Sunan" Muhammad bin Abdul Wahab an-Najed itu. Penelusuruan Dutaislam.com di lapangan, kajian-kajian khas mereka menggunakan fasilitas atau ruang privat yang bahkan milik pemerintah sekalipun, dimana pemerintah setingkat RT saja tidak sangat berkeberatan.
Ustadz atau penceramah juga mereka datangkan dari kota yang ada ustadz nyunnah nya. Mereka tidak mengakui keilmuan para ustadz, kiai, santri dan juga sesepuh di wilayah Jepara sendiri. Berikut catatan "skandal kegiatan nyunnah" mereka yang bergentayangan di beberapa tempat tanpa terdeteksi umum. Taqiyah-nya setingkat birokrat dan elitis.
Penceramah: Ustadz Haris Budiatna, S.S.i, MA (Pengajar Pesantren Nurus Sunnah Semarang)
Tempat dan waktu:
- Mushalla Sholahudin Kantor Pajak Ngabul, (Ahad, 15 Januari 2017, pukul 09.00 WIB).
Tempat dan waktu:
- Kediaman Bapak Endras Jepara Regency Tahunan Blok A No. 1 Jepara (Belakang SMA 1 Tahunan) (Ahad, 29 Januari 2017, pukul 10.00 WIB)
Tempat dan waktu:
- Mushalla Solahudin Kantor Pajak Ngabul (24 Juli 2017, pukul 09.00 WIB dan 28 Mei 2017, pukul 09.00 WIB), serta di
- Masjid Al Wakaf Perum Regency Tahunan Jepara (Ahad, 28 Agustus 2016)
Tempat dan waktu:
- Mushalla Solahudin Kantor Pajak Ngabul (Ahad 14 Mei 2017, pukul 09.00 WIB dan 11 September 2016, pukul 09.00 WIB), dan
- Masjid Darul Muttaqin Komplek RSUD Kartini Jepara (Ahad, 11 Juni 2017)
Tempat dan waktu:
- Mushalla Sholahudin Kantor Pajak Ngabul, (Ahad, 4 Juni 2017, pukul: 12.00 WIB).
Tempat dan waktu:
- Rumah dr. Eko Cahyo Jl. Kayu Tangan 6 Pengkol Kapling, Jepara (Ahad, 6 Agutus 2017, pukul: 09.00 WIB).
Gaya gerakan wahabi hampir sama di pelbagai daerah. Berikut ini catatannya:
- Jika tidak berhasil mendirikan pondok pesantren atau asrama belajar, mereka akan ngotot membeli tanah itu agar bisa dipakai untuk,
- Mendirikan perumahan baru dengan syarat mushalla atau masjid perum tersebut diisi oleh ustadz sepaham dengan mereka (wahabi). Jika tidak berhasil keduanya, maka
- Mereka menyusup ke kantor-kantor publik untuk menjadikan mushalla sebagai ruang ideologisasi ala wahabismenya. Jika masih saja tidak berhasil, maka
- Mereka nyolong laku memakai nama ormas lain sebagai pengelola, sebagaimana terjadi di Karimunjawa, Jepara. Baca: Yayasan "Wahabi" Masuk Atas Nama Pesantren Muhammadiyah, Karimunjawa Memanas.
Jika warga Jepara dan pemerintah daerah setempat tidak segera turun langsung mengatasi gerakan takfiri ala wahabi, bukan tidak mungkin Jepara kian tersulut situasi sosialnya. Bukankah sumber gerakan kekisruhan selama ini muncul di kota-kota yang dipimpin kepala daerah berpaham wahabi takfiri juga? Duh. Jepara mulai panas, akh!. [dutaislam.com/ab]
